Chereads / Gadis Buta Milik CEO / Chapter 13 - Telpon dari Annisa

Chapter 13 - Telpon dari Annisa

Annisa menata barang-barangnya di lemari dengan arahan ibunya dan nalurinya dengan bantuan sentuhan untuk mengenali tekstur. Sementara itu Eni masih belum sreg dengan apa yang terjadi pada mereka, ruangan flat itu terlalu mahal untuk mereka yang hanya memiliki uang di bawah 2.000.000,- itu, rasanya sangat tidak masuk akal. Ini membuatnya khawatir, sepertinya ia harus tau siapa Kris sebenarnya.

"Kalau temenmu itu gak keberatan, kita bisa ketemu nggak ya, Nis?" tanya Eni pada putrinya.

Annisa yang sedang mengelap bingkai foto pun menghentikan kegiatannya, "Temen yang mana?"

"Yang Kris itu, Ibu mau berterima kasih atas kebaikannya akhirnya kita bisa tinggal ditempat yang layak dengan harga murah."

"Alhamdulillah, iya Bu. Nanti coba aku telepon dia siapa tau dia lagi kosong waktunya," ujar Annisa sebelum melanjutkan pekerjaannya.

Ia sebenarnya juga merasa curiga dengan Kris, tetapi ia senngaja menutupinya, mungkin saja si Kris ini hanya simpatik padanya yang buta dan miskin, sehingga ia menawarkan mereka kebaikan.

+++

Entah sudah berapa hari Adrew tidak pulang, mungkin dua hari. Ia selalu bermalam di kantor seolah kantor sudah menjadi rumah baginya. Ia tak perduli dengan hal lain, sekarang sekitar jam lima subuh pagi, ia akan tidur setelah begadang tadi malam karena ada problem di kantor cabang.

Akan tetapi sebelum sempat memejamkan mata ia malah terkejut dengan suara telpon yang membuatnya terlonjak bangun dari tidurnya. Ia sugguh kesal, lalu membuka ponselnya dengan mata yang hamper tertutup sampai tak membaca siapa yang menelpon.

"Selamat Pagi, Mas Kris, maaf yah mengganggu. Ini Annisa, masih ingat, kan?"

Mata Adrew langsung terbuka lebar, kantuknya mendadak hilang dan ia langsung terduduk di atas kasur yang ada di kamar pribadinya.

"Selamat Pe—pagi, Annisa, tentu saya gak lupa. Kamu ada apa yah nelpon?" tanya Adrew anya balik.

"Maaf, saya … em maaf kayaknya saya mau ngerepotin Mas Kris lagi," ujarnya.

"Gimana maksudnya, bilang aja gak papa," ujar Kris.

"Ibu saya mau mengucapkan terima kasih secara langsung sama Mas Kris, soalnya kami sudah mulai menempati kontrakan milik keluarga Mas Kris mulai kemarin pagi. Jadi Ibu mau bertemu dan mengucapkan terima kasih sama Mas. Kira-kira Mas Kris bisa ndak, ya?"

Adrew terkejut, apa yang harus ia lakukan, apa ini saatnya ia mengungkap identitasnya, atau menolak saja. Akan tetapi ia belum tentu bisa untuk menemui mereka dan belum bersiap tentang kemungkinan yang ada nanti, kalau ia sampai dijauhi dan diusir lagi seperti dulu bagaimana.

Pemikiran negative itu kian memenuhi pikiran Adrew, hingga suara Annisa kembali mengintrupsinya.

"Em … kalau sekiranya tidak sempat itu tidak masalah bagi saya, saya akan menjelaskan pada Ibu," ujar Annisa.

Adrew kembali terkejut, "Eh iya nih Annisa, ingin sih ketemu kalian, tapi saya lagi di luar negeri soalnya, jadi gak bisa."

"Oh gitu, ya udah gak papa. Selamat pagi, maaf yah ganggu."

"Enggak ganggu kok, gak papa Annisa, santai aja."

"Iya. Izin tutup telpon," ujar Annisa sebelum menutup panggilan itu.

"Eh tunggu …."

"Ada apa, Mas?"

"Em minta maaf karena belum bisa nemuin Ibumu," ujar Adrew.

"Iya ndak papa Mas, santai aja," balas Annisa meniru Adrew.

"Hehe oke, nanti kita atur ulang jadwalnya ya."

Gara-gara telpon itu Adrew jadi tak bisa tidur dan ia menyibukan dirinya dengan dokumen-dokumen lagi. Sampai jam kerja kantor kembali datang, ketika Kevin masuk ke dalam ruangan bosnya ia terkejut melihat tampilan bosnya yang sangat mengerikan.

"Boss, mending mandi dulu gih, minimal cuci muka," ujar Kevin prihatin.

Adrew mendonngak dan mendapati Kevin menatapnya seolah ia sedang mencium bau tidak sedap dari tubuhnya.

"Sialan lo, pagi banget dateng," gumam Adrew.

Kevin sontak terkejut bukan main, "Boss, maaf yah, ini udah pagi. Lihat nih jam berapa?" ujarnya menunjuk jam tangannya di depan Adrew.

Adrew menguap dan melihat bahwa sudahpukul 7.12 WIB, ia sampai lupa kalau gorden otomatis kantornya juga sudah terbuka otomatis ketika cahaya matahari masuk.

"Eh … tapi ini seriusan, Boss keliatan banget gak tidur."

"Oh ya?"

Adrew langsung menggunakan ponselnya untuk berkaca, ia terkejut melihat kantung mata di kedua bawah kelopak matanya menghitam.

"Padahal cuma begadang semalem," gumam Adrew beranjak dari duduknya dan pergi ke kamar mandi.

Sementara Kevin merapihkan meja Adrew dan meminta OB atau OG untuk mengantari bos mereka segelas kopi dan mencarikan sarapan yang biasanya dimakan oleh bosnya itu. Kevin kesal dengan sifat bosnya yang sulit dinasihati, padahal ia sering bagadang, seharusnya ia menguranginya agar tak mati cepat.

Adrew tetap menjalani jadwalnya dengan baik, sungguh ia ingin sekali menyanggupi ajakan ibu Annisa untuk bertemu, tetapi mana bisa begitu. Eni sudah memintanya pergi dan ia sudah tak memiliki ruang di hati perempuan itu, bagaimana bisa ia menemui mereka suatu hari. Apalagi dalam waktu dekat, ia tak akan siap untuk diusir lagi oleh Eni.

Lebih baik ia menjaga Annisa dari jauh daripada harus merasakan tak enaknya diusir sebelum berjuang. Ia ingin mencintai Annisa, menjaganya dan memilikinya jika bisa. Akan tetapi memiliki Annisa adalah kemewahan yang tak bisa ia miliki meski ia mungkin bisa membeli setengah dari dunia ini. Sayang sekali, ia tak bisa melakukan banyak hal secara terang-terangan.

Kali ini ia melakukan pertemuan besar untuk merancang produk mobil barunya yang melibatkan kecanggihan AI atau kecerdasan buatan. Ia bekerjasama dengan teman-temannya yang ada di Amerika saat kuliah, ia memiliki teman satu gedung apartemen yang mengambil jurusan Robotik dan yang satunya mengambil jurusan Teknologi Informatika. Mereka bertiga berkaloborasi untuk menciptakan produk, apalagi Adrew sudah melihat bagaimana kemampuan mereka saat kuliah dulu.

Ia pernah diperlihatkan hasil skripsi Jonas yang mengambil jurusan TI itu, ia memiliki ide untuk membuat mobil otomatis yang sudah ada sebelumnya tetapi ia mengembangkannya. Dibantu oleh Akatsuki yang berasal dari Jepang dan mengambil jurusan Robotik, ia memang ahli dalam implementasi mesinnya.

Sebenarnya ia sudah mendapat tentangan dari pihak perusahaan mengenai proyek ini, akan tetap ia tetap pada rencananya yang sudah matang dan menjalankan idenya bersama kedua rekannya itu. Ia juga bernegosiasi dengan pemerintah untuk membant perizinan terhadap penggunaan nikel di Indonesia yang sangat berguna untuk produk utama mereka, yakni tidak menggunakan bensin tetapi listrik yang nantinya akan dicas bukan diisi bensin.

Awalnya pemerintah pun meragukannya, tetapi Adrew melancarkan negosiasi sadisnya yangmenyindir pihak penguasa dengan sindiran agar para pemerintah lebih baik membantu perusahaan lokal daripada memberikan sumber daya ke luar negeri dengan harga tak setara dengan kehilangan sumber daya itu. Ini mengapa Indonesia sulit berkembang, sebab kekayaan kita digunakan untuk membuat kaya orang Barat.

Kebenaran itu juga dibantah oleh pihak penguasa, tetapi sekali lagi Adrew yang akan menyebarkan kebobrokan sistem mereka dan membuat rakyat berkoalisi dengan perusahaannya untuk menurunkan penguasa saat ini. Akhirnya pemerintah tak bisa menolak Adrew dan menyetujui apa yang Adrew inginkan. Ini sudah terjadi bahwa jika macam-maacam dengan perusaan Rexan Corp, penguasa siapapun itu akan tumbang dengan mudah di bawah kaki mereka. Dan dalam permainan mereka yang cantik itu.

Adrew sudah belajar banyak mengenai dunia bisnis, makanya ayahnya selalu menegaskan bahwa ia harus belajar politik juga agar para penguasa tidak macam-macam dengannya. Saat kita ingin menghadapi musuh, kita harus tau kelemahannya untuk membuat mereka terjebak dan tak bisa berkuttik dalam sudut tekanan yang kita siapkan. Toh niat Adrew baik, ia ingin bersama membawa para tenaga IT di Indonesia dalam proyek ini, dan semuanya terwujud.

Kini di hadapan para tenaga IT hebat terpilih di Indonesia, ia merangkul mereka dalam proyek ini untuk mewujudkan kemajuan bersama. Ia agak prihatin dengan kenyataan pahit bahwa para tenaga IT di Indonesia tidak terlalu mendapatkan tempat dan penghargaan. Wajar jika mereka rela dipekerjakan oleh negara lain karena ia lebih dihargai di sana.

Ia mengungkapkan ide luar biasanya itu bersama dua temannya itu lalu membiarkan mereka bicara dalam Bahasa IT mereka dan ia memaparkan dalam sudut pandang bisnis dan fakta keuntungan yang bisa mereka dapat ketika menjalani proyek ini. Ia sadar kalau proyek ini merupaakan proyek paling berani yang ia jalankan, tetapi bersama mereka semua ia optimis akan berhasil 100%.

Semua yang ada di ruangan itu merasa tersanjung dengan cara Adrew berpikir, ia adalah aset terbesar bagi negeri. Memiliki pemuda yang selalu memikirkan pembaharuan, itu sangat langka daripada para pemuda egois yang memikirkan diri sendiri dan sibuk mencari materi untuk flexing sana sini. Adrew juga memaparkan bahwa ia sebenarnya ingin membangun tim IT itu menjadi kesatuan yang bisa dikumpulkan membuat suatu yang luar biasa lainnya. Akan tetapi ia akan memulai dengan proyek mobil itu dan membawanya pada pintu keberhasilan.

Persaingan itu nyata, bahwa ada perusahaan lain yang juga memiliki proyek yang sama, tetapi ia dengan konsisten menjalankannya dengan baik dan semangat yang tinggi. Meski ia tau bahwa saat di awal semangat itu bisa saja membara dan nanti ketika menemui masalah bisa saja turun drastis, maka ia akan menemui jalan yang lebih baik dari itu, minimal ia akan menemui kebaikan yang nyata tentang pengalaman.

+++

Annisa merasa ibunya masih saja kecewa saat ia pulang. Ibunya kecewa tak bisa bertemu dengan Kris, tetapi ia sudah jelaskan kalau Kris sedang ada di luar negeri.

"Ibu masih sedih gak bisa ketemu Kris?" tanyanya polos.

Eni terkekeh, "Enggak, Ibu cuma masih berpikir, kira-kira siapa orang baik itu dan Ibu takut ada motif lain."

Annisa juga terkekeh, "Ah Ibu, dia baik ya baik aja. Kebanyakn nonton sinetron sih, jadi curigaan."

Padahal Annisa pun merasakan itu, hanya ia tak ingin ibunya berpikir macam-macam.

"Ibu ccuma waspada …."

"Iya, ngerti kok. Tapi jangan dipikirin terus, nanti Ibu pusing."

"Iya, deh."

Kini mereka sedang membuat banyak rolade, tahu isi dan berbagai makanan lain yang akan dititipkan ke warung-warung. Mereka sangat rajin untuk membuat makanan, makanya menjadi bisnis yang sukses seperti sekarang, pun masakan Eni memang enak, jadi banyak yang suka dan menjadi langganan.

Meski mereka pindah-pindah, Eni memang menerima pesanan online dimana ia bersedia untuk COD bahkan mengantar sampai rumah. Ia memang sudah memiliki usaha sejak anak-anaknya masih kecil, hingga suaminya meninggal dan ia menghidupi keluarganya dengan penuh tanggungjawab.

Itu yang dipelajari Annisa dari ibunya yang selalu optimis dan tabah dalam menghadapi segala macam cobaan yang ada. Ia tak ingin ada yang ia keluhkan meski ia memiliki kekurangan yang layak ia keluhkan. Akan tetapi ia bersyukur bahwa ia memiliki Eni di sisinya yang selalu menjadi tempatnya pulang, tempatnya mendapatkan kasih sayang yang tiada duanya. Ia akan selalu berusaha kuat, demi dirinya sendiri dan ibunya.

Tak bisa dipungkiri bahwa Annisa juga curiga dengan Kris ini, siapa sebenarnya ia dan apakah dia punya maksud lain. Hingga ketika ia bertemu dengan Bu Tati, ia bertanya padanya, siapa Kris sebenarnya.

"Mau berangkat, Annisa?" tanya Bu Tati saat melihat Annisa akan berangkat kerja.

"Iya Bu, selamat pagi."

"Selamat pagi juga," balas Bu Tati.

Wanita itu menatap Annisa dengan ngeri saat Annisa menuruni tangga, ia teringat kata Kevin kalau ia harus menjaga Annisa dan ibunya dengan baik. Jadi perannya sekarang jadi pengasauh juga, kan?

Annisa tau Bu Tati menatapnya, lalu ia tersenyum pada Bu Tati hingga ia sampai di tangga terakhir.

"Butuh bantuan gak Neng?" tanya Bu Tati.

"Oh enggak, Bu. Makasih, saya sudah terbiasa alhamdulillah," jawab Annisa dengan nada yang menyenangkan.

"Syukurlah …."

Mendengar langkah kaki Bu Tati akan pergi, Annis ajadi ingat perihal Kris yang ingin ia tau, mungkin jika bertannya tentang Kris pada Bu Tati itu akan efektif, mengingat Bu Tati merupakan pemilik lama sekaligus pengurusnya di sini.

"Bu tunggu," ujar Annisa.

"Ada apa?" tanya Bu Tati agak malas.

"Anu … Bu Tati tau tentang Kris?"

"Kris?" tanya Bu Tati balik.

"Em, iya saya ingin berterima kasih dengannya secara langsung tetapi beliau sulit ditemui."

"Ya, memang sibuk kali, saya aja gak pernah ketemu."

Annisa terkejut, "Bukannya Kris anak pemilik kontrakan?"

Kini gentian Bu Tati yang terkejut, sebenarnya mengapa bosnya menyembunyikan identitasnya sendiri sih, padahal jika Annisa dan ibunya penting tinggal bilang kan, tetapi sepertinya sulit di posisi mereka untuk membuka semua yang terjadi, atau mereka punya rencana sendiri.

"Dia anak pemilik kontrakan baru, tapi saya belum ketemu cuma pernah denger namanya aja dari Bapak Emaknya," ujarnya dengan logat Betawi seperti kebanyakan orang Jakarta.

Annisa kini mengerti, jadi begitu alurnya.

"Berarti rumah ini belum lama dibeli yah, Bu?" tanya Annisa lebih santai.

"Iya, belum sampe sebulan sih."

"Makanya aturan lama diubah ya, Bu?"

"Iya nih jadi banyak yang keluar," ujar Bu Tati sedih.

Annisa prihatin, "Iya."

Ia kemudian pamit setelah mendapat jawaban kosong dari ibu kontrakan itu, ia sangat bingung sekarang. Faktanya ia juga tak bisa menemukan sumber akurat lagi, kalau telpon Kris lagi ia akan membuat Kris tidak nyaman dan terganggu malah.

Akhirnya ia mengesampingkan rasa penasarannya dan memilih untuk membiarkan semuanya begitu saja, toh Kris juga akan mencarikan mereka waktu untuk bertemu. Sepertinya Kris ini orang yang sibuk, ia harus mengatur jadwal dulu untuk bertemu, jadi ingat cerita yang direkomendasikan oleh kedua sahabatnya untuk didegar dalam bentu audio.