Chereads / DEVIL BRIDE [MILEAPO FANFICTION] / Chapter 20 - BAB 20: DEMI SENYUMMU

Chapter 20 - BAB 20: DEMI SENYUMMU

BAB 20

"Saat aku diharuskan pergi, bukan kematian yang membuatku sakit. Tapi, bagaimana jika dirimu tak bisa tersenyum lagi. Apalagi menghancurkan diri sendiri."

[Bible Wichapas Sumettikul]

Mile mendadak teringat awal pertemuannya dengan Bible Wichapas. Bukannya peduli pada raganya yang dikremasi, Bible justru menyasar Apo yang tidur meringkuk di lantai.

Bible duduk di sisi Apo. Setiap detik. Setiap menit. Ruhnya mencoba mengusap air mata sang kekasih yang mengalir, tapi tentu saja tak bisa.

Tubuh Bible transparan. Nyawanya memudar. Dan tiap kali malaikat maut mengecek keadaannya, dia bilang ....

"Tolong, aku tidak akan pergi kemana pun. Aku masih ingin membuatnya tersenyum."

Malaikat maut yang tegas tetap saja mengingatkan. Dia menunjuk jam pasir di tangan yang terus menerus berkurang. "Tinggal 3 hari lagi. Jika ada orang lain yang kau sayangi, cepat datangi. Aku tidak akan memberimu waktu lebih untuk berpamitan."

Namun, Bible tidak pergi sejengkal pun dari sisi Apo.

Apa Bible tidak punya orangtua atau saudara yang masih hidup? Mile tidak tahu pasti. Namun, sebagai iblis yang butuh memangsa, dia tetap menunggu sebagai kucing hitam yang berkeliaran di rumah duka untuk mengawasi.

Mile tahu Bible adalah target yang menggiurkan, tapi tanpa kontrak resmi, Mile hanya bisa menunggu ruh lain sebagai korban incaran.

"Phi ... Phi Po ...." Bible mencoba berbisik di telinga sang kekasih. "Jangan tidur di sini, tolong. Kau bisa sakit kalau terus-menerus menangisiku."

Pemandangan seperti itu sudah biasa Mile lihat. Baginya, semakin banyak ruh yang bersedih, semakin mudah kemungkinannya menemukan mangsa yang sesuai.

"Aku minta maaf soal semuanya. Aku juga tidak tahu akan begini. Phi Po, bisa kau mendengar suaraku?"

Setelah tiga hari, Mile pun risih juga. "Cih, kau itu sudah mati, Bodoh. Tentu saja dia tuli dengan omonganmu."

Bible pun terpana melihat perubahan tubuh Mile. Si kucing hitam kini jadi manusia. Ah, ralat. Lebih tepatnya iblis dengan penampilan klasik panglima di masa lalu. "Kau siapa?" tanyanya kalut.

"Nama dan wajahku banyak," kata Mile. "Yang pasti aku iblis, dan rumah duka ini merupakan wilayah berburu-ku."

Bible jelas bingung pada awalnya. Ruh itu sepertinya terguncang karena waktunya nyaris habis. Namun, ketika Mile memberikan penawaran besar, tanpa pikir dua kali dia langsung meminta kontrak tertinggi.

"Lakukan saja! Lakukan! Makan aku, tak masalah!" Bible berteriak sambil menyasar tangan si iblis dengan remasan. "Tapi, tolong buat kekasihku bahagia lagi. Dia butuh seseorang, Tuan Iblis. Dia bisa mati kalau terus menerus seperti itu!"

"Aku bukan Tuhan yang bisa langsung mengabulkan permohonan semacam itu," kata Mile. "Sehina-hinanya aku, bangsa kami masih punya peraturan jika ingin memangsa ruh tanpa masalah di akhir."

"Bukankah kau bilang ruhku pantas?" kata Bible. "Aku tak masalah jika tidak bisa reinkarnasi lagi."

"Benarkah?"

"Tentu saja! Lagipula buat apa terlahir kembali? Jika berjeda 100 tahun, aku hanya akan jadi kakek tua saat dia baru bayi di dunia ini," kata Bible. "Sekali lagi, kumohon. Waktuku tidak banyak, Tuan Iblis. Apo adalah orang yang paling berharga untukku. Aku sangat mencintainya. Dan mustahil bisa pergi tenang jika melihatnya seperti itu."

Mile pun melirik Apo sekilas. Ah, Apo kini sudah pucat dengan panas tubuh yang meninggi. "Belum ada dua Minggu," katanya. "Dia takkan mati semudah itu." (*)

(*) Maksud Mile, manusia bisa hidup tanpa makan 2-3 Minggu. Kalau tanpa minum Cuma 3-7 hari.

"Tuan Iblis, kau ini sebenarnya kenapa?" tanya Bible panik. "Bukankah kau butuh makan? Kenapa masih mempersulit hal ini?"

"Aku bukan mempersulit. Tapi hanya memastikan tidak tersedak saat menelanmu nanti," kata Mile dengan kedua mata kuning yang menyala. "Mungkin kau sungguhan tulus, tetapi beberapa ruh terpaksa membuat kontrak. Aku jadi kesulitan mengunyah mereka selama ini."

"Oh ...." Bible pun membelai rambut Apo perlahan-lahan. Dia tahu jemarinya tak mampu menggapai kelembutan sang kekasih lagi, tapi tak apa. Dia bisa tersenyum tipis hanya karena merasa akan rindu sensasinya. "Aku berjanji akan menikahinya. Jadi, sudah kusiapkan rumah untuk kami berdua ...."

Sorot mata Mile datar-datar saja. "Aku tak peduli dengan kisah cinta kalian."

"Iya, abaikan saja bila tak suka," kata Bible. "Toh aku hanya ingin bercerita untuk yang terakhir kali."

"Jadi, kau sungguh-sungguh ingin membuat kontrak denganku?" tanya Mile memastikan.

Bible memandangnya dengan bola mata yang berpendar-pendar. "Aku tak pernah seyakin ini," katanya. "Jadi, tolong bilang padanya aku baik-baik saja. Selama dia hidup dengan tegar, semuanya bisa kuatasi."

Mile pun mendengarkan dengan saksama.

"Suruh dia kerja seperti semula, Tuan Iblis," kata Bible lagi. "Jalan-jalan, banyak liburan, lalu bersosialisasi. Katakan juga aku ingin dia punya lebih banyak kenalan. Kalau bisa teman, kolega kerja, dan tentu saja kekasih untuk menggantikanku."

"Kekasih? Kau yakin?"

"Iya, tak masalah. Aku paling suka melihatnya tersenyum. Dan aku ingin dia tidak hancur hanya karena aku pergi." Bible mengepalkan tangannya. "Jika dia punya impian untuk bahagia, aku harap dia tetap bisa mewujudkannya."

"...."

"Dengan apa pun, atau bersama siapa pun—"

"Harapanmu itu sangat muluk, Bible," sela Mile kesal. "Jadi ini agak menggelikan untukku."

"Tak masalah." Bible tertawa, tapi dia mengusap air matanya. "Bukankah ruhku pantas meminta cukup banyak hal padamu?"

"Tentu, selama masih mungkin kulakukan."

"Kalau begitu lakukan segala cara," pinta Bible tegas. "Waktuku sudah tidak banyak, Tuan Iblis. Jadi, aku tak peduli bagaimana kau mewujudkannya, selamatkan kekasihku dari situasi ini-"

"Aku paham."

BRAKHHHHH!!!

Bible pun tersentak saat ruhnya ditarik hingga berlutut di depan sang iblis. Apalagi mendadak ada lingkaran mantra di bawah tubuhnya, tanda kontrak itu akan dibuat.

"Kalau begitu siapa nama lengkapmu?" tanya Mile setelah membuka gulungan kertas rahasia. Benda itu membentang di depannya dengan pena yang melayang-layang.

"Bible. Bible Wichapas Sumettikul," jawab Bible dengan tangan gemetar. Meskipun begitu, kedua matanya berkaca-kaca bukan karena takut. Melainkan tahu apa yang akan Apo alami setelah dirinya meninggalkan lelaki itu. Mungkin kaget didatangi iblis, mungkin juga terpaksa melakukan permintaannya.

Maafkan aku, Apo. Tapi, ini pun caraku mencintaimu.

"Itu sudah nama asli?" tanya Mile dengan mencatat nama kliennya.

"Iya. Aku warga Thailand biasa. Bukan agen dengan banyak kartu identitas," jawab Bible.

"Baiklah."

Bible tampak ketar-ketir kala namanya digores dengan api yang menyala di ujung kuas. Hebatnya, dia tidak takut sedikit pun setiap ditatap Mile.

"Sekarang giliran namaku."

Bible tidak paham bagaimana bunyi nama asli si iblis. Sebab bagian itu digores dengan menggunakan aksara latin Romawi kuno. Bentuknya sederhana, estetik, juga khas seperti di film bertema mumi yang sempat tenar. Dia hanya menunggu sabar, lalu ditanya sekali lagi.

"Lalu nama kekasihmu itu?" tanya Mile.

"Apa?"

"Dia." Mile menyentakkan dagu ke arah Apo. "Bukankah ruhmu ditukar dengan tanggung jawabku padanya?"

"Ah ... jadi dia ikut ditulis di dalam sana." Bible pun menoleh ke Apo sekilas.

"Hm."

"Dia Apo. Apo Nattawin Wattanagitiphat.'

Mile memang melanjutkan kontraknya, tetapi dia juga tampak berpikir begitu dalam.

"Kenapa?" tanya Bible cemas.

"Tidak. Hanya berharap tugas ini segera selesai." Mile pun menutup gulungannya. "Karena dalam banyak kasus, wasiat pesan orang mati bisa diterima dengan mudah. Jadi, kuharap kekasihmu itu takkan merepotkanku."

Bible pun memandang telapak tangan sang iblis yang kini terbuka padanya. Seolah memintanya untuk datang. Lalu menyerahkan jiwa selamanya.

"Aku pun berharap dia cepat bahagia seperti dulu."

"Bagus."

"Sebelum itu ..." Bible memundurkan tangan karena ingat sesuatu. " ... apa aku benar-benar takkan hidup lagi?"

Mile pun tampak ingin memaki. "Jika kau memang menyesal, maka sudah terlambat sekarang."

Bible menggeleng pelan. "Bukan, aku tak memikirkan kontrak ini lebih jauh," katanya pelan. "Hanya saja, Tuan Iblis. Rasa-rasanya kematianku begitu mendadak."

"Apa maksudmu?"

"Aku ingin tahu kenapa itu terjadi. Karena-ah ... perasaan aku sudah mengecek kanan dan kiri. Lampu jalan aktif. Sinyalnya pun benar saat aku menyeberang ke arah kafe ...." Percaya atau tidak, tatapan Bible waktu itu sungguh membebani hati Mile.

"Ck. Ajal ya ajal. Datangnya takkan ditunda atau dipercepat," kata Mile tak mau ikut campur memikirkan. "Mau apa pun sebabnya, takdirmu memang mati beberapa hari lalu. Jadi, lupakan pemikiran aneh tadi."

Tanpa diduga, Bible justru tersenyum geli. "Baiklah, maaf. Aku hanya terlalu mencintai Phi-ku," katanya dengan mata yang berkaca-kaca. "Jadi, rasanya sulit menerima pergi seperti ini begitu saja."

"...."

"Mungkin, jika tak dicap sebagai kecelakaan, aku ingin tahu bagaimana kejadiannya." Bible lantas meletakkan tangannya kepada Mile. "Tapi, ya sudahlah. Terima kasih sudah memberiku kesempatan hebat, Tuan Iblis."

"Harusnya aku yang mengatakan hal itu," kata Mile dengan mata yang terpejam.

Dulu saat menelan Bible, Mile biasa saja, tapi kini dadanya berdesir aneh.

Kecemasan Max, kematian Bible, pertemuannya dengan Apo, lalu dirinya yang terlibat dalam situasi itu ... semua terasa rancu.

"Ini agak merepotkan," gumam Mile pelan. "Dan harusnya juga bukan urusanku. Tapi, apa kematianmu benar-benar beralasan, Bible?"

Bersambung ....