Aku bermimpi aku terbangun di tengah-tengah kabut yang sangat gelap. Dengan hanfu berlapis emas dan sebuah pedang Jian. Aku melihat banyak dedaunan-dedaunan kuning melayang terbang menuntunku. Daun-daun itu menuntunku menuju cahaya yang terang. Aku berjalan menyusuri kabut, menuju cahaya yang terang dihadapanku.
Cahaya menyilaukan mataku. Aku tiba di sebuah Pantai yang sangat indah. Lautnya biru muda indah bak berlian. Aku tidak pernah melihat pemandangan seindah ini. Aku melihat sekumpulan wanita bersantai di pinggir pantai. Ada yang duduk, ada yang berdiri. Aku berjalan menghampiri mereka dan salah seorang menoleh dan tersenyum kepadaku
" hai"
Sapanya. Wanita itu mengenakan kain merah yang ia lilit dipinggangnya, dengan belahan yang menampakkan keindahan paha dan betisnya. Aku justru terpanah dengan paras cantiknya. Wajah itu manis bersinar dan aku senang memandangnya
" kau tidak apa-apa"
Tanyanya manja
" aku sangat segar dan sehat hari ini."
Gadis itu tertawa genit
" benarkah?"
Gadis itu melirik ke wajahku. Ia dekatkan wajahnya lalu ia kecup pipiku. Ia memelukku dengan penuh perasaan lalu tersenyum dengan manis. Ia melepaskan pelukannya lalu menatapku dengan serius.
" kau suka apa yang kau lihat? Apa kau suka aku?"
Aku tidak menjawab. Aku menatapnya bingung. Ia memegang tanganku dan bertanya sekali lagi. Aku hanya diam. Aku tidak pernah bertemu dengan wanita ini. Kabut di sekitar kami menipis. Dan saat itulah berbagai perhiasan emas berlian muncul di sekitar kami
" ambillah sesuka hatimu. Semua ini milikmu. Kau jawara paling nomor satu di seluruh dunia. Kau paling sakti paling kuat dan paling hebat dalam segala hal
Aku tersenyum senang. Tapi aku menggeleng kepala
" kenapa tidak? Kau layak mendapatkannya"
Aku mulai mundur perlahan
" apakah kamu melihat di arah sana?"
Ia menunjuk ke arah pinggir pantai. Aku melihat tumpukan-tumpukan emas berhamburan di dekat ombak pantai. Gadis-gadis berlari ke pinggir pantai itu mengambil sebagian dengan kedua tangan mereka dan membawanya kepada kami.
" harta-harta ini? Kau bisa memilikinya. Kau bisa menjadi apa saja yang kau mau?"
Aku tertawa kencang. Gadis itu ikut tertawa. Gadis-gadis lainnya mengerubungiku dan meletakkan emas-emas itu di dekatku
" tapi, bagaimana jika bukan ini yang aku cari?"
Gadis itu pun tertawa genit.
" maka kau juga boleh memiliki kami."
[center] * ******************** [/center]
Hong Kong 2018
" mari kita sambut usahawan muda terbaik Asia tahun 2018, Eddy Wong"
Mereka memanggil namaku. Pagi itu aku dinobatkan sebagai usahawan terbaik Asia tahun 2018. Waktu itu hanya beberapa bulan setelah aku keluar dari rumah sakit jiwa. Aku sempat cukup lama mengalami depresi. Mereka bilang aku sudah baik-baik saja. Namun aku ragu apakah mereka benar.
Aku melambaikan tangan di depan para hadirin yang datang. Mereka memberiku piala dan piagam. Aku turun dari panggung. Acara itu selesai dan aku berfoto di depan media, bermandikan cahaya dari kamera mereka.
Aku menyingkir dan berjalan ke kamar mandi. Aku mencuci mukaku. Aku melihat ke kaca, melihat bayangan diriku sendiri. Aku tidak mengenali diriku. Penata rias sangat pintar menata penampilanku. Aku tampak sempurna. Berbeda dari beberapa bulan lalu. Aku tertawa seperti orang gila
" Piala dan piagam palsu."
Selamat datang di dunia nyata. Aku sama kayanya di mimpiku tapi sama seperti di sana aku tidak terlalu bahagia. Semua orang tahu, tanpa kedua orang tuaku, aku bukan apa-apa.
Aku keluar dari kamar mandi dan berjalan ke lift. Aku di dampingi sekretarisku, Putra. yang sebenarnya adalah bodyguardku. Ia orang kepercayaan ayahku. Bahkan banyak orang yang mengatakan ia sudah seperti anak Ayahku sendiri.
Aku hendak naik lift khusus menuju rooftop. Aku berdiri di sana sambil mengotak-atik iPhoneku. Saat itulah sebuah daun kuning jatuh ke iPhoneku. Aku sedikit heran aku menoleh ke sekeliling dan aku tidak melihat tumbuhan hias atau dekorasi apa pun di sekitarku.
Aku mendengar suara langkah kaki. Aku menoleh. Saat itulah aku melihatnya. Aku tercengang. Aku terkejut bukan main. Iphone itu nyaris terjatuh dari tanganku. Aku melihat gadis itu, gadis yang selalu muncul di mimpiku. Ia sempat menyebutkan namanya di setiap mimpi itu terulang. Sayangnya aku tidak mengingatnya
" Pak, kita harus pulang ke Indonesia sekarang juga"
Putra menyadarkanku dari lamunanku. Gadis itu menghilang.
" baik, maaf saya…. Saya sedang tidak konsentrasi tadi"
Aku naik ke rooftop, menuju helikopterku yang terparkir di sana. Kami ke bandara dengan helikopter. Aku segera pulang ke Indonesia siang itu juga karena malam ini adalah Ayah ingin aku bertemu dengan seseorang
Aku tertidur di sepanjang perjalanan pulang ke Indonesia. Mulanya aku ingin menginap di Hong Kong, bersantai dan jalan-jalan sendirian namun orang tuaku tidak mengizinkanku. Bagi mereka aku masih cacat mental sehingga tidak boleh sembarang berkeliaran.
Aku tiba di Indonesia beberapa jam kemudian. Aku berangkat subuh menuju Hong Kong dan tiba di Indonesia lagi saat sore hari. Aku turun dari pesawat, langsung naik mobil dan pulang ke rumah Ayahku.
" selamat Edy!"
" wohoo, maaf ya kita ga bisa ikut ke Hong Kong!"
Keluarga besar menyambutku di rumah. Entah bagaimana keluargaku tidak ikut ke Hong Kong hari itu dan memilih merayakan penghargaan itu di rumah. Rumah sangat ramai. Semua keluarga besarku datang. Ada banyak anak kecil di sana. Aku seketika geram
" Papa mama tahu kan aku ga suka anak kecil? Mereka ga punya aturan sama kurang ajar semua lagi! Ah! Gimana sih! Lagipula, untuk apa pesta segede ini cuma buat penghargaan konyol kayak gitu"
Suasana menjadi kaku. Semua orang terdiam. Aku membentak dengan sangat keras, di depan semua orang, di depan keluarga besarku.
" Eddy, jangan ngomong gitu dong, ada tunangan kamu juga lho di sini"
Putri, tunanganku juga di sana. Aku menggeleng kepala dan berjalan meninggalkan mereka ke kamarku. Aku mengunci pintu, menutup jendela dan horden, lalu duduk di depan monitor PCku.
Aku sangat kaku dan penyendiri. Aku tidak dekat dengan siapapun setelah aku keluar dari rumah sakit jiwa. Aku bahkan tidak begitu ingat dengan masa kecilku. Namun ayah dan ibu terus berusaha agar aku hidup normal. Dengan mendongkrak karierku sebagai pengusaha, dan menjodohkanku dengan wanita pilihan mereka
" aku mau Bona Ma! Aku mau Luna, sama Yuji! Aku mau istriku! Aku udah nikah! Aku ga mau orang lain!"
Aku mengalami delusi berat. Di khayalanku aku sudah menikah, sudah memiliki anak, namun semua itu, sebenarnya tidak terjadi. Mereka menjauhkanku dari segala jenis senjata api karena di khayalanku itu aku seorang pensiunan tentara yang sudah hidup bahagia. Aku bahkan nyaris menembak seseorang dengan pistol saat aku sakit jiwa.
Sempat ada wacana ayah hendak mencoretku menjadi penerusnya dan menunjuk Putra sebagai gantinya. Aku sangat berharap ayah melakukannya. Agar aku terbebas. Tapi ayahku masih mempercayaiku dengan menunjukku untuk mengurus perusahaan
Dari balik monitor inilah aku mengurus semuanya. Perusahaan terus berjalan dengan aku duduk di depan monitor, di kamarku. Hampir semua pekerjaan aku urus sendiri atau dengan karyawan lain lewat komunikasi jarak jauh tanpa tatap muka. Hari-hariku aku lalui dengan bekerja di depan monitor, atau bermain game sesekali.
Namun malam itu aku bermimpi. Sore harinya sebelum aku tidur. Aku membuka jendela kamarku dan sebuah daun kuning jatuh ke kamarku. Mulanya aku hanya acuh. Aku membiarkan daun itu di kamarku, dan terus bekerja sampai aku tertidur di kasurku dengan monitor menyala. Saat itulah aku bermimpi. Mimpi yang menghantui benakku.
Malam itu aku diam-diam keluar rumah menenangkan pikiranku. Aku naik mobil motor Honda cbr milik satpam rumahku dan lewat pintu belakang aku keluar rumah tanpa sepengetahuan orang tuaku. Aku keluar pagar dan saat itulah, satpam rumahku itu memberikan sesuatu kepadaku
" ada paket tuan, ga tahu dari siapa. Udah saya bayar biaya CoD nya"
Ucapnya. Aku bingung karena aku tidak memesan apa-apa belakangan ini. Aku mengembalikan uang satpamku itu lalu tancap gas
" Bu! Pecel lele satu!"
Aku suka makan di pecel lele yang cukup jauh dari rumahku. Aku pernah makan pecel lele itu saat aku sakit jiwa dan perawat ku yang memberitahuku di mana lokasinya. Aku selalu makan di sana, sambil merokok atau minum bir hingga tengah malam untuk menenangkan pikiranku
Gayaku saat keluar malam hari sangat berantakan, bahkan menyerupai pencandu narkoba. Rambut berantakan, jaket hoody murah, celana pendek, dengan wajah pucat dan tubuh agak kurus.
Aku membuka paket itu. Sebuah pas Photo kecil tanpa foto di dalamnya. Aku tidak tahu aku pernah memesan pas photo. Sesuatu jatuh dari belakang pas photo itu. Sebuah lukisan yang membuatku tercengang
Gadis itu. Aku mendapat lukisan kecil gadis itu yang dilipat menjadi empat lipatan. Tidak salah lagi, itu pasti dia. Aku membalik lukisan itu. Itu bukanlah lukisan biasa. Itu sebuah peta dan petunjuk menuju suatu tempat. Tempat dengan lambang pulau dan seekor naga.
" aku harus gerak, aku ga boleh diem aja"
Aku menelpon seseorang. Aku menghubungi Putra malam itu juga. Aku tahu ia sangat bertentangan denganku, namun kami membuat perjanjian. Putra bersedia membantuku, jika aku mempercayaian perusahaan kepadanya, bahkan ketika aku kembali. Aku tersenyum lebar
" aku mungkin ga bakal balik lagi"
Ucapku di telepon. Malam itu juga aku berkendara ke bandara. Pesawat jet perusahaan telah disiapkan. Aku terbang ke Hong Kong malam itu juga, hanya dengan jaket dan celana pendek. Peta itu bukan peta biasa. Peta itu adalah peta pelayaran kuno dan hanya dapat dibaca oleh ahlinya.
Putra memberiku kontak seseorang di Hong Kong yang dapat aku hubungi. Airlangga. Seorang pengusaha Indonesia di Hong Kong. Ia memiliki kantor pelayaran di sana sehingga ia mungkin bisa membantuku.
Aku tiba di kantor itu sekitar jam 8 pagi waktu Hong Kong. Kantor yang kecil yang berada di pinggir pelabuhan. Aku membaca profil sekilas, Airlangga ini. Seorang pengusaha, yang juga mantan perwira TNI. Ia juga mantan politikus dan konon sempat mengelola perusahaan perakitan senjata di Indonesia. Namun perusahaan itu gulung tikar dan tidak banyak berita mengenai perusahaan itu sendiri. Kini ia terjebak di luar negeri, dengan hutang yang menggunung sehingga ia tidak mungkin kembali ke Indonesia.
Kami mempersiapkan expedisi dengan kapal nelayan tua berukuran sedang. Dengan awak kapal tidak lebih dari 40 orang. Andai aku dapat menyewa kapal yang lebih besar lagi namun hanya mereka yang bersedia membantuku. Melakukan expedisi ke pulau yang bahkan tidak diketahui kebenarannnya.
Ayah dan Ibu tidak dapat mencegahku. Aku memiliki dana sendiri hasil kerja kerasku selama di perusahaan. Dengan uang Dollar cash, aku memulai expedisi ke negeri yang tak kukenal, mengejar mimpiku. Wanita dan harta. Kurasa aku tidak benar-benar sembuh dari penyakit jiwaku. Beruntungnya aku bukan satu-satunya orang gila di cerita ini. Airlangga juga butuh proyek ini demi menyelamatkan hidupnya dan membalikkan keadaan.
Kapal berlayar. Aku meninggalkan dunia lamaku, menuju kehidupanku yang sebenarnya. Bahkan kematian tidak dapat menakutiku. Nafsu dan ambisi menguasai diriku. Seorang pria gila yang mengincar harta dan wanita di negeri yang mungkin hanya khayalannya. Kapal berlayar meninggalkan Hong Kong, menuju segitiga Formosa. Lautan penuh misteri, di mana pulau itu berada. Kepulauan Naga.