"Kenapa kamu bengong?" tanya Misca pada putra bungsunya itu.
Adrew menoleh dan mendapati sang ibu yang dengan kacamata bacanya duduk di sofa depan TV.
"Daripada galau, sini pijitin Mami."
Adrew menghela nafas, tetapi ia menuruti sang ibu memijitnya. Merasakan pijitan Adrew yang lesu, Misca kemudian menggapai tangan anaknya dan memintanya duduk di sebelahnya. Ketika Adrew sudah duduk di sebalah Misca ia ditanyai perihal apa yang membuat Adrew lunglai dan lesu seperti itu.
"Kenapa sih, cerita sama Mami. Ada masalah sama temen, pacar atau ... guru?" tanya Misca santai.
Adrew menghela nafas, "Enggak ada Mi, cuma butuh refreshing mungkin."
"Beneran, gak mau cerita nih?" tanya Misca memastikan.
Adrew menggeleng lagi, "Enggak, aku serius butuh refreshing."
"Mau resfresing kemana, coba bilang."
"Ke yang deket aja," ujar Adrew.
"Ke yang jauh juga boleh, tapi nunggu kamu liburan."
"Oke Mi, ke Eropa aja?"
"Ke mana, Paris?" tanya Misca.
"Boleh," ujar Adrew simple.
"Sambil mengunjungi keluarga Tante Deva," ujar Misca.
"Oke, gak masalah."
•••
Waktu berlalu, pertandingan basket diadakan. Adrew sebagai tim inti ikut sebagai wakil dari SMA Dizon bersama tim basketnya. Ia hanya anggotanya tapi ia merupakan personil paling menonjol, seolah Adrew menjadi bagian dari visualnya tim basket Dizon.
Jeritan-jeritan siswa-siswi memenuhi lapangan. Tak hanya dari SMA Dizon, lapangan juga dipenuhi oleh siswa-siswi SMA/SMK/MA lain yang akan bertanding. Kebetulan SMA Dizon terpilih menjadi tuan rumah pertandingan tahunan, tahun ini.
Adrew dengan wajah datarnya menggulirkan bola matanya ke sana kemari mencari seseorang yang diharapkan bisa menjadi penyemangat baginya. Lama ia melakukan itu, tetapi belum juga menemukan sosok yang dicari hingga pertandingan pun dimulai.
Tim Dizon belum mendapat giliran, mereka ada diurutan ketiga dari 12 pertandingan pertama.
"Noh!" tunjuk Geo menunjuk bagian paling atas tribun.
Adrew mengikut arah pandangnya dan mendapati gadis yang ia cari berdiri di sana sebagai panitia, ia memakai jas OSIS berwarna biru tua, senada dengan seragam identitas batik dengan rok hitam rample, membuatnya tampak formal. Annisa adalah anggota OSIS yang kebetulan menjadi bagian dari seksi kegiatan pada acara besar itu, sehingga mau tak mau ia ada di acara dari awal sampai akhir.
Annisa terlihat meringis mendengar teriakkan penonton di sisi kanan dan kirinya, hal itu membuat Adrew tersenyum lucu. Selama menjadi pengagum rahasia Annisa, Adrew tau kalau Annisa tak suka keramaian. Ia lebih suka tempat sepi.
Bersama seorang teman OSIS, mereka juga mengenakan kalung tanda pengenal panitia. Annisa terlihat hanya diam dan menanggapi ocehan temannya sesekali.
Selalu begitu, Adrew selalu mendapati Annisa hanya sebagai pendengar yang tak banyak bicara. Tampilannya kalem, bersahaja dan tatapannya teduh. Sosok yang sangat cocok menjadi peneduh bagi hati yang gundah.
"Udah Ad, lo bakalan keliatan banget naksir dia. Dia anggota Rohis juga tau," ujar Geo membuat Adrew semakin tercengang. "Nah lo, kaget kan!"
Adrew menoleh dan mendapati Geo serius, "Tau dari mana lo?" tanyanya.
"Lo gak inget kalo gue itu informan-nya SMA Dizon?" ujar Geo mulai narsis.
"Lambe Turah maksudnya. Emang kenapa kalo anak Rohis?" tanya Adrew membuat Geo mendelik.
"Ah lu beneran peraih juara 1 pararel bukan sih, masa masalah beginian berubah jadi dong?"
Adrew menghela nafas, "Ya udah to the poin gimana, bebelit banget sih jadi orang, heran deh."
Ya lo mikir deh Ad, lu suka sama orang yang gak seiman sama lo, terus udah gitu dia anggota organisasi religi yang lo tau pasti dia kuat banget agamanya. Ditambah lo liat penampilannya, Ukhti-ukhti banget. Pakai hijab, hijabnya lebar lagi. Udah gitu pakaiannya panjang, kadang juga pakai mangset."
"Lo kok tau sampe sedetail itu?" tanya Adrew cemburu.
"Ya kan gue pernah bilang kalo ibunya jualan di depan gang tempat gue tinggal, kadang gue gak sengaja liat kalo yang jaga dia."
"Ya emang kenapa kalo dia pakai pakaian rapet gitu? Gue suka kok sama yang menjaga pakaiannya, sopan dan rapih."
Geo sudah menyerah, ia memilih diam dan membiarkan Adrew dengan khayalan cintanya.
Tak lama giliran tim Dizon yang maju, lapangan sudah ramai tetapi jadi tambah ramai ketika ada tim Dizon yang tanding di lapangan. Poster dukungan sudah memenuhi lapangan, bahkan pendukung dari sekolah lain ikut kagum dengan visual tim Dizon.
Annisa sebenarnya ingin pergi dari sana tetapi ia tak ingin melalaikan tugasnya.
"Gila itu model atau tim basket? Cogan semua," ujar salah satu siswi yang ada di depan Annisa.
Annisa berdiri di belakang tribun SMA Star Light yang berseragam merah maroon kotak-kotak dengan bawahan hitam sedikit kemerahan.
"Iya gile, gue kemana aja baru tau ada tim basket rasa boyband gini. Oppa-oppa gue kalah sama mereka," ujar gadis lain.
"Yeu lu bisa aja milih yang paling ganteng, punya gue itu."
"Dasar Kutu Beras, itu calon suami gue di masa depan."
"Udah gak usah rebutan, mending lo pada cari yang lain aja. Dia udah direstuin Bokap gue."
"Yeu bawa-bawa Bokap lo, orang gue sama dia udah tinggal ijab qobul."
"Udah deh di tim itu cogannya banyak, biarkan mereka jadi impian. Mereka seperti bintang yang bisa dinikmati tanpa bisa digapai."
"Elah nih bocah baca syair gak tau tempat, pulang aja sono lu!"
"Berisik, liat pertandingannya aja napa. Fokus woy!"
Annisa terkikik di belakang, ia melihat ke arah Cinta yang sudah sebal dengan penuturan orang-orang di depannya.
"Nomor punggung tujuh itu siapa, kok pada rebutan gitu?" tanya Annisa pada Cinta.
Cinta shock bukan main, "Lo gak tau dia siapa?" tanyanya.
"Enggak, siapa emang?" tanya Annisa.
"Kak Adrew Christoper Rexan, idolanya anak Dizon. Lu masa gak tau sih?" tanya Cinta heran.
"Oh iya gue baru inget, sering sih disebut-sebut sama Dewi dan Keyla, ternyata seterkenal itu to."
"Bukan seterkenal itu, tapi elonya aja yang kudet bukan main."
Tapi sebentar, sepertinya Annisa tak hanya melihat dan mendengar Adrew dari jauh. Annisa seperti pernah berinteraksi secara nyata dengan sosok itu, tapi dimana.
Annisa tak ingat kalau baru kemarin dibopong dan diberi tumpangan oleh orang terkenal itu, sungguh parah.
"Eh lo katanya kemarin Sabtu pingsan, kenapa lo, kecapean?" tanya Cinta.
"Iya kayaknya, kok lo tau?" tanya Annisa shock.
Pasalnya Cinta itu anak IPA, sementara ia anak Bahasa, jadi sangat jauh, mengapa informasinya bisa sampai ke sana. Ia tak sepopuler itu untuk bisa membuat seluruh sekolah tau atau hanya sekedar mendengar kejadian itu.
Annisa lupa lagi kalau bukan ia yang terkenal, tapi Adrew yang terlalu terkenal sehingga apapun yang menyangkut dia pasti semua anak Dizon tau.
"Lo lupa atau gak ada yang ngasih tau lo sih, kalau yang ngangkat lo ke UKS waktu itu adalah si nomor punggung tujuh itu?!" geram Cinta kesal.
Pernyataan Cinta membuat Annisa menegang terkejut, "Maksud lo?"