Begitu membaca email. Nina hampir menangis karena ia akhirnya diterima bekerja setelah puluhan wawancara ia lalui dan tak satupun ada yang menerimanya. Nina berfikir mungkin karena pengaruh dirinya memiliki hutang di hotel tersebut, mereka jadi mempertimbangkan untuk menerimanya.
"Mama!. Mama!" Giselle memanggil Nina dengan wajah polosnya.
"Elle sayang, kamu pasti udah do'ain mamah ya biar diterima bekerja?. Mama akhirnya diterima bekerja, sayang. Makasih ya, putri kecil mamah!" Ucap Nina pada Giselle yang tak mengerti, namun ia ikut mengembangkan senyumnya yang begitu manis sehingga Nina dengan gemas mencubit pipi Elle yang penuh itu.
Nina sudah mulai dapat bekerja minggu depan, dan secara kebetulan masa kontrak kerja part timenya pun telah berakhir jum'at ini sehingga ia bisa dengan tenang bekerja keras selama masa trainingnya. Meski hanya sebagai office girl, ia harus merasa beruntung karena ia menjadi office girl di sebuah hotel mewah bintang lima yang kebanyakan pengunjungnya adalah orang-orang dari kalangan atas, para pebisnis kaya, atau para ekspatriat yang sudah sering berlangganan disana. Jadi ia harus memastikan jika lantai hotel itu selalu terlihat bersih berkilau di setiap sudutnya.
Meski begitu. Nina melupakan satu hal yang cukup penting jika ia harus membicarakan perihal Elle dengan mamahnya. Ia harus meminta mamahnya agar membantu mengurus Elle selama Nina bekerja di hotel.
"Kok kamu cari yang nginep segala sih?, kenapa gak cari kerja yang bisa pulang pergi!"
"Udah terlanjur mah, lagian aku gak keterima kerja di loker-loker sebelumnya yang pulang pergi. Tolong Nina ya, Mah. Nina udah diizinin pulang tiga hari sekali kok. Nina juga bakal nyiapin semua kebutuhan Elle sebelum berangkat kerja, jadi mamah gak kecapean ngurus Elle"
"Kamu belum bisa nyari baby sitter aja?"
"Belum bisa dong, Mah. Kita kan harus ngumpulin uang buat bayar sewa hotel itu dulu. Bekum lagi kebutuhan Elle dan lainnya. Nina belum punya uang cukup, tabungan Nina juga udah nipis banget"
Sang mamah hanya bisa terdiam cemberut. Sebenarnya ia malas mengurus Elle benar-benar murni karena selalu teringat dengan Nico yang tak bertanggung jawab itu. Mamahnya juga sadar jika Elle tak salah dan seharusnya ia membenci cucunya sendiri. Belum lagi sang mamah juga merasa cukup bersalah karena yang meminta sewa ballroom hotel mewah saat itu adalah dirinya, jadi mau tau mau ia juga harus membantu Nina mengurus Elle. Hanya itu yang bisa ia lakukan di usianya yang bahkan sudah tak dapat lagi mengerjakan banyak pekerjaan rumah.
"Ya udah deh. Mamah ngerti. Tapi kamu harus selalu stay ponsel biar kalau ada apa-apa, mamah bisa langsung hubungin kamu"
"Iya, Mah. Makasih ya. Nina mulai masuk kerja minggu depan. Hari ini Nina masih harus part time sampai jum'at. Jadi tolong jaga Elle hari ini juga ya, Mah"
"Iya-iya"
"Oh ya, jum'at selalu ada diskon khusus buat pelanggan dan pegawai di resto. Mamah mau makan apa?, nanti Nina beliin"
"Simpen aja uangnya"
"Tenang aja, Mah. Yang itu udah beres kok. Aku ada lebihan. Mamah mau apa?, bilang aja sama Nina, mumpung diskon. Gak apa-apa kan sekali-sekali makan enak" ucap Nina sembari tersenyum simpul. Perasaannya cukup bahagia hari ini dan ia juga ingin membagi kebahagiaan dengan mamahnya yang sudah lama tak memakan makanan enak sebuah restoran sejak ayah meninggal dan kehidupan mereka hancur.
Sang mamah hanya tersenyum dan mengatakan jika ia ingin memakan menu kesukaannya yang biasa dipesannya dulu setiap ke restoran yakni chiken risotto.
"Okedeh sipp. Nina berangkat ya, Mah"
"Iya. Hati-hati dijalan"
"Mamah berangkat ya sayang, jangan nakal sama nenek. Mamah sayang Elle, muach!" Ucap Nina pada Giselle sembari mengecup wajah bulat putri kecilnya itu.
Begitu sampai di resto, Nina mendapati Gabriel juga ada disana. Sosok yang hanya ia kenal sebagai mahasiswa yang serius dan pintar meski penampilannya sedikit urakan. Entah sejak kapan, Nina merasa akrab dengan pelanggan setia resto satu itu sehingga ia hampir selalu berusaha melayaninya dengan baik, bahkan hari ini Nina tak bisa berhenti tersenyum karena ia masih merasa bahagia setelah diterima bekerja.
Gabriel pun memperhatikan Nina yang nampak sangat bahagia itu. Ia semakin penasaran dengannya tapi tentu saja ia tak bisa menanyakan penyebab Nina begitu riang secara langsung. Lagipula Nina nampak asing dengannya dan ia sendiri masih belum bisa ingat tentang Nina yang sepertinya ia kenal. Ditambah, ia juga tidak boleh begitu saja mendekati perempuan yang sudah memiliki suami dan anak itu.
Saat memikirkan Nina yang sudah menikah. Gabriel merasa sesak. Perasaan seperti marah bercampur dengan sedih kembali menyelimutinya. Ia tak tau penyebabnya. Ia juga tak tau kenapa ia bisa merasa aneh seperti itu saat memikirkan Nina dan memikirkan saat perempuan itu ternyata sudah menikah. Gabriel setengah percaya dan setengah memaksa tak percaya. Ia tertarik dengan Nina, tapi ia tak bisa mendekatinya atau membuat kehidupan rumah tangga Nina kacau karena kehadiran pria lain di hidupnya selain suaminya. Gabriel senang melihat Nina tersenyum dan berwajah bahagia seperti ini. Jadi ia hanya menyimpan kegelisahan perasaannya sendiri dan memilih menikmati keadaan yang ada.
"Permisi Tuan, apakah anda ingin memesan lagi?" Tanya Nina pada sosok pria berambut berantakan dan berkacamata bulat itu.
"Menu kesukaanmu ... ah, maksudku menu yang bisa kau rekomendasikan untukku"
"Menu rekomendasi ya, saya merekomendasikan-"
"Bukan menu rekomendasi resto ini, tapi menu yang kau sukai disini"
"Eh?. Ma-maksdu anda menu yang saya rekomendasikan pribadi?"
"Ya"
"A-anu. Maaf, tuan sebenarnya saya belum pernah mencoba menu di resto ini meski saya bekerja disini, jadi saya tidak bisa merekomendasikannya secara pribadi. Saya hanya bisa merekomendasikan menu andalan resto ini" jelas Nina dengan cukup bingung pada Gabriel.
Gabriel terkejut mendengarnya. Nina tak pernah mencicipi sedikitpun menu yang ada di restonya padahal hampir semua menu di resto itu dikembangkan oleh Gabriel bersama dengan ayahnya yang seorang chef master dan hampir semuanya Gabriel suka menu utama di restonya itu. Jadi saat mendengar pernyataan Nina, ia jadi merasa sedikit sedih.
"Begitu ya. Tapi, apa kau ingin mencoba menu di resto ini?"
"Hm, ya. Jika saya memiliki uang lebih untuk memesan, saya pasti akan mencobanya"
"Menu apa yang ingin kau coba disini?"
"Hm, sebenarnya saya sedikit penasaran dengan menu stew-nya"
Gabriel kembali terkejut tanpa menunjukan reaksinya karena ia sendiri snagat memfavoritkan menu stew daging disana.
"Stew ya. Menu itu memang enak dan aku sendiri merekomendasikannya untukmu. Kau harus mencobanya. Pesan saja
"Saya pasti akan mencobanya suatu hari"
"Kenapa tidak sekarang?"
Saat mendengar itu Nina sedikit bingung menjawabnya. Ia sendiri bahkan harus menunggu hari jum'at tiba agar dapat memesan dengan harga diskon karyawan, dan itupun ia hanya ingin membelinya untuk mamahnya, bukan untuk dirinya sendiri.
"Sa-saya. Saya tidak bisa memesannya sekarang ... "
"Maaf tuan, bisakah anda mengatakan pesanan anda?. Saya juga harus pergi ke meja lain" Ucap Nina mengalihkan pertanyaan.
"Oh maaf. Kalau begitu aku pesan stew dna jus jeruk saja satu"
"Baik, tuan. Silahkan tunggu pesannanya. Permisi" Ucap Nina dengan buru-buru mencatatat pesanna dan pergi.
Gabriel pun mencoba menebak kenapa Nina tak mau mencoba memesannya. Jadi ia berinisiatif sendiri untuk memberikan Nina berbagai Menu di resto. Gabriel memanggil seorang pelayan lain dan memesan beberapa menu kesukaannya lalu memintanya untuk dibungkus dan diberikan kepada Nina ketika ia pulang kerja nanti.
"Nina. Ini pesanna untukmu"
"Eh?. Pe-pesanan apa ya kak?, aku gak beli-" Tanya Nina pada seniornya.
"Tadi ada yang mesenin ini buat kamu"
"Dari siapa, kak?" Tanya Nina lagi penasaran.
"Dari pelanggan khusus kita hari ini, tuan Alex. Nih..."
"O-oh. Oke. Makasih, kak" ucap Nina. Ia oun menerima bingkis makanan itu. Semuanya merupakan menu yang paling mahal dan menu utama resto sehingga Nina cukup terkejut. Ia tak mengerti kenapa mahasiswa kaya itu memberikan pesanan itu kepadanya. Yang pasti ia harus berterimakasih besok dan bersyukur hari ini karena ia dapat memakan menu enak restoran itu.
Begitu sampai rumah. Nina langsung membuka kotak-kotak bingkisan itu dan menemukan sebuah kertas note tertempel di salah satu kotak yang didalamnya merupakan menu stew. Disana tertulis jika Nina harus mencicipi menu yang ia pesankan itu dan memberitaunya, menu mana yang ia suka juga memberikan pendapatnya tentang semua menu yang ia pesankan. Jadi Nina harus mencoba sekitar sembilan menu yang diberikan padanya itu lalu memberikan review langsung ke sebuah no telpon yanh sudah dicantumkan di note itu pula.
"Sayang, kamu bawa apa?. Banyak banget?. Makanan?" Sang mamah ikut nimbrung untuk melihat apa saja yang dibawa Nina. Nina pun secara refleks menyembunyikan note itu dan memilih mengambil Giselle yang ada di gendongan mamahnya.
"Iya mah. Dari resto. Aku dikasih. Mm, semua karyawan part time dikasih dan disuru mengulas semua menu ini" jelas Nina, bohong.
"Ohh. Kirain kamu beli"
"Enggak lah, Mah. Uang dari mana aku beli sebanyak ini menu utama resto yang mahal dan lagi gak pake vocher diskon. Ya udah, kita makan berdua yuk, Mah. Mumoung gratis hehe"
Sang mamah hanya tersenyum nampak sennag dan mereka pun makan malam enak hari ini. Nina juga tak henti merasa bahagia dan merasa bersyukur karena ia sangat diberikan banyak hari ini. Nina hari ini tak bisa berhenti tersenyum. Rasanya kebahagiaannya mulai datang lagi satu persatu setelah semua penderitaan dan perjuangannya selama ini. Ia tau, Tuhan pasti tidak akan selalu membuatnya menangis sedih dan akan memberikannya air mata kebahagiaan.
Nina tak memakan habis semua menu dan hanya mencoba semua menu. Satu menu ia coba sebanyak tiga sendok makan saja agar ia bisa menyimpan sisanya agar dapat dimakan besok. Setelah mencoba semuanya ia mencoba menulis ulasan dan langsung mengirimkannya ke no telpon yang diberikan.
[Saya benar-benar suka menu stew-nya dan saya rasa, saya akan membuatnya menjadi menu favorit saya. Terimakasih atas traktiran anda, Tuan Alex]
Pesan itupun terkirim ke ponsel dan nomor telpon pribadi Gabriel yang sudah ia ubah profilnya.