Karena kasus pembunuhan di hotelnya. Gabriel terpaksa harus mengawasi hotel untuk sementara waktu sehingga ia meminta kamar khusus untuknya. Dan tanpa waktu lama, sebuah presidential suit pun telah disiapkan untuknya. Itu adalah sebuah kamar mewah yang sangat nyaman, tapi sayangnya kamar nyaman itu tetap tak membuat Gabriel yang menempatinya merasa nyaman. Setelah sehari berlalu, ia langsung disibukan dengan rating hotel yang mengalami penurunan. Ia juga sibuk mengurus hubungan kerjasama antar hotel baik. Ia berusaha keras untuk tetap menjaga nama baik hotel itu agar tetap menjadi hotel terbaik di jakarta untuk dituju.
"Tuan, sudah larut. Sebaiknya anda istirahat dulu. Sisanya saya yang akan kerjakan"
Gabriel menarik nafas. Ia melihat jam di tangannya dan baru sadar jika waktu telah memasuki tengah malam. Gabriel pun memghela nafas dan meregangkan tubuhnya. Ia bersandar di sofa dan memejamkan matanya. Kepalanya pusing dan perutnya lapar karena belum memakan apapun sejak siang tadi.
Gabriel lalu menyambar telpon kabel yang ada di meja sebelahnya dan meminta agar dibawakan makan malam ke suit-nya.
"Rob, kau mau makan juga?" Tanya Gabriel pada asistennya, Robin.
"Tidak perlu, tuan. Terimakasih. Saya sudah makan tadi"
"Baiklah"
"Kalau begitu saya permisi, tuan Gabriel. Selamat malam dan selamat istirahat"
"Ya"
Beberapa menit kemudian, makan malam yang diminta Gabriel datang. Ia memandang makanan yang satu persatu dihidangkan di atas mejanya oleh seorang butler khusus, walaupun makanan yang diminta Gabriel hari ini adalah random karena ia tak terpikirkan ingin makan apa. Fikirannya terlalu lelah untuk memikirkan keinginan perut dan lidahnya. Jadi ia tadi hanya meminta dibawakan makan malam. Apapun menunya, ia akan memakannya.
Meski permintaan itu random, tentu saja ia tidak dihidangkan sembarangan makanan. Hotel itu memiliki koki terbaik di jakarta jadi ia pun dibuatkan masakan terbaik juga sesuai dengan selera yang diketahui para koki tentang pemilik hotel mewah tempat mereka dipekerjakan.
Karena sudah malam, jadi para koki menyiapkan hidangan yang tidak terlalu berat untuk pencernaan.
Di atas meja kini sudah tersedia kari dengan cara pengolahan ala diet herbal Tiongkok yang menyertakan rempah-rempah dan bahan herbal lainnya, salad, dan beberapa hidangan penutup.
"Kari ..." gumam Gabriel. Ingatannya melayang ke waktu dirinya makan siang ke restorannya kemarin. Ia masih ingat jelas jika ia memesan fettucine, namun yang datang ke mejanya justru kari.
"Oh benar. Pegawai itu salah memberikan pesanan untukku. Siapa namanya ... Rey ... Nan ... oh!, Nina!. Nina Rayna"
Setelah menyebut nama itu. Gabriel merasakan ada sesuatu yang aneh pada dirinya. Perasaannya seperti di aduk. Ada sebuah perasaan sedih dan marah. Tapi ia tak tau kenapa perasaan itu terjadi padanya?. Bahkan saat ia berusaha mengingat wajah pegawai bernama Nina itu, Gabriel merasa kepalanya seperti dihantam sebuah besi keras. Gambaran sebuah kecelakaan sebuah bus yang menabrak sebuah kendaraan kecil melayang di kepalanya seperti bulu-bulu yang berhamburan. Begitu lembut dan berantakan.
"Siapa Nina Rayna?. Kenapa aku merasa familiar dengan nama dan wajah itu?. Apa aku mengenalnya?. Apa dia mengenalku?. Tapi jika dia mengenalku, dia tidak mungkin bersikap seperti pegawai tadi kan?"
Semakin difikirkan, kepala Gabriel semakin dilanda rasa sakit yang luar biasa. Ia mendadak merasa mual dan memilih memejamkan matanya lagi. Gabriel pun tertidur sembari membawa bayangan wajah pegawai bernama Nina kedalam alam bawah sadarnya.
"Nina ... sampai kapanpun. Aku akan tetap mencintaimu" igaunya dalam tidur.
***
Setelah membaca email itu peringatan itu, Nina mendadak panas dingin. Jatuh temponya adalah tanggal satu bulan depan sementara dirinya masih belum mendapatkan pekerjaan baru untuk menambah penghasilan. Nina masih menunggu penuh harap info loker dari Arista yang belum juga memberikan jawaban karena ia memiliki masalah di tempat kerjanya sehingga Nina dan Arista belum berhubungan lagi karena kesibukan Arista yang membuatnya tak bisa memegang ponsel lebih dari beberapa menit saja.
Nina menghela nafas dan memasukan ponselnya lagi karena waktu istirahat siangnya sudah habis. Ia harus melanjutkan pekerjaannya. Di hari minggu, Nina diperbolehkan bekerja dari pagi sampai malam dengan tambahan bonus upah, jadi ia tak boleh menyia-nyiakan kesempatan itu walaupun kemarin ia mendapatkan sedikit teguran karena ia salah memberikan pesanan ke pelanggan.
Nina cukup bersyukur karena pelanggan itu nampaknya orang baik karena ia tak memaki Nina di depan umum dan hanya menyampaikan keluhannya langsung pada manager sehingga Nina hanya mendapatkan teguran dan tak sampai dipecat.
"Nina, tolong antarkan pesanan ini ke meja no. 3"
"Baik!" Jawab Nina. Ia segera mengambil nampan berisi pesanan pelanggan di No. 3 lalu mengantarkannya.
"Permisi, nyonya. Ini pesanan anda" ucap Nina sembari menata semua pesanan di meja, "selamat menikmati. Permisi" ucao Nina lagi setelah selesai lalu pergi begitu saja tanpa ia sadari jika seseorang di meja dalam ruang khusus sejak tadi terus mengawasi sosoknya.
Gabriel. Semenjak dirinya merasakan perasaan aneh akibat seorang pegawai yang salah memberikan pesanannya. Ia kembali datang ke restorannya hanya untuk melihat sosok Nina yang terus mengusik benak fikiran dan ingatannya yang agak kacau.
Dengan memesan tempat khusus dan tanpa membuka jati dirinya di resto keluarga miliknya sendiri itu. Gabriel berpura-pura seperti seorang mahasiswa yang tengah disibukan oleh tugas akhirnya padahal semua kertas dokumen itu adalah pekerjaan yang harus ia selesaikan. Ia memakai kacamata bulat dan membuat rambutnya agak berantakan, meski penampilan urakannya itu tak menghilangkan ketampanannya yang memiliki wajah blasteran Asia-Eropa itu.
Sembari mengerjakan pekerjaannya, Gabriel terus memperhatikan Nina yang sangat cekatan itu. Dengan teliti, Gabriel langsung dapat menangkap dan menebak kepribadian Nina. Ia adalah sosok gadis keras kepala yang pantang menyerah, dan perfeksionis, namun agak ceroboh juga kaku. Nina seperti tanah liat yang terlihat keras namun dapat dirubah bentuknya karena ternyata ia lunak. Tapi kau tidak bisa asal membentuknya karena jika sudah terbentuk, maka ia akan keras dan tetap teguh pada bentuknya. Tapi jika kau sudah terlanjur membentuknya dan salah, kau harus terpaksa menghancurkannya menjadi serpihan sebelum akhirnya kau bisa kembali membentuk ulang dengan susah payah.
"Permisi tuan, apakah anda ingin memesan lagi?" Tanya Nina yang sudah berada di hadapan Gabriel sementara Gabriel hanya fokus pada dokumennya untuk menghilangkan kesan memperhatikan pegawai bernama Nina itu.
"Tolong ekspresso satu dan sandwich"
"Baik. Apakah ada tambahan lagi, tuan?" Tanya Nina sembari fokus mencatat pesanan.
"Sandwich yang ekstra pedas" tambah Gabriel karena ia sangat butuh hidangan pembangkit seleranya itu.
Nina segera mencatatnya, namun beberapa detik kemudian Nina mengerutkan alisnya. Nina merasa ada yang salah. Ia ingin mengatakan sesuatu tapi ia takut karena posisinya hanya seorang pegawai yang bahkan hanya bekerja paruh waktu disana.
"Apa kau memiliki masalah dengan kakimu?" Ucap Gabriel tiba-tiba karena ia tak melihat Nina beranjak dari tempatnya berdiri.
Nina terkejut dan segera melangkah untuk menunjukan dirinya baik-baik saja, tapi bukan itu yang ingin ia tunjukan. Nina ingin mengatakan sesuatu pada pelanggannya itu dan akhirnya ia memberanikan diri.
"Saya ulangi pesanan anda tuan untuk memastikannya. Ekspresso satu dan sandwich extra pedas, benar?"
"Ya"
"Um. Anu ... maaf tuan. Sa-saya hanya menyarankan secara pribadi. Jadi tolong jangan bawa nama restoran ini jika amda tidak nyaman dengan kata-kata saran saya"
"Apa yang ingin kamu katakan?. Saya sibuk. Cepat katakan"
"Sebaiknya anda tidak menambahkan extra pedas tuan. Terlebih anda meminum kopi, itu akan menjadi kombinasi yang buruk untuk pencernaan anda. Maaf jika saya lancang dan mengganggu anda-"
"Ganti ..." potong Gabriel.
"Eh?"
"Pilihkan menu yang cocok untuk sandwich ekstra pedas itu. Aku butuh sesuatu untuk staminaku. Semua tugas ini harus segera ku selesaikan"
Nina tergagap dan sedikit terkejut, tapi ia segera paham dan langsung menyarankan beberapa menu dengan kombinasi bagus untuk pencernaan untuk ukuran mahasiswa yang menurutnya sangat sering menunda makan karena aibuk dengan tugas-tugasnya.
"Baik. Kau bisa bawakan itu untukku" ucap Gabriel yang sebenarnya cukup kagum dengan keberanian Nina. Ia bahkan mendapatkan ide baru untuk pengembangan menu di restorannya.
Setelah Nina pergi. Gabriel membaca sedikit informasi pegawai itu. "Ternyata dia hanya part time disini. Apa dia kuliah?" Gumamnya. Gabriel bertanya-tanya karena informasi tentang pendidikannya yang ia gunakan untuk melamar part time adalah SMA sehingga Gabriel berfikir jika Nina mungkin masih mahasiswa tahun kedua?. Dan dari wawasan Nina tentang menu makanan tadi, Gabriel menebak, mungkin Nina berkuliah jurusan tata boga dan menggeluti mata kuliah khusus seperti Gastronomi atau ilmu gizi?.
Waktu berlalu begitu cepat. Matahari pun telah pulang dan menyerahkan langit pada malam. Sementara itu, Gabriel masih berada di dalam mobilnya. Ia baru keluar dari resto sekitar jam empat sore karena ia juga tak enak jika terus-terusan di resto hanya untuk memperhatikan seorang pegawai disana. Ia juga takut Nina menyadari dirinya yang mengawasinya dan justru membuatnya risih sehingga mengakibatkan berkurangnya keefisienan kinerjanya karena merasa di awasi oleh orang asing yang tak dikenalnya. Jadi Gabriel memilih menunggu di dalam mobilnya sampai Nina keluar untuk pulang. Ia ingin tau, apakah Nina mahasiswa yang memilih tinggal di kos-kosan dekat sana atau tidak. Walau pada dasarnya, Gabriel sebenarnya hanya penasaran dengan tempat tinggal Nina. Ditambah hari sudah malam dan ia ingin memastikan jika Nina pulang dengan selamat. Anggap saja ini adalah rasa terimakasihnya karena Nina sudah memperhatikan kondisi kesehatannya dengan menyarankan menu lain siang tadi, saat ia memesan kopi dan sandwich pedas.
Setelah memasuki sebuah kompleks perumahan, Gabriel merasa tak asing dengan tempat itu. Ia merasa seperti pernah melakukan hal yang sama seperti yang ia lakukan saat ini. Ada sebuah perasaan deja vu ketika ia mengikuti Nina diam-diam ke rumahnya.
"Siapa Nina sebenarnya?"