Chereads / DEVIL BRIDE [MILEAPO FANFICTION] / Chapter 21 - BAB 21: BRITISH SHORTHAIR

Chapter 21 - BAB 21: BRITISH SHORTHAIR

BAB 21

Keesokan harinya, Mile pun mengembalikan guci abu Bible kembali ke altar doa.

Namun, kesadaran kadang jadi momok menakutkan. Seperti ketika kau tersenyum seharian, lalu mendadak gempa hebat menerjang di sekitar.

Apo tak jauh berbeda dengan mereka.

Bagaimana cara Mile menatap Apo.

Memeluknya, menciumnya, dan menghirupi aromanya. Seolah-olah Apo sudah menerima Mile sepenuhnya, padahal dia masih berusaha.

"Mmnhh ... Mile ...." lenguh Apo setelah mereka melepaskan tautan bibir mereka sebelum tidur. Dia tahu, memberikan harapan palsu tidaklah bagus. Toh hatinya sendiri makin terasa kopong. Namun, bila bersentuhan dengan Mile bisa melepaskan beban pikirannya, semua tidak penting lagi.

"Apo."

Apo juga belum memikirkan bagaimana cara menghadapi Mile hari itu. Kata-kata manis, sikap terus terang yang spontan, lalu dirinya yang terlihat membuka diri ...

"Kalau bisa, aku ingin mengulang waktu satu malam saja," batin Apo dengan kening yang mengernyit. "Kembali pada hari Bible meninggal, kuharap kami tidak keluar jalan-jalan atau apa pun itu." Kegelisahannya begitu jelas, meskipun sudah berusaha baik-baik saja. "Aku seharusnya mengabaikan Mile selamanya."

"Apo."

Kali ini panggilan itu semakin dekat. Apo bisa merasakan embusan napas beraroma hujan di sisi pipi. Lalu belaian jari yang menyisiri anak rambutnya. Saat membuka mata, Apo pikir dia menemukan Mile telanjang dada. Namun, iblis itu justru menepuki hidungnya dengan kaki berbulu yang sangat bersih.

"Oh? Sekarang Mile berbentuk kucing British Shorthair? Dia manis sekali. Aku jadi ingin mengelus dagunya," batin Apo.

"Pagi, Mile ...." sapa Apo.

"Kupikir kau sakit atau apa," kata Mile. "Sesulit itukah untuk bangun tepat waktu? Padahal semalam aku yakin tidak berlebihan menyentuhmu."

Apo tidak yakin mengapa, tetapi sepertinya Mile menggunakan tubuh gembul itu agar suasana pagi ini tidak canggung. "Iya, maaf. Aku hanya sangat-sangat malas."

Kaki depan Mile kini naik ke bahu Apo. "Mungkin memang agak dingin," katanya. Lalu menggunakan cakar untuk menarik selimut agar lebih menutupi. "Kalau begitu, tidurlah kembali jika menginginkannya."

Mereka bertatapan lurus.

Sedetik.

Dua detik.

Lima detik.

Terlalu lama hingga membuat Apo bisa bercermin di mata emas Mile. Di sana, gambaran tubuhnya yang penuh kissmark pun membias lembut. "Tidak, aku bisa bangun sekarang."

"Jangan memaksakan diri," kata Mile. "Lagipula kau tidak perlu menyiapkan sarapan karena sudah jadi pasanganku. Sekarang bilang mau makan apa? Aku sudah mendatangkan beberapa pelayan untuk mengurus rumah mulai sekarang. Mereka juga bisa memasak untukmu."

Apo pun memijit kening. Dia duduk seolah mabuk kendaraan. "Tapi aku ingin makan yang kusuka. Apa mereka bisa memasaknya?"

"Mungkin tidak, tapi aku tadi mempersiapkannya."

"Eh? Sungguh?"

Meski wajahnya adalah makhluk berbulu, Apo rasa Mile sempat tersenyum tipis. "Sudah kupesankan makanan," katanya. "Dan mulai sekarang ada beberapa pelayan di rumah ini."

Apo pun menoleh ke atas nakas. Pantas, dia sempat mencium aroma rempah sejak tadi. Ternyata di sana ada senampan paket sarapan pagi yang mengepulkan uap tipis.

"Kenapa tak mengatakan apa pun?" tanya Mile. Kucing itu terus menatap dan menemaninya seolah ingin tahu bagaimana cara Apo mengunyah.

Salah tingkah, Apo pun terbatuk pelan. "Maaf, tapi kupikir kau takkan membiarkan manusia asing masuk ke sini," katanya canggung. "Dan sebenarnya aku tidak terlalu butuh mereka."

"...."

"Maksudku, jika kita hanya berdua, aku masih bisa mengurus tempat ini meski tidak tepat waktu."

"Cukup." Mile malah melompat turun. Dia menoleh, dan ekornya bergerak-gerak di setiap langkah. "Jadi istriku bukan berarti membabu di rumah ini." Katanya. "Makan saja sarapanmu---" Raut iblis itu sempat berubah, tetapi Mile segera memperbaiki nada bicara. "Mn, kutunggu di depan untuk mengepas cincin."

Apo pun menatap jari manisnya. Benar juga. Semalam aku sendiri yang memintanya melakukan itu. Meski rasanya aneh, Apo pun segera turun untuk mandi dan sarapan.

Ada berbagai menu pedas di nampan yang disiapkan Mile. Char Siu, Tom Kha Gai, Gaeng Daeng, Mie khas Huahin, dan segelas susu steril yang hangat. Apo tidak yakin kenapa Mile bisa tahu menu-menu kesukaannya, atau dapat membeli darimana di Italia, tetapi rasanya tidak buruk di lidah.

"Ah, apa dia pergi ke negaraku hanya untuk membeli semua ini?" pikir Apo. Dia menoleh sebentar kepada Mile yang berjalan keluar kamar dengan kaki berbulunya.

Deg ... deg ... deg ... deg ....

Secara ajaib, Apo pun berdebar kencang, tapi makan dengan lahap untuk menutupi kegugupannya yang tiba-tiba. Lelaki itu pun membuat kucing Mile menunggu lama di mobil garasi. Bahkan tertidur di kursi kemudi.

Dengkuran Mile sangat halus, sampai membuat Apo segan membangunkan. Namun, saat dia hampir masuk lagi, mata emas Mile tiba-tiba berpendar lembut. "Apo," panggilnya.

Apo berbalik. "Ya?"

"Lain kali jangan begitu."

Sejujurnya, berperilaku wajar di depan Mile masih sulit. Tak peduli berapa kali iblis itu mencumbu tubuhnya, Apo merasa kenyamanan adalah persoalan yang berbeda.

"Soal apa?"

Mile menggeliat dengan bulu-bulu yang megar.

"Jika datang, bilang. Bukan mengurungkan diri seperti barusan."

Apa ini artinya mereka hanya saling melunak bila di ranjang? Apo tak mengerti lagi pola hubungan kontrak jiwa tersebut.

"Aku tidak ingin mengganggumu."

"Justru kau harus sering menggangguku," kata Mile. "Aku takkan marah hanya karena itu."

Deg ... deg ... deg ... deg ...

Debaran itu kembali lagi.

"Umn, ya. Tentu. Lain kali akan kuperbaiki sikapku," kata Apo. Lalu mengelus dagu Mile lagi. "Maaf, ya."

"Grrr ... grrr ... grrr ...." gumam Mile karena nyaman.

Setelah itu, Mile pun kembali ke tubuh manusia. Namun, iblis itu tampak agak kesal karena Apo mengeluarkan tangannya dari jendela mobil, tapi tidak masuk-masuk.

"Sini," kata Mile sambil menarik tangan Apo. Membuat napasnya terasa di wajah Apo, bahkan aroma dan caranya menatap lurus.

Apo pun gagal fokus ke jakun Mile yang menonjol jelas, lalu segera memalingkan matanya.

"Mn, tunggu sebentar-" Apo mengernyit karena tangannya susah ditarik. "Mile? Jika kau tak melepaskan aku, bagaimana cara masuk ke dalam?"

Tatapan Mile semakin lekat. "Maaf, aku masih berusaha lebih baik daripada sebelumnya. Perlakuanku, perkataanku ... tapi bisa jangan salah paham?" pintanya. "Karena ini tidak semudah yang kau bayangkan."

"Oh."

"Dan berhentilah membuat batas denganku," kata Mile. Iblis itu mencuri kecupan di bibir Apo sekilas.

"Batas? Apa sebenarnya maksudmu?"

"Bukankah semalam kau bilang ingin menuju padaku?" kata Mile. "Biar aku membantumu."

"...."

"Sekarang masuk. Pagi akan jadi siang bila kita tak cepat berangkat."

Kali ini, Apo lah yang menahan tangan Mile. "Tunggu," katanya. "Umn, kupikir kita akan terbang cepat lagi?"

"Tidak, kecuali dalam situasi urgen," kata Mile. "Bukankah kau ingin menikahi sosok manusia? Tolong lupakan aku iblis bila membuatmu kurang nyaman."

"Apa selama ini memang hanya karena dirinya iblis?" pikir Apo tanpa sadar. Lelaki itu pun mengangguk pelan. "Mn."

Kalau diingat-ingat, ini bukan pertama kalinya Apo menumpang mobil pasangan. Dulu, sebelum menjalin kasih dengan Bible, ada seorang kurator kaya mendekatinya. Pria itu pendiam mirip Mile. Dia kaku, kesulitan mengutarakan isi pikiran, tetapi jelas lebih manusiawi daripada iblis itu. Senyumnya sering muncul di depan Apo. Caranya menggenggam juga terasa begitu aman. Dan selama perjalanan si kurator sering mengajaknya ngobrol hal-hal yang aktual di sekitar.

Beda dengan Mile. Si iblis justru duduk sekaku kayu. Dia fokus menyetir padahal jalan raya lumayan lengang. Tak ada sepatah kata pun terlontar.

"Mile."

"Ya?"

Dia bahkan tak melirik meski Apo memanggil sejelas itu. "Soal cincin, aku mendadak berubah pikiran."

DEG!

"Maksudmu kita tidak jadi menikah—"

"Bukan. Demi apa pun, tidak seperti itu, Mile," sela Apo. "Justru aku ingin memesan yang sama, tetapi tidak perlu memakainya. Mn, karena kau bukan Bible-ku. Jadi, khusus kita lebih baik mencari desain yang lain."

"Oh."

"Aku tidak ingin kau hidup sebagai dia," kata Apo memperjelas. "Aku juga lumayan senang kau berhentiku memanggil 'Phi' atau semacamnya."

Kali ini, Mile baru menatapnya dari spion depan. "Lalu? Panggilan seperti apa yang kau mau?"

"Eh?"

Mile membuang muka. "Sejujurnya aku kurang suka memanggil namamu saja," katanya dengan suara memelan. "Itu membuatku merasa kau masih berposisi jadi orang lain."

Apo refleks berpikir apakah semua iblis begitu pada pasangannya, meski tak ada cinta sekali pun diantara mereka.

"Panggil aku sesukamu."

"Tidak."

"Aku tidak apa-apa, Mile."

"Kalau begitu istriku."

DEG

"Ah ... ya," desah Apo. Agak kaget, tapi kemudian membuang muka. "Tidak masalah. Itu juga bagus saja. Tapi, mungkin lebih baik tidak sering-sering. Aku ... aku butuh waktu untuk terbiasa."

"Hm."

Mereka pun kembali saling mendiamkan setelahnya.

Bersambung ....