Hari Senin yang ditunggu-tunggu Adrew pun tiba, ia melakukan banyak pengamatan pada perusahaan barunya dan melihat sekeliling. Sebenarnya ia tak terlalu tertarik dengan gedung yang lebih kecil dari rumahnya bahkan, tetapi ia menghargai itu. Ia juga berteman dengan orang-orang yang terlahir dengan kesederhanaannya,dan Adrew melihat semua yang tampak merupakan perjuangan yang mungkin tidak bisa ia lakukan jika ada di posisi mereka.
Adrew sebenarnya mencari dimana orang yang ia rindukan selama ini, Annisa Rahma, sang pujaan hatinya. Entah apa yang ia lakukan ketika ia nanti bertemu dengan sosok itu, mungkin ia akan malu sebab ialah yang menjadi alasan Annisa kehilangan penglihatannya. Akan tetapi ia tak akan menyalahkan dirinya sendiri, ia tak pernah berharap itu terjadi pada Annisa, ia pun sudah berusaha untuk menolongnya.
Saat ia mendapat kabar vahwa Annisa buta karena bullying yang dilakukan Celsea dan kawan-kawan, ia menangis dan kakak iparnya Mei menemukannya. Ia dan kakak iparnya memang sangat akrab bahkan melebihi dengan kakaknya sendiri, Mei memang sudah seperti ibu ketiga, yang pertama ibu kandungnya, kedua pengasuhnya yang sudah balik kampung dan menghabiskan masa tua di sana, lalu yang terakhir Mei, kakak iparnya yang lembut.
Mei menasihatinya ketika ia menyesali semua yang terjadi, menyalahkan diri dan merasa putus asa sampai merasa tak layak hidup karena sudah menjadi bagian dari alasan kecelakaan itu. Ia bahkan berniat untuk bunuh diri, tetapi Mei memahamkannya bahwa semua yang terjadi jika itu tidak disebabkan olehnya itu bukan hal yang tepat jika menyalahkannya.
"Lah kamu kenapa, Ad?" tanya Mei.
Ia hendak berjalan menuju tempat jemuran malah melihat adik iparnya mojok sambil sesenggukan, tentu ia kaget karena tak pernah melihat sosok Adrew yang begitu.
Adrew juga menulak untuk membuka tangannya yang meutupi wajahnya, ia tak kuasa memperlihatkan sisi lemahnya itu.
"Aku udah jahat, Kak."
"Jahat gimana?" tanya Mei.
"Hiks … aku buat orang buta," jawab Adrew.
Mei terkejut sekaliigus bingung, ia tak mungkin kan menyimpulkan kalau Adrew yang memiliki perangai baik tiba-tiba memiliki jiwa psikopat bergitu. Yah meskipun bisa saja kan Adrew nonton film horror lalu terobsesi macam kasus bocah SD membunuh gara-gara nonton film Cucky.
Intinya sih Mei paham kapasitas otak Adrew tak akan membuatnya sampai ke tahap gila itu, dari segi keluarga juga ia tak tertekan, begitu juga dengan ekonomi, sosial dan semua yang ia miliki, tidak ada potensi untuk menjadikannya psikopat.
Akhirnya Mei mengambil susu coklat hangat dulu untuk menenangkannya, padahal ia akan membuatkan susu untuk anak-anaknya, malah berakir membuatkan susu untuk adik iparnya, si bujang tampan itu.
"Nih, minum dulu biar tenang," ujar Mei menyodorkan segelas susu coklat hangat.
Andai Adrew muslim, mudah membuatnya tenang, tiinggal mengajaknya mengucap istighfar dan doa yang bisa menenangkan hatinya. Akan tetapi karena Adrew non muslim jadi Mei melakukan pendekatan dengan cara yang umum.
Adrew menerimanya dan menyeruputnya sedikit, lalu Mei menyerahkan kacu yang baru kering untuk mengelap air mata Adrew. Kacu atau sapu tangan itu milik keponakan Adrew, masih bau susu dan khas anak bayi yang menyenangkan. Salah satu bau favorit Adrew di dunia ini, bau lembut, manis dan menyenangkan.
"Kamu bisa cerita kalau kiranya bebanmu terlalu berat," ujar Mei.
Adrew diam sejenak, "Jadi … aku gak tau gimana ini bisa aterjaadi, tetapi yang aku tau ada seorang gadis yang sangat terobsesi denganku dan dia membully seseorang sampai dia mengalami kebutaan."
Mei terkejut bukan main, kejadian ini pasti sangat membuat Adrew merasa bersalah mengingat bagaimana ia sebagai seorang perempuan yang merasakanperasaan lebih baik dari pria.
"Ya Allah, kok jadi gitu?" tanya Mei prihatin.
"Maka dari itu, ini salahku …."
"No, tentu saja bukan gitu konsepnya, Ad. Kamu gak menginginkan gadis itu menyukaimu kan?"
"Iya tapi aku adalah alasan mereka melakukan itu," bantah Adrew.
Mei mengerti, saat ini emosi Adrew tidak stabil dan ia sedang menyesali ssesuatu.
"Kenapa gadis itu dibully?"
Adrew bingung ditanya begitu, tetapi ia juga tak tau tepatnya, ia hanya menyukai Annisa dan ia baru saja beberapa kali menunjukan keperduliannya dengan Annisa, tetapi itu sudah menjadi bencana bagi gadis itu.
"Mungkin karena aku menyukainya, tidak … bahkan aku mencintainy, aku memberi perhatian khusus beberapa kali dan ia sudah dijadikan musuh olehgadis yang terobsesi denganku."
"Gadis itu punya backing kuat?" tanya Mei lagi.
Ia cukup tajam jika berhubungan dengan kepribadian seseorang, sebenarnya ia tak belajar ilmu psikologi, hanya suka mengamati dan sering tepat sasaran melalui kacamata umum. Meski dalam beberapa kasus analisanya tidak tepat karena tidak semua orang sama, tentu saja.
"Iya, makanya dia tanpa takut. Bahkan ia berhasil lolos dari tuntutanku waktu itu dan melakukan negosiasi dengan Papi. Kakak tau kan gimana Papi, dia selalu mengutamakan bisnis di atas moral," ujar Adrew kecewa.
"Yah, tapi tetap saja kasus ini bukan salahmu sepenuhnya."
"Ini jelas salahku, kalau aku gak suka sama gadis itu, dia gak bakal buta kayak sekarang."
Mei mengangguk mengerti, "Ini terakhir aku kasih tau kamu kalau kamu gak sepenuhnya salah dalam kasus ini, Ad. Kalau kamu ngerasa ini salahmu, lalu apakah kamu ingin menyalahkan Mami dan Papimu yang melahirkanmu, sehingga harusnya kalau gak ada kamu gadis itu gak akan buta sekarang."
Logika itu sangat masuk akal dan Adrew tak mampu menyangkalnya, ia tau apa yang dikatakan Mei benar tetapi itu bukan hal yang bisa membuatnya berhenti merasa bersalah kan.
"Tapi itu tetap gak bisa buat aku berhenti merasa bersalah," ujar Adrew.
"Lalu kenapa kamu gak coba buat memberi yang terbaik untuk gadis itu, mungkin kamu bisa bantu cari donor mata—maksudnya dari orang yang baru saja meninggal, karena jangan sampai kamu ngambil mata orang yang masih hidup, gak ada orang yang gak mau melihat indahnya dunia."
Benar apa kata Mei, kalau ia benar merasa bersalah, harusnya itu menjadi bagian dari hal penting yang bisa ia jalankan dengan baik.
"Iya Kak, makasih sarannya …."
Mei memang orang yang baik, bisa menjadi sahabat yang selalu menerima curhatannya yang mungkin tidak diketahui kakaknya sendiri atau bahkan kedua orang tuanya. Memang terkadang kalau kita tidak akrab dengan orang tua, kita butuh seseorang yang baik dalam menjaga rahadia dan bijak memberi saran. Sosok inilah yang Adrew temukan di dalam diri kakak iparnya.
Ia jadi berterima kasih pada kakaknya yang sudah membuatnya memiliki kakak ipar sebaik Mei, ia jadi lega kalau memiliki masalah tidak dipikir sendiri dan overthingking yang membuatnya setres tak berkesudahan. untung saja tidak sampai gila atau bunuh diri.