Begitu sambungan terputus Apo pun ke kamar mandi untuk bebersih di bawah shower. Remaja itu masuk bath-up usai memakai sabun yang wangi. Dia berendam cukup lama dengan air hangat. Musik di pojokan ruang dia remot agar menyala. "Hmmh, nyaman," gumamnya pelan.
Sebetulnya untuk seumuran Apo punya uang banyak justru bingung. Mau bagi-bagi sama teman seperti dulu pun rasanya tak etis. Apo ingat nasihat Mile soal dianggap flexing kepada yang lain. Salah-salah ada yang memanfaatkan atau lebih parah. Si manis pun akhirnya menghubungi Masu dan Jeff saja. Dia ingin diajak keluar mumpung Mile Phakphum belum pulang.
[Masu: Wah, Apo! Tumben kau menghubungi aku? Maksudku, yah ... biasanya orang rumah tangga kan memang sibuk sendiri. Apalagi pengantin baru. Ehem, lupakan. Terus bagaimana dengan chat-ku yang di atas? Apa kau baik-baik saja? Jangan bilang kau dan Phi Mile lagi berantem sekarang?]
[Apo: Tidak kok, kami baik-baik saja. Cuma, Phi-nya lagi jauh. Aku kesepian di rumah. Kondisi masih mood-swing juga. Jujur aku belum siap nimbrung sama teman-teman di grup. Sorry, ya ... baru sempat menghubungi sekarang]
[Masu: Oh, tidak ap-apa. It's okay]
[Masu: Tunggu, kok mood-swing?]
[Masu: Apo, kau hamil?]
[Masu: Po, jangan bilang aku hampir punya keponakan?!]
Masu ketar-ketir di seberang sana.
[Apo: Hu-um, hamil jalan 3 minggu]
[Apo: Eh, belum, sih. Lusa baru 3 minggu betulan. Masih rata kok perutku. Mau lihat?]
Ekspresi Masu pun langsung terheran-heran.
[Masu: Oh my gosh. Om Masuuuuuuu. Ih, kebayang aku dipanggil begituuuuuuuuuuu]
[Apo: --sending a picture--]
[Apo: Cuma begini sih perutku. Kayak tidak hamil ya, tapi hasilnya positif kok pas di tes. Tidak tahulah. Semoga mini Kitty-nya betulan ada. Aku takut mengecewakan Pappy dan Mommy. Soalnya meraka sudah berharap cucu segala]
Masu pun terkejut melihat foto tersebut. Perut sabahatnya tampak masih belum berubah, bahkan terkesan kurang makan daripada buncit.
[Masu: Daripada itu aku gagal fokus ke tindiknyaaaaa. Ya ampun Apo kau sekarang bertindik! Nattawin si anak baik sekarang punya hal aneh! Luarrrr biasaaaaaaaaa!!]
[Apo: He he, aku memang bikin beberapa. Di pusar, telinga, hidung ... bahkan bikin tatoo Phoenix juga. Tapi ukurannya kecil kok. Phi Mile sudah mengizinkan. Cuma yang di telinga dan hidung belum pernah kucoba aksesorisnya. Agak susah memilih, Su. Aku belum yakin mau pakai style yang mana]
Masu pun menghubungi Jeff untuk bertemu di stasiun. Dia tak lupa cerita kehamilan Apo selagi menunggu si manis datang. Apo sendiri berangkat dari Kalasin diantar Newyear si sopir. Mobil sedan Apo harusnya menunggu di tempat yang sama hingga sang majikan kembali. "Mr. Newyear tidak apa-apa kok kalau mau berkeliling," kata Apo begitu turun. Remaja itu prihatin cuaca di Bangkok yang cukup panas, dia harap Newyear tidak jadi manusia panggang di tempat tadi. "Nanti ku-call-call kalau selesai ...."
"Anda yakin?" tanya Newyear segera. Lelaki berjas hitam itu ketar-ketir, dia tak mau sang majikan manis susah mencari bantuan nanti. Matanya menyorot Apo yang bersetelan pendek tipis. Dia tahu ransel kuning Apo kecil, namun jangan bayangkan berapa uang yang ada di dalam sana.
"Iya, aku kan bersama teman-temanku. Mereka baik kok. Sudah kukenal sejak sekolah. Tenang saja."
"Tapi--"
"Pokoknya sana ...." kata Apo sambil tersenyum tipis. "Phi Mile kan mengizinkan semalam. Aku takkan sampai di sini kalau tidak bilang. Syuh-syuh. Ngafe-ngafe atau apa kita bertemu nanti malam saja."
Newyear pun mundur perlahan. "Baik," katanya. "Saya menunggu telepon Anda kalau begitu."
"Owkay, see," kata Apo sembari berjalan ke stasiun. Mumpung dekat dia tak mau diantar bagai puteri raja. Lambaian tangannya begitu menghangatkan hati. "HALO, MASU! JEFF! AKU SAMPAIIIII!" lanjutnya sambil menghambur peluk.
Mulanya mereka balas bonding dengan menepuk-nepuk bahu, tapi langsung kepo perut Apo begitu dapat ksempatan.
"Eeeeeeeeh! Ya ampun! Ada apa ini--"
Apo pun diseret pelan untuk duduk di kursi halte bis. Toh kebetulan masih kosong karena shift keberangkatan sebelumnya baru pergi. Masu dan Jeff menaikkan rompi rajutnya ke atas tanpa permisi, perut Apo pun terlihat dan langsung dipeluk Masu.
"Aw, ya Tuhan calon keponakankuuu!" kata Masu. "Lihat Jeff, dokter bilang di sini ada si kecil! KECIL MOEEENGIL!!! Anak BT hampir dapat keluarga baru!!
"Ahhhhh, Masu ...." desah Apo yang langsung memerah. Perutnya geli karena diduseli rambut Masu, di lain pihak Jeff takut menyentuh Apo, walau penuh rasa ingin tahu. "Ha ha ha ha, plis stop. Umm, rambutmu, Su. Ha ha ha ... geli ... geli ...."
"Hei, hei. Bagaimana kalau nanti suaminya cemburu?" tanya Jeff.
"Huh ... Phi Mile seriusan cemburu? Padaku?" tanya Masu sambil menunjuk mukanya sendiri. "Jeff, apa aku tidak salah dengar?"
"Tidak, tapi siapa tahu saja."
Masu tetap saja mendusel-dusel ke perut Apo. Membuat sahabatnya makin tertawa kencang seiring waktu. Dia bahkan berani mengecup dan mengelus ke sana, Apo mengangguk kecil ketika ditanya saat ini mual atau tidak.
"Ughm, iya. Tadi sebelum berangkat aku muntah lagi dua kali. Tapi sekarang mendingan kok, makanya kepingin main sama kalian. Biar lupa. Di rumah bosan serius. Seneng banget hari ini kalian berdua kebetulan bisa," kata Apo. Dia tampak tidak marah ke Masu. Membuat Jeff memberanikan diri untuk ikut menyentuh.
"Wah, jadi aku boleh pegang juga?" tanya Jeff.
Apo pun mengangguk pelan. "Iya, tapi Masu pindah dulu, tutupi sedikit ini di tepian jalan raya," katanya dengan suara mencicit. "Aku malu, ugh ...." Dia menurunkan baju, tapi membiarkan tangan Jeff dan Masu ada di pusar rampingnya.
"Rasanya tidak ada apa-apa ...." kata Jeff.
"Iya, kan belum ada sebulan," sewot Masu.
"Memang butuh berapa bulan buat bergerak?" tanya Jeff.
"Aku cari di internet mungkin 6 bulan," kata Apo. "Si blogger bilang hamil pertama memang agak lama."
"Oww."
"Oww."
Kedua sahabat Apo pun mengangguk pelan. Mereka menghormati keputusan si manis untuk tidak bilang ke anak GC dahulu. Sementara ini Apo masih ingin main-main. Dia belum terbiasa hidup berumah tangga, cuma di rumah, apalagi ditinggal suami bekerja. Remaja itu akhirnya diajak ngafe bersama. Tentunya Apo juga yang membayar, karena merasa berterima kasih.
Usai dari kafe langsung ke gedung bioskop. Apo, Masu, dan Jeff menonton film horor untuk memacu adrenalin mereka. Namun sayang selesainya pun tergolong masih pagi. Ketiganya tancap lagi ke swalayan untuk main arcade dan lain-lain. Pukul 1 siang ketiganya baru mencari makan dan belanja sembarang.
"Ha ha ha ha ... aku menang! Aku menang! Aku menang!" tawa Apo sambil loncat-loncat. Masu dan Jeff pun khawatir dengan kehamilannya, apalagi si manis semangat game tinju-tinjuan. Mereka mengingatkan Apo untuk hati-hati, si manis malah melawak. "Ahhhh, sakiiiiiit ... perutku sakitttt ...." katanya tiba-tiba berjongkok.
"Eh! Eh! Apo! Kenapa? Ada apa?" tanya Masu langsung mendatangi sahabatnya.
"Kan, kan, kan, kan ... sudah kubilang kau ini main capit boneka saja!!" bentak Jeff. "Mana ponselmu! Biar kuhubungi sopirmu yang tadi!"
Masu bahkan sudah mendrama. "Toloooooong! Temanku hamil, perutnya lagi sakit. Dia butuh bantuaaaaaannfff---"
Apo pun membekap mulutnya sebelum orang di swalayan menoleh. Si manis lantas tertawa, dia lanjut ke bagian tembak-tembakan karena mualnya hanyalah gimmick. "Bercandaaaaaa," katanya, seolah sangat bahagia. Masu dan Jeff pun mengeteki Apo gantian, mereka sudah deg-degan takut si mini Kitty kenapa-kenapa.
"AHHH! DASAR YA! AWAS SAJA KALAU NANTI BENERAN!" kata Jeff. "Baru tahu rasa kau Apo Nattawin!! Sini, ciumlah bau ketekku!"
Apo pun terjepit diantara ketiak dua kawannya. "Ahhhhh! Ha ha ha ha ha! Tidaaaaaaaaaaak!"
"Aku juga mau dapat giliran! Sini kau Apo! Ketekku butuh sandaran!"
"Ha ha ha ha ha!"
Ketiga remaja itu pun bercanda hingga puas, mereka bahkan hang-out lagi esok dan lusanya. Semua terasa lancar dan hebat. Kegiatan mereka rasanya tidak ada kendala yang berarti. Namun, aneh. Saat mau pulang, Apo justru sedih. Padahal itu hari terakhir sebelum Mile kembali ke tanah air. Si manis meneteskan air mata ketika memilih udang, untung Masu sempat melihatnya di balik rak-rak swalayan. "Hiks ... hiks ...."
"Apo ...."
Si manis sedang mengucek matanya. "Mmm ... iya, Masu?" tanyanya dengan suara goyang. "Hiks ...."
"Kau ini sebenarnya kenapa?" tanya Masu yang langsung puk-puk bahu Apo. "Tiga hari lho, Po kita main-main bareng. Masih kurang, ya? Nanti kan Phi Mile-nya sudah pulang ke Kalasin ....." Jeff sendiri hilang karena ingin mencari kopi sachet-an, Apo pun lebih nyaman saat mengatakan isi hati.
"Iya, tapi sudah sangat kangen ...." adu Apo. "Capek, Masu ... aku suka di rumah, tapi Phi Mile tidak ada. Hiks ... malahan dia bilang kalau nanti telat pulangnya. Hiks ... m-mungkin besok? Hiks, hiks ... cuaca Aussie agak jelek, jadi penerbangannya ditunda ...."
Masu pun kesulitan berkata-kata. Dia mengecek layar ponsel Apo usai diberikan, di sana ada chat yang memperlihatkan Kota Melbourne dari Mile Phakphum.
[Phi Mile: Apo Sayang, Melbourne hujan deras sekali. Lihat ... ada petir terus dari arah rute Bangkok. Kata pihak bandara semua penerbangan ke sana di-delay. Maaf ya. Ini Phi Mile putar balik lagi ke hotel. Tapi mungkin besok sudah reda? Selama cuaca membaik pasti langsung pulang]
[Phi Mile: --sending you a picture-]
[Phi Mile: Baik-baik ya sama baby-nya. Phi Mile pasti bawakan oleh-oleh yang banyak]
"Hmmm, susah juga kalau begini," pikir Masu. Dia yakin perasaan Apo sudah berubah. Karena jaman sekolah si manis tak pernah menangis hanya karena jauh dari Mile. Apa jatuh cinta memang sehebat itu dampaknya? Masu tidak pernah tahu karena belum pernah.
"Jeff."
"Ya?"
"Bisa kau temani Apo sebentar? Dia nangis," kata Masu, begitu menemukan Jeffsatur. Remaja itu diseret menuju ke rak-rak sayur, tak peduli belum sempat memutuskan mana kopi yang mau dibeli. "Aku mau memanggil Phi Newyear dulu. Masih di parkiran kan? Biar dibawa pulang Apo-nya. Tidak tega aku. Tapi entah kenapa nomornya tak aktif waktu kutelpon barusan? Masak iya sih sopir kehabisan paket? Atau batrei, mungkin?
Ya ampun panik sekali ...."
"Memang kenapa sih Apo nangis?" tanya Jeff yang agak keberatan diseret. "Perasaan tadi baik-baik saja."
"Lagi kangen."
"Hah?"
"Lagi kangen berat, tolol. Memang kau tidak pernah begitu ya dengan pacarmu?"
"Tidak."
"Ih, kasihan sekali Phi Jirayu," sewot Masu. "Awas saja kalian sudah menikah nanti. Sampai kau menangis seperti Apo, akan kufoto dan pakai SW!"
Jeff pun protes sepanjang jalan. Bibir boleh mengomel, tapi telinganya merah. Remaja itu membayangkan muka Jirayu kalau sampai dibucini balik--ah, shit! Tidak mungkin rasa-rasanya! Anehhh!!
"Jefffffyyy ...." kata Apo, yang minta pelukan.
Sore itu pun berakhir dengan agak rumit, pasalnya Newyear betulan habis batrei, karena lupa menge-charge. Itu bisa aneh buatmu, tapi faktanya begitu. Karena sopir pun bisa bosan kalau menunggu saat majikannya berbelanja. Dalam mobil Newyear pun push-rank hingga batrei habis. Dia baru sadar saat ponsel mati dengan game-online buffer tiba-tiba.
"Astaga, Tuan Natta. Kenapa?" tanya Newyear saat melihat Apo di pelukan Jeff. Barang-barang si manis dibawakan Masu. Apo kalau terlanjur emosional, mukanya merah hingga air matanya sulit berhenti. Remaja itu pun menyembunyikan muka di dada Jeff, dia dimasukkan dalam jok belakang agar leluasa terisak tanpa malu.
"Apakah ada masalah? Maksud Saya--"
"Ada, ada. Tapi kami sudah melakukan sebisanya," kata Masu. "Kami juga ada kelas pagi besok. Jadi nanti harus mengerjakan tugas kuliah. Pokoknya maaf belum bisa menemani sampai malam ...."
Newyear pun membawa pulang Apo, si manis sendiri tidak mau merepotkan. Dia belum kuliah, maka jangan mengganggu yang sudah lanjut.
Ah, dunia nyata. Kau ternyata tak seindah fiksi-fiksi.
Apo lantas patuh diantarkan pergi, meski sampai rumah dia lanjut menangis lagi. Si manis bahkan melupakan janji masak Tom Yum. Belanjaan sayur pun dia onggokan ke meja dapur sebelum mandi.
"Phi Mile, angkat ...." rengek Apo yang masih ber-bathrobe. Habis mandi dia tidak berpakaian dulu, malahan menelpon Mile karena sangking rindunya. "Phi Mile, angkat ... plis kangen ...." Bibirnya digigit sendiri tanpa disadari.
Anehnya Mile tidak menjawab, meskipun aktif. Nyata-nyata WhatsApp centang dua, tapi tidak dibaca.
Ish!! Kemana sih! Bukannya tadi balik ke hotel?
Jangan-jangan Mile Phakphum selingkuh di belakangnya?
"Ah, bodo ...." kata Apo langsung kesal. Dia pun melempar ponsel ke ranjang usai menelpon belasan kali. Sang suami sungguh aneh karena mendadak tidak peduli padanya. "Ahhh ... mnnh ...." desah remaja itu, yang mulai onani lagi. Ranjang kamar pun becek setelah beberapa menit, Apo muncrat dua kali sambil menyebut nama sang suami. "AHHHH! Phi Mile .... hiks ... Phi Mile ....!" racaunya tidak karuan.
Penis Apo sangat bengkak, meski ukurannya tetap kecil. Bagaimana pun Apo Nattawin remaja puber yang belum berkembang penuh. Benda itu terus dikocok naik turun karena berdiri lagi. Apo sudah memutuskan skip makan malam karena mood-nya merosot drastis.
"Apo sayang ...."
Tiba-tiba ada suara kenop kamar berbunyi. Apo yang di puncak pelepasan pun terkejut. Mani yang baru muncrat langsung macet karena ada langkah kaki.
"E-Eh? P-Phi Mile?"
Langkah kaki itu semakin mendekat.
"Sayang, kau ada di dalam?" tanya Mile yang memeluk buket mawar super besar. Wajah lelaki itu tak terlihat karena ukuran teramat gigantis, tapi serius adegan itu bukanlah sekedar mimpi. "Supriseeeee! Maaf Phi berbohong soal pulang telat tadi. Ha ha ha ... biar agak seru saja---"
Apo terkesiap.
Mile terpatung.
Apo kaku di tempat.
Mile Phakphum pun sama karena ada kaki yang mengangkang di depan matanya. "Apo--ha ....." gumamnya tak habis pikir.
Entah berkah atau sial, yang pasti inilah karma. Apo jadi menyesal sudah bohong ke Masu dan Jeff soal sakit perut tadi siang.
"A-Aku---mmn ... P-Phi Mile yang kau lihat tidak begitu! Tidak!" kata Apo yang refleks menarik selimut. Rautnya langsung pucat saat menutupi penis, tapi mau apa dikata sudah terlanjur. "S-Sumpah aku tidak melakukannya! Tidak! P-Phi Mile ... aku tadi--"
Oh, Tuhan.
Terima kasih sudah menegaskan bahwa karma itu nyata.
Bersambung ....