Chereads / DISANTET MANTAN / Chapter 29 - PAWANG ALIAS BANG BUR

Chapter 29 - PAWANG ALIAS BANG BUR

Setelah shalat magrib mereka pun berangkat menuju bungkah, kak umi juga suaminya ikut malam ini, dia ingin melihat daerah bungkah dan cara safitri diobati. Suami kak umi duduk dikursi depan samping pak abdullah, safitri dibaringkan di kursi bagian tengah didampingi sama nafi, sedangkan kak umi duduk di bangku belakang. Mobil avanza yang berwarna hitam ini melaju pelan menelusuri jalan menuju bungkah, pak abdullah sangat hati-hati menyetir, di saat ada lobang dia menyetir sangat pelan biar badah safitri tidak terasa terguncang.

Saat sudah tiba di rumah yang dimaksud, ternyata beberapa orang sudah berdiri di depan rumah itu sepertinya mereka juga ingin berobat. Rumah ini hanyalah ruko satu lantai, bagian depan digunakan sebagai usaha bengkel, terlihat banyak jenis oli yang berderetan di rak dan berbagai macam peralatan bengkel yang tidak tertata rapi. Ada orang yang datang menggunakan sepeda motor, becak dan mobil, sepertinya mereka juga datang dari daerah atau kecamatan yang lain juga. Ruko ini letaknya di pinggir jalan raya, jadi sangat kecil kemungkinan untuk orang kesasar.

Pak abdullah dan bang slamet suaminya kak umi, mereka duluan keluar dari mobil untuk mencari tuan rumahnya, ternyata setelah di cari tau, yang punya ruko tempat berobat ini adalah sepasang suami istri yang masih muda, mungkin suaminya sekitar empat puluh tahun dan istrinya tiga puluh lima tahun. Setelah pak abdullah memberitahukan kondisi safitri, mereka membuka pintu dan menggelar ambal untuk dibaringkan safitri. Saat safitri dibawa turun dari mobil, beberapa orang bertanya kenapa dan sakit apa, safitri dibawa turun layaknya manyat yang sudah dikafani, dia dipegang oleh nafi, pak abdullah dan bang slamet

Kini safitri terbaring di atas ambal, beberapa pasang mata tertuju padanya dengan perasaat iba dan takut. Mungkin bentuk tangan safitri yang seperti kepala ular kobra itu yang membuat bulu kuduk merinding saat melihatnya. Nafi curi-curi pandang melihat kearah tuan rumah, "ini orang yang akan mengobati safitri, dia tidak terlihat seperti tengku atau dukun". Nafi tidak yakin safitri bisa disembuhkan disini saat melihat orang yang akan mengobatinya.

Setelah shalat insya pengobatan dimulai, orang-orang pada masuk ke ruang tamu ruko ini satu persatu. Ruang tamunya tidak ada sofa cuma digelar tikar sebagai alas duduk, para pasien kebanyakan duduk dengan cara bersender ke dinding, ruko ini semi permanen, dindingnnya setengah tembok setengah kayu, lantainya masih terbuat dari semen, tapi suasana rumah ini sangat adem dan bersih, jauh sekali dari aura mistis apalagi dunia perdukunan.

Pasien pertama datang seorang bapak paruh baya dengan kondisi pinggang yang sudah miring, katanya pinggangnya di duduki jin, bapak itu disuruh berbaring kemudian dipijak-pijak sama bang bur, nama tuan rumahnya atau yang mengobati adalah burhan, orang-orang memanggilnya bang bur. Dia tidak disematkan dengan panggilan tengku atau yang berbau dengan dunia perdukunan, pekerjaan hari-hari dia yaitu membuka bengkel di ruko ini. Jadi malamnya dia pergunakan untuk mengobati orang yang diganggu sama jin, baik yang disantet atau pun yang diikuti sendiri oleh jinnya.

Bapak yang pinggang miring ini berteriak-teriak saat dipijak pinggangnya, bang bur mengobati pasiennya tidak menggunakan media apa-apa seperti air,bunga atau lain sebagainya, dia justru terlihat seperti tukang pijat, kebanyakan pasiennya di kusuk sama dia. Katanya bapak ini sudah ketiga kalinya kemari, dia mengalami banyak perubahan dipinggangnya, jadi katanya sebentar lagi pinggangnya akan kembali normal setelah beberapa kali pijakan, kini pengobatan untuk bapak pinggang miring ini selesai, dia kembali duduk bersender di dinding.

"saya akan obatin dulu ibuk ini ya, kondisinya sangat memprihatikan dan mereka pulang jauh" bang bur minta ijin ke pasien yang lain untuk mengobati safitri duluan. Bang bur duduk dengan kaki bersila seperti orang yang mau yoga, kemudian dia mengikat kain putih di kepalanya dan mengucapkan kata bismillah dan assalamualaikum, tiba-tiba dia seperti orang lain, spertinya tubuhnya memang dimasuki oleh jin yang baik, bawaannya cukup tenang, seperti seorang Tengku yang ingin menyimak bacaan kitab muridnya.

"assalamualaikum, kenapa panggil saya kemari? Saya sedang mengajar anak-anak ngaji, apa yang bisa saya bantu?". Bang bur berbicara dngan suara yang berbeda, sangat sopan, cara bicanya pun berubah seperti orang yang lebih tua darinya.

"Begini pawang, kami tidak bisa melihat penyakit apa yang diderita sama perempuan ini, kenapa tangannya berbentuk seperti ular?". salah satu bapak-bapak yang lagi duduk di dekat bang bur bertanya kepada makhluk yang lagi berada di dalam badannya bang bur. Ternyata laki-laki itu adalah temannya bang bur, dia bukan sendirian mengobati orang-orang ini melainkan dibantu oleh temannya, mereka berdua.

Orang yang dipanggil pawang itu melihat ke arah safitri dengan mata tidak berkedip tapi sesekali dia memicingkan matanya, "siapa nama lengkapnya?siapa nama ayahnya? Kamu suaminya kan?", tanpa bertanya siapa suaminya, pawang ini tau kalau nafi suaminya safitri, terlihat nafi sedikit kaget dengan pertanyaan ini.

"safitri binti usman, usman nama ayahnya". Baru kali safitri diobati ditanyain nama ayahnya.

"dia pernah tunangan dulu ya? Dia membatalkan pertunangannya sepihak, mantan tunangannya sakit hati, membeli santet ke orang sulawesi untuk menyantet istri kamu". Nafi sangat syok dengan pernyataan pawang, dia tidak pernah tau kalau safitri pernah tunangan, safitri belum pernah menceritakan kisah hidupnya secara detail. Nafi tidak jawab dan tidak mengiyakan, dia hanya diam mendengar perkataan pawang itu sambil sesekali dia melihat ke arah kak umi dan pak abdullah, dia mengira pasti mereka lebih tau tentang masa lalu safitri dibandingkan dirinya.

"apakah dia bisa disembuhkan pawang? Saya sudah membawanya keman-mana tapi kondisinya belum membaik". Tiap kali mengingat safitri, seketika raut wajah nafi berubah tanpa harapan.

"bisa, insyaalah bisa. Tapi kita harus mengobatinya pelan-pelan, karena dia lagi hamil jadi penyakitanya itu kita tarik, kita keluarkan melalui bagian atas badannya, melalui kepala. Kalau kita keluarkan melalui kaki takut anakknya keguguran, mungkin kita butuh waktu sampai sepuluh malam untuk mengobatinya, santetnya itu sangat kuat mungkin diisyaratkan sama ular makanya tangannya membentuk seperti ular dan lidah menjulur seperti lidah ular". Penjelasan pawang ini lebih masuk akal daripada yahman waktu itu.

Bang bur atau pawang duduk di sebelah kepalanya safitri dengan jarak satu meter, tidak ada kemenyan yang dibakar atau air yang disembur, dia duduk dengan tenang sesekali terdengar dimulutnya lafadh Allahu akbar. Bang nafi mulai mencari-cari sendiri tentang kejadian yang dia lihat, "mungkin ini jin baik yang merasuki tubuh manusia untuk mengobati manusia yang diganggu oleh jin jahat atau yang disantet, ya pawang itu adalah jin islam yang datang ke dunia manusia melalui tubuhnya bang bur, berarti ini jin baik bertarung melawan jin jahat". Nafi menginterpretasikan sendiri dalam hatinya.

"siapa lagi yang mau berobat? Silahkan mendekat ke arah sini, kalian bisa mengobati diri kalian sendiri".

"Allah huakbar". Pawang mengarahkan tangannya ke arah pasien yang sudah duduk bersender di dinding. Tangannya seperti orang yang mendorong benda berat, sepertinya dia mentransfer kekuatan dalam dirinya untuk para pasien. Pasien duduk lesehan dengan meluruskan kakinya ke depan, ujung jari kaki para pasien pun bergerak dengan sendirinya, sepertinya memang ada kekuatan makhluk ghaib yang sedang mengurut kaki para pasien ini.

"mana rokok Gudang garam? Tolong nyalakan beberapa batang, tiga batang boleh. Terus taruk di atas mulut air botol aqua yang sudah di buka itu". Rokok yang sudah dibakar itu pun di taru disetiap mulut botol satu batang rokok, perlahan-lahan rokok itu pun terbakar habis seperti ada orang yang sedang menghisapnya, sesekali apinya menyala dengan sangat merah seperti seseorang mengisapnya dengan kuat.

Sudah satu jam berlalu, akhirnya untuk malam ini safitri selesai diobati, berarti masih ada sembilan malam lagi yang harus dilewati. Saat nafi menyodorkan ampolpnya, pawang ini tidak menerima, dia bilang "taruh saja di bawah tikar seberapa kamu ikhlas, seberapa kamu punya". Ternyata berobat disini tidak dipatokan biayanya, seberapa ikhlas saja, sangat berbeda dengan yahman yang dari awal langsung mematok biaya yang tidak sedikit. Semoga malam ini malaikat meniupkan angin sendu dari surga.

Di sepanjang jalan pulang, pak abdullah dan bang slamet asik bercerita tentang pengobatan ditempat bang bur tadi, mereka juga mengira bahwa pawang itu adalah jin baik. Safitri tertidur disepanjang jalan, semoga ini pertanda awal yang baik untuk kesembuhannya. Sampai di rumah, setelah membawa masuk safitri ke dalam kamarnya, mereka pamit pulang, kak umi malam ini tidak menginap, dia ikut pulang bersama suaminya, pak abdullah menolak sejumlah uang yang dikasih sama nafi, dia bilang dia sangat senang bisa membantu, malam besok dia akan mengantarkan lagi safitri ketempat bang bur untuk berobat.