"kamu sudah selesai kuliah, sudah saatnya kamu menikah, apakah kamu punya calon sendiri safitri?" aku terkejut mendengar perkataan bapak malam ini, piring yang penuh nasi yang kosong di tanganku terasa berat. Apa maksud perkataan bapak? Kenapa tiba-tiba dia menyinggung tentang pernikahan? Apakah aku sudah terlalu tua dimatanya sehingga harus segera menikah?, safitri diam seribu bahasa, dia melihat ke arah bapaknya yang masih sedang asik makan malam, bapak dengan santai menyantap makan malamnya seperti santainya dia mengeluarkan kalimat yang membuatku langsung membeku.
Sesekali safitri menoleh ke arah ibunya, tapi disana dia tidak menemukan jawaban, ibuya hanya menggeleng sambil mengangkat bahu mengisyaratkan kalau dia tidak tahu apa-apa. Apa bapak tadi siang bertemu temannya yang punya anak laki-laki yang masih lajang dan berencana menjodohkan kami? Ah, belum ada yang mengerti dari maksud perkataan bapak.
"tadi siang bapak ketemu tengku hamid di warong kopi, katanya ponakannya dari Aceh barat sedang mencari calon istri, jadi dia menanyakan kamu ke bapak, dari ceritanya tengku hamid, keponakannya itu laki-laki yang bagus akhlaknya, tidak pernah membuat masalah dengan keluarganya dan juga orang sekitar, rajin shalat, dia juga sudah bekerja di sebuah pabrik di aceh barat", benar saja tebakan safitri, ada perencanaan perjodohan.
"ada beberapa teman kuliah tapi tidak ada yang menarik hati saya pak, mereka semua masih seperti anak-anak, belum bisa bertanggung jawab sama dirinya sendiri apalagi sama istrinya", safitri sudah tahu betul bagaimana kelakuan teman-teman kuliahnya, tidak ada satupun diantara mereka yang berhasil memikat hatinya safitri.
Jujur dari lubuk hati yang dalam, safitri belum mau menikah. Dia belum siap saat membayangkan harus mengurus suami dan anak saat ini. Dia masih ingin sendiri dulu, masih ingin bekerja dan membahagiakan orang tuanya. "tapi, bagaimana kalau ternyata melihatnya menikah yang membuat orang tuanya bahagia?", hati kecil safitri berbisik ditelinganya.
Suasana mulai hening, semua lagi bermain dengan pikirannya masing-masing. Bapak sedang menyeruput teh hangat yang sudah disajikan oleh ibu, ibu juga hanya diam saja di sudut meja makan.
"kasih waktu untuk safitri berfikir dulu pak, mungkin tanpa dia sadari saat ini ada salah satu diantara temannya yang sudah bisa saling memahami, siapa tahu itu jodohnya" akhiarnya ibunya safitri memberi pendapat.
"iya.. tidak ada paksaan dalam hal ini, tapi mereka tidak bisa menunggu terlalu lama untuk jawabannya, kalau safitri tidak mau, berarti dia akan mencari gadis yang lain". Bapak tidak memaksa, tapi terlihat jelas diwajahnya dia sangat menharapkan safitri setuju dengan perjodohan ini.
"begini saja, bagaimana kalau kita minta dulu akmal untuk datang kerumah, ketemu dulu sama safitri, setelah itu nanti baru safitri putuskan mau melanjutkan ke jenjang pernikahan atau tidak". Terlihat jelas bapak sangat berniat soal perjodohan ini.
"boleh pak, saya mau bertemu dulu sebelum memberi jawaban". Safitri sedikit lega mendengar saran bapaknya. Safitri malam ini tidak bisa tidur dengan nyenyak, dia terus membayangkan bagaimana kalau ternya laki-laki yang akan dijodohkan dengannya itu sudah berumur dan gendut, bagaimana kalau akmal itu lebih pendek darinya, bagaimana kalau ternyata bapaknya benaran suka sama akmal, kemudian menikahkan safitri dengannya. Ingin rasanya safitri menolak perjodohan ini, tapi dia juga ingin melihat orang tuanya bahagia menyaksikan pernikahannya.
Keesokan harinya bapak langsung menemui tengku hamid untuk membicarakan tentang perjodohan, bapak meminta tengku hamid untuk menyampaikan ke pihak keluarga akmal berkunjung ke rumah untuk bertemu safitri.
"suruh saja si akmal datang sendiri dulu, karena ini bukan pertunangan, hanya perkenalan dia dulu dengan safitri". Tengku hamid menyetujui saran bapak.
Dua hari selang setelah bapak bertemu dengan tengku hamid, akmal pun datang dengan seorang sahabatnya, dia mengambil ijin kerja sehari untuk melihat safitri, dari aceh barat menuju rumah safitri membutuhkan waktu 10 jam untuk perjalanan menggunakan bus umum.
Akmal memakai kemeja warna putih dan celana hitam, dia terlihat seperti seorang manager dari sebuah perusahaan, tapi masih kurang lengkap dengan dasi dan jas. Sepatu kulit yang berwarna hitam terlihat gagah dikakinya akmal, dia tidak pendek seperti bayangan safitri, tapi dia sedikit gemuk dan sudah berumur, tapi pesonanya masih bisa menarik banyak perhatian perempuan. Dia datang dengan motor, ternyata sampai di simpang kecamatan, akmal memesan dua ojek untuk mengantarnya ke rumah safitri.
Ibunya safitri menyuguhkan nasi dengan beberapa lauk yang sudah di masak, kuah kari ayam, sayur toge tumis dan ikan tongkol sambal lado sangat mengundang selera siapa saja yang mencium aroma lezatnya.
"jam berapa dari sana akmal? Dari sana dengan bus ya? Lumayan jauh juga ya, sore baru sampai kemari. Sudah singgah ke rumah tengku hamid dulu atau langsung kemari?", ibunya safitri coba basa-basi biar akmal dan temannya tidak terlalu kaku.
"belum, belum sempat singgah ke rumah pakwa hamid, setelah dari sini nanti baru ke rumahnya, malam ini saya akan menginap di rumah beliau, besok siang baru kembali ke aceh barat", akmal menjelaskan sambil minum air teh dingin yang telah disuguhkan oleh ibunya safitri.
Safitri keluar dari kamar menggunakan baju abaya warna hitam polos dan jelbab berwarna coklat, setelah memberi salam dia ikut duduk di ruang tamu. Safitri melihat kebahagian yang terpancar begitu jelas diwajah bapaknya, mereka kelihatan begitu akrab, entah trik apa yang dilakukan sama akmal sampai dia disambut begitu hangat.
"safitri anaknya pemalu, tapi dia sangat cerdas dalam segala, dia juga penurut, sampai sekarang belum pernah membangkang sama orang tuanya", bapak safitri terus terusan memujinya di depan akmal.
Akmal hanya mengangguk dan tersenyum mendengar perkataan bapaknya safitri, diam-diam sesekai dia mencuri pandang ke arah safitri, safitri saat ini banyak menunduk daripada berbicara.
"safitri, ada yang ingin kamu tanyakan pada akmal nak?" safitri terkejut saat mendengar ibunya bertanya.
"tidak ada buk". Safitri tidak tega merusak kebahagian bapaknya saat ini, dia akan menyerahkan semua urusan ini pada orang tuanya.
Safitri tidak sengaja melihat ke arah temannya akmal, ternyata temannya akmal lebih tua darinya, rambutnya sudah mulai beruban, dia memakai kopiah khas aceh warna hitam dan baju kemeja warna hitam, celana berwarna coklat, dia lebih banyak diam mendengarkan pembicaraan akmal dengan bapak safitri, sesekali dia ikut nimbrung dan tersenyum. 'apakah ini pak imam yang dibawa akmal?' safitri melihat gelagat bapak itu seperti seorang imam.
"saya pamit ke dapur dulu", safitri bangun menuju dapur. Di dapur dia uring-uringan sendiri, safitri sama sekali tidak tertarik sama akmal.
"kalau begitu saya kami pamit dulu pak, ini sudah mau magrib, kami shalat magribnya di rumah pakwa hamid saja". Akmal dan temannya beranjak pergi setelah pamit. Bapak dan ibunya safitri mengantar akmal sampai ke depan pintu pagar. Akmal jalan kaki menuju rumah tengku hamid yang tidak lah jauh dari rumah safitri.
Malam ini safitri berdiam lama di atas sajadahnya, apakah dia harus menerima perjodohan ini tanpa cinta? Atau harus merusak kebahagian yang terukir di wajah bapaknya tadi sore?. " apakah aku harus istikharah? Ya, aku akan istikharah untuk menguatkan hatiku". Safitri memejamkan matanya sambil menarik nafas panjang, rasanya dia tidak ingin beranjak dari sajadah malam ini.
"safitri", suara ibunya terdengar berbisik di telinganya. Safitri tidak sanggup membuka matanya lagi.
"tidurlah nak, masih ada hari esok untuk kita bahas masalah akmal"
Pagi ini bapak terlihat begitu bahagia, dia sangat bersemangat atas setiap kata yang diucapkan, sepertinya dia akan sangat kecewa kalau safitri menolak perjodohan ini. Ibunya safitri ikut bahagia melihat suaminya bahagia, tapi dia memikirkan apakah safitri juga bahagia? Bagaimana kalau sebaliknya? Safitri tidak bahagia dengan perjodohan ini.
Safitri keluar kamar menuju dapur membantu ibunya menyiapkan sarapan dan mencuci piring kotor, dia pagi ini banyak diam dari biasanya, pikiran tambah campur aduk saat melihat wajah bapaknya yang terus tersenyum sambil kasih makan ayam di luar rumah. Safitri tidak akan tega melihat senyum itu akan sirna.
"safitri, bagaimana pendapat kamu tentang akmal nak? Apakah kamu tertarik padanya? Bapak tidak akan memaksa kamu, karena bapak ingin kamu bahagia setelah menikah, kalau kamu setuju kita akan melanjutkan perjodohan ini, tapi kalau kamu tidak setuju, nanti bapak akan sampaikan ke tengku hamid minta maaf tidak bisa dilanjutkan". Safitri justru tambah kasihan sama bapaknya saat dia tidak ego atas kebahagiannya sendiri.
"bagaimana baiknya menurut bapak saja pak, safitri ikut saja, kalau menurut bapak dia baik, berarti baik juga menurut safitri". Ayah safitri tersenyum mendengar jawaban anaknya.
"kalau begitu, nanti saya akan sampaikan ke tengku hamid, minggu depan boleh lamaran", safitri terkejut mendengar perkataan bapaknya. " langsung minggu depan pak? Apa tidak terlau terburu-buru?", safitri tidak ingin acara pertunangan dilakukan sesegera mungkin.
"kemarin sore akmal bilang, kalau kamu memang setuju, menerima dia, maka minggu depan langsung lamaran, kalau dia sendiri sudah setuju dengan kamu". Safitri sedikit panik sambil menggigit-gigit jari jempolnya.
Pagi ini bapak makan dengan lahap, dia senang mendengar jawaban safitri yang setuju untuk menikah dengan akmal. Mungkin bulan depan akan segera nikah, tapi itu nanti tergantung kesepakatan antara kedua belah pihak.
Safitri coba menghabiskan sarapannya tanpa menunjukan rasa sedih, dia tidak ingin orang tuanya mengetahui isi hatinya yang sebenarnya. Dia masih berfikir keras apakah rasa suka pada akmal nanti akan muncul setelah menikah? Entah kenapa dia tidak menyukai akmal sedikitpun, dia berharap minggu depan itu masih setahun lagi.
Tak terasa ternyata datangnya minggu depan itu hanya sekejap mata, ya, hari ini adalah hari lamaran. Pihak keluarga akmal memberitahukan kepada tengku hamid, bahwa mereka akan datang dengan rombongan yang rame, mereka akan datang sampai lima puluh orang, keluarga besar akmal sangat senang dengan pertunangan ini. Orang tua akmal berpesan agar keluarga safitri tidak perlu sibuk-sibuk menjamu mereka nanti, mereka datang dengan jumlah yang ramai karena permintaan keluarga besar yang tidak bisa di tolak, mereka ingin melihat safitri yang terkenal dengan sebutan bunga.
Ternyata benar saja, mereka datang dengan rombongan dan bawaan yang begitu banyak, mereka membawa lima belas talam kue, belum lagi dengan buah-buahan dan kain bakal baju untuk safitri, ada sandal, sepatu, tas dan mukena untuk safitri, ini sudah seperti bawaan di hari antar linto yaitu hari pesta di rumah mampelai wanita.
Safitri yang lagi menunggu di kamar saat itu deg-degan mendengar suara orang-rang yang mulai memasuki ruang tamu rumahnya. Hati kecilnya masih saja berkata andai hari lamaran ini masih lama, andai hari ini belum terjadi, tapi percuma dia berandai-andai, semuanya sedang berlangsung.
Para tamu mulai duduk melingkari makanan yang sudah dihidangkan secara lesehan di ruang tamu, ada juga beberapa orang anak kecil yang dibawa. Ibunya safitri meminta tolong beberapa orang tetangga untuk membantu menyiapkan makanan menunggu tamu lamaran safitri. Tamunya tidak semua masuk, ada beberapa duduk di halaman rumah di bawah pohon, mungkin mereka khawatir makanan yang tidak cukup atau pun ruang tamu yang tidak muat, ibunya safitri sebagai tuan rumah telah mempersiapkan makanan lebih untuk lima puluh orang.
Setelah para tamu selesai makan, safitri diminta keluar dari kamar untuk dipasangkan cincin di jari manisnya. Tapi keluar tanpa polesan sedikitpun di wajahnya, dia benar-benar keluar dengan muka yang begitu alami, dia menggunakan abaya hitam dan jelbab hitam, apakah warna hitam itu ada maksud tertentu dari safitri? Tidak ada yang tahu.
"cantik ya, manis sekali wajahnya", bebrapa orang berbisik-bisik mengakui kecantikan safitri.
Setelah acara pemasangan cincin selesai, safitri diminta untuk tetap duduk di situ. Para tetua mulai membicarakan tentang rencana tanggal pernikahan. Jantung safitri berdetak tidak karuan, rasanya dia ingin membubarkan acara ini dan berlari ke kamar untuk menangis. Tapi itu semua hanya ilusinya saja. Dia tidak akan membuat orang tuanya malu hari ini.
" kalau boleh saya berpendapat, pernikahannya dilaksanakan tahun depan saja, biarlah kami saling mengenal dulu", safitri berkata dengan suara gemetar, dia merasa sudah lancang dengan berkata begitu. Ibunya safitri menoleh ke arahnya, dia tidak menyangka kalau anaknya ingin pernikahan ditunda setahun lagi.
"nanti saling kenalnya setelah menikah saja nak, itu lebih indah", tiba-tiba ada suara ibu-ibu yang menanggapi omongan safitri, safitri tidak tahu siapa ibu ini, apakah dia kakaknya akmal, sepupunya atau tantenya. Yang jelas safitri sangat tidak senang dengan celotehnya ibu tersebut.
"kalau begitu, biar nanti menjadi kesepakatan antara safitri dan akmal saja, beritahu kami kapan kalian siap untuk menikah, satu bulan lagi atau satu tahun lagi, tapi jangan terlalu lama juga nak, kalau bisa jangan sampai setahun". Ibu sekdes menengahi soal rencana pernikahan.
Safitri sedikit lega mendengar perkataan ibu sekdes, tapi itu nanti tergantung akmal juga kapan dia ingin pernikahan itu dilangsungkan. Safitri sangat berharap semoga akmal menyetujui keputusannya.
Acara lamaran berjalan khidmat, tidak ada yang kekurangan apapun, tidak ada tawar menawar soal mahar, pihak akmal memberikan mahar yang lumayan tinggi untuk saat ini, mereka memberikan mahar 30 mayam alias 33.3 gram emas murni. Tanggal pernikahan belum ditentukan, tidak ada pemaksaan untuk jadwal pernikahan.
*******
Hari ini memasuki bulan ke tujuh masa tunangan safitri dan akmal, akmal meminta pernikahan dilaksanakan bulan depan. Dia mulai mempersiapkan segala sesuatu yang diminta oleh Kantor Keuangan Agama (KUA). Sedangkan safitri, dia merasa sia-sia dengan pengorbanan dia selama ini, dia mempertahankan tunangan ini bukan karena cinta dia pada akmal, bukan juga karena iba, tidak, safitri tidak cinta dan iba sedikitpun sama akmal. Safitri melakukan semua ini karena cintanya kepada bapaknya, tapi bapaknya sekarang sudah pergi untuk selamanya, bapaknya tidak akan pernah bisa melihat safitri bersanding di pelaminan, senyuman dari wajah orang yang disayang itu sudah tidak ada, tidak bisa ditunggu dan dilihat lagi.
Akmal sudah sangat baik selama ini sama dia, akmal memenuhi semua syarat yang dikasih oleh safitri, kecuali tanggal pernikahan, akmal ingin pernikahan mereka dilakukan dalam tahun ini juga, dia tidak mau lagi menunggu sampai tahun depan.
"untuk apa aku masih bertahan dalam pertunangan ini? Siapa yang ingin aku bahagiakan sekarang? Apakah ibuku akan bahagia? Adikku? Dia tidak tahu apa-apa soal pernikahan. Apa aku akan bahagia dengan pernikahan ini?". safitri terus bertanya pada dirinya sendiri.
Safitri semakin rutin melakukan tahajud dan istikharahnya, entah apa yang salah dia tidak menemukan tanda-tanda dalam istikharahnya. Dia tidak menemukan cela pada akmal, tapi dia juga tidak yakin pada hatinya.
"assalamualaikum", safitri menetuk pintu rumah pak keuchik pagi-pagi.
"walaikumsalam, eh safitri, silahkan masuk". Istri pak kechik menyuruh safitri masuk setelah membukakan pintu.
"ibu bapak ada? Saya ada perlu dengan bapak sebentar". Mata safitri melihat ke setiap sudut rumah mencari pak keuchik. Istri pak keuchik yang melihat tingkah safitri, merasa ada sesuatu yang sangat penting.
"sebentar safitri, saya panggil dulu bapaknya, bapak lagi kasih makanan ayam dibelakang rumah". Safitri duduk di ruang tamu menunggu pak keuchik yang lagi dipanggil oleh istrinya.
"pak ada safitri di dalam mencari bapak, bapak temuin dulu dia sepertinya ada hal yang mendadak". Pak keuchik mencuci tangannya terus menuju ke dalam rumah menemui safitri.
" sudah lama menunggu safitri? Maklum pagi-pagi saya kasih makan ayam dulu sebelum makan sendiri" , pak keuchik basa-basi sambil tersenyum.
"pak, saya butuh bantuan bapak untuk mengembalikan cincin tunangan ini", safitri meletakkan cincin ditas meja di depan pak keuchik. Pak keuchik kaget melihat apa yang safitri lakukan.
"ada safitri? Kenapa ini nak? Apkah kalian bertengkar? Apa akmal membatalkan pernikahannya?". Pak keuchik tidak percaya dengan apa yang dilihatnya sekarang, karena dia tahu pernikahan antara safitri dan akmal akan dilakukan bulan depan.
"tidak pak, tidak ada pertengkaran diantara kami, tidak terjadi apa-apa. Tapi, saya tidak bisa melanjutkan hubungan ini pak, saya tidak bisa menikah dengan akmal, saya tidak mencintai akmal". Safitri menahan air matanya untuk tetap bertahan di dalam.
"apa kamu mencintai laki-laki lain safitri?", pak keuchik memastikan.
'tidak pak, tidak ada orang lain, tidak ada laki-laki lain". Safitri menjawab meyakinkan pak keuchik.
Pak keuchik tidak tau lagi apa yang harus dikatakannya pada safitri, dia tidak tahu apa yang harus dikatakan ke keluarga akmal nanti, tidak ada kata lain yang tepat selain kata 'tidak berjodoh', tapi apakah keluarga akmal bisa menerima hanya dengan kata itu?.
"safitri, pembatalannya tidak bisa seperti ini nak, harus duduk lagi kedua belah pihak untuk membicarakan hal ini", pak keuchik masih berusaha membujuk safitri.
"saya tidak ingin orang-rang repot kedua kalinya pak, saya rasa cukup saja nanti yang mengembalikan dan menyampaikan permintaan maaf saya pada akmal".
"apa ibu kamu sudah tahu soal ini?". Pak keuchik curiga kalau safitri belum memberitahukan ibunya.
"pulang dari sini saya akan kasih tahu ibu". Pak keuchik menarik nafas panjang.
"maafkan saya pak, sudah menjadi warga bapak yang tidak baik, saya harap bapak mengerti dengan keputusan saya, saya pamit dulu pak". safitri keluar meninggakan rumah pak keuchik.