Saat membaca pesan yang masuk. Gabriel langsung menyimpan nomor Nina ke kontaknya yang baru karena semua data miliknya sebelumnya hilang setelah ponselnya hancur dan bahkan tercebut ke dalam saluran air setelah kecelakaan setahun yang lalu.
Gabriel mengulas senyuman. Rupanya ia memiliki selera yang sama dengan Nina sepertinya. Ia merasa senang memiliki kesamaan dengan perempuan itu dan lantas mengirim pesan balasan.
[Terimakasih atas ulasanmu. Aku sebenarnya membutuhkannya untuk tugas akhirku tapi tadi aku bingung mengatakannya di resto karena fikiranku dipenuhi oleh tugas]
Saat mendapatkan balasan lagi, Nina akhirnya memahami kenapa mahasiswa itu memberikannya untuk di ulas. Ia berfikir, mungkin mahasiswa itu tengah meneliti dan mengumpulkan survai. Tapi Nina tak terlalu memikirkannya lagi. Fikirannya pun saat ini hanya dipenuhi oleh pekerjaan.
[Oh, begitu ya. Semangat mengerjakan tugas akhirnya ya!. Selamat malam, tuan muda Alex]
Begitu membaca pesan dari Nina, Gabriel langsung menyadari jika hari sudah malam dan ia tak bisa terus mengirim pesan pada perempuan itu. Bagaimana jika ada suaminya di sampingnya saat ini?. Ah, memikirkan hal itu membuat Gabriel merasa sedikit kesal. Entah kenapa ia justru membayangkan jika yang ada di samping Nina saat ini adalah dirinya. Ia mulai membayangkan tidur di atas ranjang yang sama dengan Nina dan mereka memiliki anak dari hubungan mereka.
Deg!
Gabriel tersentak terkejut dengan fikirannya sendiri yang tiba-tiba menjadi liar. Hasrat prianya nampaknya terbangun. Entah kenapa ia justru ingin mendengar suara Nina.
"Sial!" Rutuknya. Gabriel berusaha menahan hasratnya yang terbangun. Kepalanya dipenuhi fikiran liar tentang Nina dan bahkan ia dapat membayangkan Nina dibawah tubuhnya saat ini. Entah bagaimana bisa ia membayangkan hal seperti itu seolah ia benar-benar pernah tidur dengan Nina. Padahal mereka berdua saja tak saling mengenal dan baru bertemu di resto itu.
"Ugh" Gabriel menggeram kesal. Tubuhnya terasa begitu panas. Kepalanya sedikit pusing, jadi ia memutuskan pergi ke kamar mandi dan menumpahkan semuanya disana sembari mandi dengan air dingin untuk membuat fikirannya ikut dingin sehingga ia tak membayangkan hal yang tidak-tidak.
"Ah. Benar. Dia bahkan sudah memiliki anak kan?" Gumam Gabriel dibawah guyuran air dingin dari shower. Ia mulai berfikir, mungkin ia memang tak memiliki kesempatan dengan Nina?.
***
Hari senin sudah kembali datang lagi. Hari yang sangat membuat banyak orang jengkel mendengar namanya, namun bagi Nina ini adalah hari senin terbaiknya yang ia tunggu-tunggu. Setelah menyiapkan segala kebutuhan Giselle. Nina segera berangkat sepagi mungkin. Ia berangkat sekitar jam empat sehingga ia akan tiba di hotel jam setengah lima. Ia harus memberikan kesan bagus di masa-masa trainingnya agar dijadikan pegawai tetap di hotel. Jadi ia memulainya dengan datang sebelum jam para petugas kebersihan bekerja. Meskipun mereka akan selalu ada untuk membersihkan hotel yang memberikan pelayanan selama 24 jam itu sehingga hotel itu memiliki banyak staf pegawai yang bekerja per-shif-nya.
Nina sendiri mendapatkan shif pagi, jadi ia harus berangkat sebelum matahari terbit.
Setelah tiba di hotel. Ia langsung mendapatkan seragam berwarna abu-abu dan mendapatkan arahan bersama dengan dua orang pria dan satu lagi wanita dimana mereka sama-sama pegawai baru seperti Nina yang diterima. Tapi ada hal lain yang membuat Nina terkejut ketika ia datang ke hotel dan berkenalan dengan tiga pegawai baru lainnya. Siapa sangka jika salah satunya adalah Jason, temannya sejak mereka sekolah dasar dan juga teman bermain Nina saat kecil di komplek rumahnya sebelum temannya itu pindah. Bisa dikatakan, Jason teman akrab Nina sejak kecil.
"Udah lama banget ya. Kamu tinggal dimana sekarang, Jo?" Tanya Nina pada Jason, sembari mengepel lantai.
"Di kelapa gading, Nin. Aku gak nyangka kita bisa ketemu lagi. Btw, kamu kuliah?"
Nina hanya tersenyum tipis. Jason pasti belum mengetahui tentang kehidupannya. Meski mereka pernah berteman akrab sejak sekolah dasar, tapi kedua orang tua Nina dan Jason tak begitu akrab karena keduanya sama-sama sibuk dengan circle mereka masing-masing dan meninggalkan anak mereka yang kesepian. Jason dan Nina pernah senasib karena orang tua mereka sibuk dengan urusan masing-masing.
"Enggak, Jo. Aku gak kuliah. Kamu sendiri gimana?"
"Aku kuliah jurusan DKV, Nin. Tapi, ambil yang kelas malem aja biar bisa sambil kerja"
"Oh. Btw, mau tukeran no ponsel gak?"
"Boleh dong. Kita bisa kontakan nanti kalo mau berangkat kerja, haha!"
"Berangkat kerja gimana?, kita aja nginep di asrama, dodol!. Tiap hari juga bisa ketemu setor muka!" Ucap Nina. Ia merasa kebahagiaannya bertambah lagi dengan kehadiran Jason yang pernah menjadi teman senasibnya dulu.
Keduanya pun bekerja sambil asik bercengkrama ringan sesekali. Tanpa mereka sadari jika mereka tengah di awasi oleh pemilik hotel itu, terutama Nina. Sejak ia datang ke hotel, Gabriel sudah memperhatikan perempuan itu dengan sosok aslinya sebagai pemimpin RiAL group yang tampan dan terlihat sangat berbeda dengan penampilan berantakannya saat menyamar menjadi mahasiswa yang sibuk dengan tugas akhir.
Gabriel memperhatikan wajah Nina yang nampaknya masih bahagia dan ceria seperti terakhir kali mereka bertemu di resto saat itu. Tapi nampaknya Gabriel tidak suka dengan ekspresi bahagia Nina yang ia tunjukan pada seorang pegawai pria lain. Gabriel merasa kesal dengan melihat kedekatan keduanya yang bahkan bisa saling berbicara dengan santai disaat dirinya sendiri tak bisa bicara dengan Nina.
Gabriel melangkahkan kakinya yang memakai sepatu pantofel berwarna hitam berkilau dan terlihat mahal. Aura seorang CEO yang dingin ia tampilkan di setiao langkahnya sehingga setiap pegawai yang melihat dan mengenalnya akan menundukan kepalanya memberi hormat. Tatapan matanya pun begitu tajam menyorot kedepan seolah sepasang manik gelapnya itu adalah pedang yang dapat memotong segala hal yang menghalangi langkahnya untuk bergerak maju.
Saat ia hampir mendekati Nina dan Jason yang masih sesekali bercengkrama. Gabriel dengan sengaja menyenggol ember berbentuk kotak milik Jason hingga terjatuh sehingga air kotor di dalamnya mengenai celana Jason dan sepatu milik Gabriel.
Setelah itu, keduanya berhenti berbicara karena terkejut. Terlebih Jason yang terlihat panik meski ia tidak tau jika sosok Gabriel adalah orang penting di hotel itu, tapi ia tetap meminta maaf karena semua orang di hotel ini pasti kebanyakan berisi orang-orang dari kalangan yang berada di atasnya.
"Tuan, maafkan saya!"
Gabriel menatap Jason sembari meneliti setiap hal dari pria itu setelah itu ia memalingkan wajah ke Nina dan menatap tajam gadis itu untuk sesaat sebelum akhirnya seseorang datang. Itu adalah sosok penanggung jawab yang memberikan arahan untuk pegawai baru.
"Apa yang kau lakukan!-"
Gabriel mengangkat tangannya dan mengisyaratkan agar penanggung jawab pegawai baru itu tak membuat keributan.
"Tidak apa. Aku yang tidak hati-hati. Kau bisa kembali" bisik Gabriel pada penangung jawab itu. Setelah itu ia kembali dan sedikit berbisik menyindir kepada Jason dan Nina.
"Pegawai baru sebaiknya bekerja tanpa suara" ucap Gabriel dengan dingin tanpa perlu menghadapkan wajahnya kepada lawan bicaranya lalu ia pergi dengan perasaan cukup puas karena telah menegur langsung keduanya meski ia hanya berniat untuk menegur Jason seorang.
"Sekali lagi, maafkan saya tuan" ucap Jason pada Gabriel namun di abaikan.
"Nin, aku ngepel ke sana ya" ucap Jason dan ia pun berpisah dengan Nina yang hanya memberikan anggukan. Ia tak berani bicara sejak Gabriel menatapnya begitu tajam. Bahkan ketika Gabriel melihatnya, Nina langsung menundukan kepalanya. Ia sendiri juga tidak tau dengan posisi Gabriel disana atau siapa orang yang menatapnya itu tadi. Jadi Nina hanya berfikir seperti Jason yang hanya menyangka jika tadi orang mengerikan tadi mungkin salah satu tamu spesial di hotel atau salah satu penanggung jawab suatu divisi di hotel itu. Yang pasti Nina tak ingin memberikan kesan buruk dan kembali bekerja dengan mulut rapat. Ia lebih baik menjadi bisu daripada kehilangan pekerjaannya sekarang.
Setelah seharian dari pagi sampai sore. Nina akhirnya kembali ke Mess. Ia memasuki kamar yang akan ditempatinya selama bekerja dan masih terkagum-kagum karena meskipun itu kamar yang disediakan untuk pegawai, tapi kamar itu seperti kamar hotel, meski hanya sekelas kamar ekonomi yang murah, tapi fasilitas di dalamnya cukup lengkap seperti ada kasur dan kamar mandi sendiri di dalam.
Nina pun memutuskan mandi lalu istirahat sejenak. Ia membaringkan tubuhnya di kasur berukuran satu orang itu dan termenung sebentar. Ia mengingat Giselle yang biasanya tengah gendong atau mereka tidur bersama.
"Apakah Elle menangis ya?" Gumam Nina. Ia tak kuasa memikirkan Giselle yang menangis mencarinya. Ia juga khawatir jika mamahnya kesulitan dengan Giselle jadi ia mengambil ponselnya dan memutuskan untuk menghubungi mamahnya.
"Mamah. Dimana Elle?"
[Elle udah tidur tuh, pules banget abis minum susu]
Seketika Nina merasa lega mendengarnya apalagi ketika mamahnya menunjukan wajah Elle yang sudah tidur dengan wajah polosnya seolah putri kecilnya itu memahami perasaan ibunya sekarang, atau mungkin Elle kecil memilih tidur agar bisa bertemu ibunya di dalam mimpinya.
"Mamah gak kenapa-kenapa kan?, Elle rewel gak?" Tanya Nina yang masih sedikit khawatir.
[Enggak. Kamu kaya gak tau Elle aja. Dia kan anak yang kalem mirip kamu. Udah gak usah cemasin Elle atau mamah. Kamu fokus kerja aja]
"Iya, Mah. Makasih ya udah bantu Nina ngurusin Elle"
[Iya. Terus kamu gimana kerjanya?. Jadi office girl gitu, emang gak cape?]
Mamahnya nampak tak begitu suka Nina bekerja sebagai office girl, namun harus bagaimana lagi?. Ia harus bekerja untuk mendapatkan uang. Ia tak memperdulikan rasa malunya. Lagipula dia bekerja jujur dna tidak mencuri, jadi Nina menjalankannya dengan penuh semangat walau lelah karena ia harus membersihkan banyak lantai di hotel yang harus selalu bersih. Nina tak dapat mengeluh karena tak ada pekerjaan yang tak lelah.
Keduanya pun berbincang selama tiga puluh menit sebelum akhirnya Nina mengakhiri panggilan karena ia ingin tidur dan istirahat sebelum akhirnya ia harus bangun pagi-pagi sekali untuk shifnya.
Tok!. Tok!.
Baru saja Nina menutup matanya, seseorang mengetuk pintu kamarnya. Jadi mau tak mau, Nina bangun dan melihat siapa yang mengetuk pintu kamarnya.
"Jason?"
"Hai. Mau cari makan bareng gak?. Kita bebas kalo malem jam segini"
Nina mengerutkan dahinya. Sebenarnya ia sudah cukup kenyang karena telah mendapatkan makan pagi dan siang untuk pegawai, namun ketika Jason melanjutkan kata-katanya. Nina seketika menjadi lapar kembali.
"Beberapa pegawai disini sering makan di resto murah di sebelah, katanya menu satenya enak. Kamu mau ikut gak?" Tanya Jason dan Nina pun mengangguk.