Chereads / DISANTET MANTAN / Chapter 27 - LIDAH SEPERTI ULAR

Chapter 27 - LIDAH SEPERTI ULAR

Ibu santi menelepon ambulance meminta untuk menjemput safitri untuk ke rumah sakit, sampe sekarang safitri belum membuka matanya. Nafi memakaikan pampers dan baju safitri dibantu juga oleh kak umi, setelah baju safitri terpakai, nafi menuju ke kamarnya mempersiapkan beberapa helai baju safitri.

Saat mendengar sirine ambulance, perlahan safitri membuka matanya, dia melihat ke arah sekelilingnya, seperti ada sesuatu yang lagi dia cari, dia seperti tidak mengenal orang-orang di sekelilingnya. Sepertinya safitri tidak ingat apa yang baru saja terjadi pada dirinya. Kak umi dan buk santi hanya tersenyum ke arah safitri saat mata safitri melihat mereka satu persatu. Saat nafi sampai di kamar safitri, melihat istrinya sudah buka mata, nafi tersenyum ke arah safitri.

"kita ke rumah sakit ya, untuk sementara kamu dirawat di rumah sakit dulu". Safitri tidak menjawab apa-apa mendengar perkataan suaminya.

Safitri seperti orang yang kehilangan ruh nya, dia seperti patung yang diberi nyawa. Safitri pelan-pelan diangkat ke dalam tandu untuk dibawa naik ke ambulance, petugas ambulance sudah siap membukakan pintu ambulance untuk pasiennya. Tiba-tiba kak lina pun sudah di halaman rumah nafi, karena mendengar suara sirine ambulance kak lina datang memastikan keadaan safitri.

"dia mau dibawa ke rumah sakit mana?. Kak lina bertanya pada nafi.

"rumah sakit harapan bunda kak". Nafi tidak marah sedikit pun sama kak lina, biarpun yahman mengatakan kalau kak lina lah yang telah menyantet safitri, istrinya.

Ambulance pun berlalu dari halaman rumah nafi, hanya buk santi yang ikut menemani nafi ke rumah sakit, sedangkan kak umi diminta nafi untuk mengunci rumah dan menjaga rumahnya selama dia di rumah sakit.

Setiba di rumah sakit, safitri langsung dibawa ke ruang ICU, ibu santi yang berkomunikasi langsung dengan dokter, dia sudah sering merujuk pasiennya ke rumah sakit harapan bunda ini, apalagi safitri merupakan pasiennya yang sudah dia anggap seperti teman sendiri, sudah berbulan-bulan dia menangani penyakit safitri yang sangat berbeda dari kebanyakan ibu hamil lainnya.

"dia tidak apa-apa, Cuma kekurangan cairan saja, jadi Cuma perlu diinfus saja, mungkin besok atau lusa dia sudah bisa pulang, saya tinggal dulu ya, masih ada pasien yang harus saya periksa". Dokter memberikan keterangan kepada buk santi dan juga nafi. Ibu santi lega mendengarnya, tapi tidak dengan nafi. Nafi tahu safitri belum sembuh, dia harus memikirkan cara apalagi yang harus ditempuh untuk kesembuhan istrinya. Karena safitri tidak ada masalah lain dengan sakitnya, maka dia segera akan dipindahkan ke ruangan lain.

"kita sudah mendengar penjelasan dokter kalau safitri baik-baik saja. Jadi, saya pamit pulang duluan, nanti kalau ada keperluan apa-apa telepon saja saya tidak usah sungkan-sungkan". Buk santi pun pamit ke nafi untuk pulang duluan.

"terimaksih kasih banyak buk santi, mungkin nanti saya akan ganggu ibuk lagi untuk minta tolong". nafi yakin dia pasti masih membutuhkan bantuan ibu santi.

Nafi pun masuk ke ruang inap dimana safitri dirawat, kali ini tangan safitri kembali dipasangin infus, entah sampai kapan safitri akan bebas dari penderitaan ini. Nafi mengelus-elus kepala istrinya yang masih terbaring lemas, sampai sekarang safitri belum mengeluarkan satu patah kata pun dari mulutnya, matanya kembali dia pejam seolah-olah tidak mau lagi melihat dunia.

Nafi ke kamar mandi mengambil wudhu terus shalat zuhur disamping ranjangnya safitri, dia akan menelepon kak umi setelah shalat untuk menanyakan keadaan rumahnya, dia teringat ayam hitam yang belum sempat di cek tadi pagi, apakah ayam itu masih hidup atau sudah mati.

Setelah memutuskan obrolan dengan kak umi di ponsel, nafi memperhatikan lama-lama kearah istrinya, dia memperhatikan tangan safitri yang masih membentuk seperti kepala ular, dia coba melepaskan pelan-pelan genggaman tangan safitri yang berbentuk kepala ular itu, tapi percuma, saat dia melepaskan geggamannya, tangannya safitri kembali terbentuk seperti ular. Dokter mengatakan tangan safitri seperti itu karena kaku, kaku karena kekurangan cairan dalam badannya. Nafi tidak membantah perkataan dokter, tapi dia juga tidak percaya dengan penjelasan dokter kali ini.

Safitri membuka matanya dengan pelan, melihat ke kiri dan ke kanan, sepertinya dia sedang mencari sesuatu, nafi tidak tau apa yang safitri cari dan maksud dengan lirikan matanya ke kiri dan ke kanan.

"adek mau minum?", nafi memegang air mineral di tangannya menawarkan ke safitri. Safitri membuka mulutnya saat mendengar kata minum, nafi sangat syok melihat safitri menjulurkan lidahnya seperti ular, kini lidah safitri ikut seperti ular juga, safitri sudah tidak menutup mulutnya dia terus mengeluarkan lidahnya seperti lidah ular. Nafi seketika badannya seperti runtuh, dia tidak ada tenaga lagi memegang botol air mineral ditangannya, kakinya sudah tidak bisa merasakan pijakan di lantai, dia ingin mengutuk dunia, mengeluarkan kata sumpah serapah pada dunia yang begitu kejam terhadap istrinya.

Nafi mengambil ponsel menghubungi abangnya meneceritakan keanehan yang terjadi pada safitri. Dia menanyakan apa yang harus dia lakukan sekarang, kemana lagi dia harus membawa safitri, rasanya tidak ada lagi sudut dunia yang bersikap adil padanya.

"besok istri mu bawa keluar saja dari rumah sakit, dia tidak bisa lama-lama kena jarum suntik. Istri mu itu sudah jelas-jelas bukan penyakit rumah sakit, aku akan cari tau kemana tempat yang pas untuk berobat istri mu". Setelah mendengarkan jawaban dari abangnya, nafi berencana malam ini langsung mengeluarkan safitri dari rumah sakit.

Nafi keluar mencari suster, setelah dia bilang maksudnya ingin mengeluarkan safitri dari rumah sakit, suster tidak mengijinkannya, setidaknya safitri harus dirawat dulu satu malam karena tubuhnya kekurangan cairan. Karena tidak berhasil bernegosiasi dengan suster, akhirnya nafi menelfon ibu santi meminta bantuannya agar safitri bisa segera dibawa keluar dari rumah sakit. Ibu santi terkejut saat mendengar permintaan nafi.

"tunggu saja sampai besok pagi, setidaknya rawat inap dulu satu malam biar di infus agar cairan ditubuhnya terkecukupi". Ibu santi tidak setuju juga dengan permintaan nafi untuk mengeluarkan istrinya dari rumah sakit.

"safitri bukan sakit rumah sakit buk santi, ibu juga sudah tau itu, banyak keanehan yang terjadi pada safitri, sekarang safitri mengeluarkan lidahnya seperti lidah ular buk santi, saya tidak ingin nanti orang-orang melihat keanehan safitri buk santi". Ibu santi shock saat mendengar penjelasan nafi.

" baik lah nanti malam saya akan kembali ke rumah sakit untuk berbicara dengan dokter agar safitri diijinkan untuk pulang". Sepertinya buk santi tidak punya pilihan lain selain mengabulkan permintaan nafi.

Setibanya buk santi kembali ke rumah sakit, setelah berbicara dengan dokter, dokter tidak mengijinkan safitri pulang dengan keadaan yang masih sangat lemas. Paling tidak safitri harus diarawat inap dua hari di rumah sakit untuk memulihkan staminanya. Setelah menjelaskan panjang lebar akhirnya dokter mengatakan boleh, tetapi dengan syarat jika terjadi apa-apa dengan safitri, dokter lepas tangan alias tidak mau bertanggung jawab, buk santi menyetujui syarat tersebut atas persetuajuannya nafi.

Setelah menandatangani beberapa lembaran dokumen rumah sakit, akhirnya safitri dibawa pulang malam ini juga, ada beberapa perawat yang melihat ke arah nafi dengan muka sinis, kenapa ada suami yang tega mengeluarkan istrinya dari rumah sakit yang lagi sakit. Safitri dibawa pulang dengan ambulance yang sama saat mengantarnya ke rumah sakit ini. Setelah mengucapkan terimakasih, nafi pamit ke ibu santi untuk pulang duluan, ibu santi tidak ikut dengan nafi sepertinya ada beberapa hal yang harus dia bereskan dulu mengenai safitri, pasiennya.

Saat tiba di rumah, kak umi sudah menunggu di depan pintu, kak umi bukan lagi seperti tetangga, tetapi sudah bagaikan keluarga inti bagi nafi. Safitri dibawa masuk kerumahnya menggunakan tandu ambulance oleh dua orang petugas ambulance, petugas ambulance pamit pulang, pintu rumah ditutup nafi kembali meratapi kesunyian malam.

"kamu tidur saja di kamar mu sendiri, safitri biar saya yang jaga malam ini". Sepertinya kak umi sangat memahami akan lelahnya dan beratnya hidup nafi saat ini.

"iya kak, saya mandi dulu. Terimakasih kak yang sudah mau direpotkan selama ini". Apa yang telah dilakukan kak umi selama ini, sebenarnya tidak cukup dengan kata terimakasih. Tapi, hanya itu yang bisa nafi ucapkan selama ini dan kak umi pun tidak pernah berharap nafi untuk membalas kebaikannya, dia melakukannya dari hati yang tulus, hanya mengharapkan pahala dari Allah saja.

Saat di kamarnya nafi bukan tidur, dia memikirkan cara selanjutnya untuk kesembuhan safitri. Dukun mana yang harus dia datangi lagi? Ritual apa yang harus dilewati? Tak sadar air matanya tak tertahankan lagi. Dia bersandar dikepala tempat tidur menahan tangis yang begitu sesak, dia ingin teriak sekencang-kencangnya untuk melepaskan sesak di dada, tapi semua itu dia tahan, dia tidak boleh kelihatan lemah di saat safitri lagi lemah.

'tuhan apakah masih ada harapan itu? Ujian ini terlalu berat buat aku, aku tidak sanggup melihat penderitaannya yang belum berakhir, isi rumah ini terlalu sepi tanpa canda tawanya, terlalu gelap tanpa cahaya bola matanya tuhan" nafi mengadu ke rabbi nya sambil memegang kepalanya. Akhirnya dalam tangisnya nafi tertidur. Mungkin malaikat tuhan meniupkan angin yang begitu perih kedalam matanya sehingga dia matanya jatuh terpejam.

"ibu boleh saya meminjam sedikit uang? Saya sudah tidak punya tabungan lagi, tetapi safitri masih harus dilanjutin untuk pengobatannya". Dengan menahan rasa malu, nafi harus menelepon ibunya untuk meminta bantuan uang.

"tentu saja boleh nak, bagaimana kabar safitri, apakah ibu perlu datang ke situ untuk membantu merawatnya?". Seorang ibu tidak pernah merasa lelah membantu anaknya dalam keadaan apapun.

"keadaan safitri belum membaik buk, tapi ibu tidak perlu khawatir, di sini ada kak umi yang selalu membantu kami, jadi ibu tidak perlu khawatir ya buk, saya butuh doa ibuk untuk kesembuhan safitri, insyaallah safitri akan segera sembuh buk". Nafi tidak ingin merepotkan ibunya untuk jauh-jauh datang ke rumahnya, lagian ibunya nafi sudah tua, mungkin dia akan terkejut kalau melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana keadaan safitri saat ini, dan bisa jadi nanti dia ikut sakit melihat kesedihan anaknya. Karena mempertimbangkan banyak hal, nafi tidak meminta tolong ibunya atau ibunya safitri untuk merawat safitri yang lagi sakit, karena kalau orang tua mereka ikut sakit, itu akan menambah beban dia.

Pagi ini nafi juga akan menelepon abangnya untuk memastikan tempat berobat yang pernah dia disebutin sekilas kemarin itu. Dia belum berhenti dan tak akanberhenti dengan perjuangannya, masih berjuang untuk seseorang yang menerangi rumahnya, rumah itu akan segera kembali dengan cahaya yang menawan, biarpun belum tau kapan waktu yang pasti.

Saat nafi lagi mencari no telp abangnya di handphone, tiba-tiba ada panggilan masuk di handphonennya, "nafi, gimana kabar istri kamu? Apakah safitri sudah baikan? Saya dengar istri kamu sakit parah kemarin ya? Apakah benar dia bukan sakit medis? Kalau dia bukan sakit medis, coba kamu bawa dia ke bungkah, tempat berobatnya itu dimulai setelah shalat insya di malam hari, mungkin di sana dia bisa disembuhkan", ternyata kawan lama nafi yang di kampung yang menelepon. Mungkin ibunya nafi menceritakan tentang penyakit yang sedang dialami safitri.

"bungkah? Oh saya baru tau ini dari kamu, nanti akan coba saya bawa ke sana safitri, terimaksih helmi sudah memberi tau". Harapan baru kembali hadir dihati nafi, semoga tempat yang dia dengar barusan adalah tempat yang terakhir untuk kesembuhan safitri. Tapi bungkah itu lumayan jauh dari kampung ini, safitri tidak mungkin dibawa dengan becak apalagi dengan motor, nafi berinisiatif untuk menyewa mobil mengantar safitri ketempat berobat tersebut.