Chapter 39 - KITTY PO 35

Sejak saat itu Apo memasuki fase pubertas yang sebenarnya. Si manis mulai sering mengelus penisnya, jika dia bernafsu tapi Mile jauh takkan ragu untuk onani sendiri. Apo memakai lubrikan yang tersimpan di laci nakas ketiga (di sanalah stok kondom dan lain-lain ada untuk keperluan seksnya dengan Mile).

Awalnya Apo memakai selimut (pada hari LDR kedua dia memang masih malu-malu), tapi setelah melakukannya beberapa kali si manis ingin kebebasan lebih. Dia duduk mengangkang tanpa selimut, kadang juga berbaring untuk melonggarkan liangnya sendiri. Apo memasukkan jari-jarinya ke dalam dan merasa tak cukup. Dia terbiasa diisi benda lebih besar, tapi setidaknya ini bisa meredakan rindu. Remaja itu sempat terpikir membeli alat seks dari merchant online, tapi dia tidak sampai hati jika membayangkan paketnya datang. Bagaimana kalau yang menerima mertuanya? Bagaimana kalau jika pelayan-pelayan di luar sana? Ah, tak usahlah.

Akhirnya, beginilah Apo Nattawin. Si manis mencukupkan diri untuk jujur kepada hasratnya. Dia memuja Mile, tapi jangan sampai sang suami mengetahuinya terlalu banyak (Apo malu ....) Remaja itu hanya sedia tisu untuk membersihkan mani setiap kali muncrat karena klimaks, bila kelepasan pipis dia akan buru-buru membereskan kekacauan ke mesin cuci. Semuanya saja. Mulai sarung bantal, guling, seprai, selimut--kacau, memang. Tapi Apo tidak keberatan. Setidaknya dengan begini dia tidak merepotkan orang lain.

Rom dan Nee, misalnya? Kedua mertuanya pasti punya pekerjaan penting, walau bukan yang inti karena Mile Phakphum sudah memegang semua hal. Namun menerima uang bersih hanya dengan ngambek tak membuat Apo senang, dia justru ingin memberikan yang terbaik untuk Keluarga Romsaithong ini.

"Ahhh ... mnnh ...." desah Apo sambil mendongak ke atas. Dia mengocok penis makin kencang untuk memuaskan birahi, panas hebatnya sudah naik ke ubun-ubun dan menghangatkan dada.

Ini adalah hari kelima LDR. Mile bilang tadi sore dalam perjalanan ke negara kanguru, Australia. Tepatnya di kota Melbourne yang cukup metropolitan. Apo membayangkan betapa tampan Mile Phakphum dengan jas cokelatnya. Sang suami kali ini mengenakan style semi formal karena yang ditemui YouTuber sekaligus pebisnis berusia muda. Mile merasa perlu berbaur dengan lapangan kerjanya, tapi Apo rasa ketampanan itu ingin dia genggam, sekaligus dipamerkan.

"Ahhh, shhh ... Phi Mile bisa lebih cepat?" racaunya, seolah-olah sang suami hadir di sana.

Apo terus mengingat foto PAP Mile yang terakhir itu untuk menunjang fantasi, imajinasi otaknya me-recreate sang suami versi telanjang mengganggahinya hanya berjas cokelat tanpa dikancing. Si manis ingin diguncang dan ditusuk dengan penis besar itu, jemarinya bisa saja meremas otot perut Mile ketika mereka bersatu.

"Ahh, nghh ... nngh ...." desah Apo hingga dirinya muncrat kedua kali.

Cairan mani itu tercurah dari ujung penis kecilnya. Membuat belahan bokong serta selangkangan basah tak berperi. Apo pun mengusap perut ratanya dengan jemari, dia terengah-engah sambil menatap basah mani diantara cincin pernikahan.

"Hhh, hhh, hhh ...."

Helaan napas Apo amat berisik. Remaja itu pun merasa cukup untuk hari ini, tapi jujur dia terkejut mendengar nada dering dari pojok ranjang. Oh, astaga. Itu adalah Mile Phakphum Romsaithong! Kenapa me-video call-nya di saat yang kurang tepat? Apo kan masih berkeringat di sana-sini--

"Ehem, halo iya, Phi?" tanya Apo usai mengusap jemarinya dengan tisu hingga kering. "Phi Mile sudah sampai ke Melbourne? Bagaimana di sana?" Suaranya masih serak dan kacau. Pada dasarnya Australia lebih cepat 3 jam dari Thailand. Tidak heran jika sekarang di sana sudah gelap gulita.

Apo pikir dengan onani sore habis ini langsung mandi, kebetulan sekarang pukul 5 dengan sunset menembus jendela kamar.

"Iya, baru saja, Sayang. Ini mau makan malam. Temani Phi dulu ya, sebentar? Biar capeknya mereda. Habis ini soalnya langsung ke acara."

Aduh?! Apo masih basah begini disuruh menemani makan?!

Si manis pun menarik selimut untuk menutupi tubuh bagian bawahnya.

"Umn, b-boleh ... hh, hh ...." kata Apo, masih agak terengah. "Tapi aku di sini saja, ya Phi? Belum waktunya makan malam. Nanti biar bareng sama Pappy-Mommy. Tapi tenang saja ya Phi--xixi ... aku tunggu terus kok sampai selesai."

"Ok, not bad. Sebentar, ya. Jangan dimatikan dulu. Phi mau perjalanan ke restoran."

"Iya."

"Hmm, ini baru ke lift, mau keluar dari hotel, Sayang. Mobilku masih belum sampai juga. Bas masih menjemputnya ke bandara."

"Ow ...." gumam Apo. "Mau menyetir sendiri, ya kali ini? Bawa mobil?" tanyanya.

"Yea, kalau perjalanan bisnis lebih santai, Po. Aku suka begitu sekalian hapal jalannya. Kuanggap ini liburan sambil bekerja. Walau mengurusnya memang susah sih. Tapi itu untuk awalan saja kok. Aku sudah cukup sering ke Aussie. Toh di sini pakai setir kanan seperti negara kita. Cukup mudah. Kapan-kapan kau kuajak betulan ke sini. Ha ha ... masih ingat rencana ke Dreamworld kemarin batal karena tempatnya tutup. Tapi kau menyesal tidak karena kuganti ke Paris?"

Mile Phakphum benar-benar pintar berceloteh. Kedua matanya antusias dengan obrolan ini, mungkin karena fokus berjalan dia kurang memperhatikan si manis yang kondisinya erotis. Sesekali lelaki itu mengantungi ponsel jika di tempat umum, begitu keluar dari lift dia baru menatap ke layar lagi.

"Sampai mana tadi?" tanya Mile.

"Sampai ... sampai ... Phi Mile cerita soal Dreamword Aussie?" kata Apo, yang sempat lupa juga dengan topik mereka berdua.

"Yea, tadi aku cari tahu soal itu. Kata Bas wahana yang dulu rusak sudah dibangun lagi. Jadi lain kali bisa ditilik ulang. Phi cuma khawatir kau kepikiran, siapa tahu masih penasaran dengan taman bermain yang itu."

"Ha ha ha ... iya, makasih. Boleh juga kok diganti di lain waktu. Entah kapan. Soalnya kalau hamil bukannya tidak boleh naik yang ekstrim-ekstrim ya, Phi?"

"Ah, shit. Benar juga ... ha ha ha. Ya sudah nanti habis baby-nya lahir," kata Mile. "Dengar-dengar usia 3 bulan sudah boleh diajak terbang kok. Nanti kalian tiduran saja selama perjalanan. Jet-nya masih luas kalau cuma tambah 1 bayi, ya kan ...."

"Xixixi, iya," cengir Apo. "Ih, Phi Mile. Jadi kebayang, kan. Padahal aku belum mikir ke arah sana."

"Kebayang apa?"

"Ya, rupa baby-nya?" kata Apo. "Kira-kira mirip Phi Mile atau aku ya? Ha ha ha ... pasti ganteng sekali kalau dominan Phi-nya."

"Wah ... kok aku? Memang kau tidak ingin melihat versi kecilmu?"

"Eiei, nii ... soalnya aku berharap dia cowok dan kayak Phi Mile," kata Apo. Dia memuji Mile, tapi dia sendiri yang bangga. Perkataan si manis pun membuat yang bersangkutan tersenyum. "Aku senang kalau lihat mini Mile di rumah. Jadi, misal Phi-nya lagi jauh, aku bisa merasa dekat sekali. Kangen Phi Mile ... thank you mau ngasih aku baby buat teman."

Padahal Mile yang merasa bersyukur sekali di seberang sana. Lelaki itu nyaris benci dengan dunia pernikahan, tapi kembalinya Apo menghidupkan segala aspek dalam dirinya. Mile jadi suka berpasangan, membentuk keluarga, dan berumah tangga. Sang istri muda adalah napas terpenting sekarang.

"Sama-sama, tapi ... kalau nanti perempuan bagaimana? Kau kecewa, hm? Apalagi kalau jadinya mirip dirimu."

"Awh, tidak mau. Harus cowok," kata Apo sambil merengut. "Kok malah bahas ke aku ... aku tidak mau kloningan Apo Nattawin. Nanti nakal."

"Ha ha ha ha ha."

"Bisa-bisa nanti berantem terus sama dia. Ungh, pokoknya harus cowok, cowok, cowok!"

"Why not? Kan jika mirip dirimu cantik. Aku takkan keberatan punya 1 bidadari lagi di rumah."

"Ih, Phi ... ndak mau ...."

Dialek khas Huahin Apo mulai keluar. Remaja itu memang bukan asli kelahiran Bangkok, melainkan baru di Ibu Kota sejak merantau sekolah. Akhir-akhir ini Mile juga menemukan perubahan lain, yakni Apo sudah terpengaruh dialek Kalasin usai diboyong pulang. Mendengarnya begini begitu lucu, Mile pun makin bersemangat ketika sudah menyetir di jalan. Lelaki itu meletakkan ponsel di phone holder sambil bicara. Si manis kadang mengalihkan fokus pendengarannya ke lalu lintas sekitar. Dia penasaran bagaimana situasi sana.

"Kepingin lihat?"

"Iya ... umn, kalau ada lampu merahnya!"

"Huh? Lampu merah?"

"Aku mau difotokan lampu merahnya ...."

Meski merasa aneh, Mile pun benar-benar menjanjikannya. Tapi itu nanti setelah makan malam saja.

"Tidak mau ... harus sekarang ...." rengek Apo tiba-tiba. Dia membuat otak Mile bekerja keras, lalu belok memutar demi menemukan spot lampu merah. Mile kira orang hamil memang suka ngidam aneh, jangan sampai istrinya menangis lagi hanya karena hal seperti ini.

"Oke, oke. Sebentar ya ...."

Lelaki itu pun mengirim beberapa foto hasil jepretannya, walau bisa memotong jam makan malam. Apalagi Apo minta mengulanginya lagi dan lagi. Jika Apo tidak puas, dia pasti akan merajuk. Mile akhirnya dapat 3 buah yang paling disuka.

[Phi Mile: -sending some pictures-]

Apo baru senyum saat dapat semuanya, tapi dia masih merasa ada yang kurang. Remaja itu minta Mile turun dari mobil, mencari polisi terdekat. Katanya harus diajak selfie untuk wallpaper.

Oke? Sebenarnya apa tujuan dari ngidam itu. Mile benar-benar tidak mengerti. Sebab perutnya malah keroncongan dan batal makan. Namun lelaki itu hanya menyimpan gondok di dalam dada. Dia rela menanggung malu untuk berputar lagi. Dia turuti kata-kata Apo dan minta izin ke seorang pak polisi.

"What?" tanya polisi tinggi tampan itu. Dia mendekatkan telinga, sebab suara Mile tergolong halus nan lembut jika dibandingkan para lelaki Australia.

"My wife is pregnant. He wanted me to take a picture with you at the crossroads. He said it should be with traffic lights. Can you help me a moment?" tanya Mile, dengan gerakan tangan untuk mengutarakan maksud makin jelas. "We can take selfies together, he wants us both on the screen."

"Oh ... gosh, of course. But may I see your wife? You seem to really love him."

Tentu Mile sangat mencintai Apo Nattawin. Jika tidak, dia takkan pernah melakukan ini. Karenanya meski lelah, si Romsaithong tetap menunjukkan video call-nya yang masih tersambung. "Here he is, just 3 weeks pregnant. He was indeed still quite young."

Polisi itu pun berbinar-binar karena melihat wajah si manis, tapi Apo jadi malu sendiri. Dia menyapa "Halooo ...." sambil melambaikan tangan, senyumnya makin cerah, tanpa tahu Mile cemburu berat. Bagaimana pun pria Barat sering suka siapa pun yang berkulit eksotis. Apalagi seimut istrinya.

"Ok, thank you. Do i need to pay? I'll give it if you tell me how much you want," usai Mile mendapatkan fotonya. Namun polisi itu tak mau diberi imbalan uang. Malahan, memuji lagi kalau Apo cantik jelita.

Makin terbakarlah Mile Phakphum. Lelaki itu pun meremas setir beberapa saat, barulah mengirim hasil fotonya kepada Apo. Dia bilang, "Sayang, sudah dulu ya. Ternyata reservasi restorannya tidak dapat tempat privat. Sulit kalau mau video call-an denganmu. Nanti lagi, hm?"

"Okeeey, Phi."

Padahal waktu makan malam Mile sudah habis, lelaki itu pun harus rela lanjut ke tempat acara sambil mengunyah MC Donald's sepanjang perjalanan.

Bersambung ....