"Haa…akhirnya aku bisa menikmati rasanya memanjakan diriku sendiri sepanjang hari." Cheryl duduk berselonjor di sofa ruang konservatori sambil mengecat kuku-kuku jarinya.
Kiara yang akhirnya turun dari lantai dua setelah seharian kemarin tetap berada di dalam kamar untuk menghindari Calvin, kini duduk di salah satu sofa di dekat Cheryl dan menikmati segelas teh hangat yang baru saja diseduhnya. Ia mendengar suara langkah kaki dari dalam rumah disusul dengan suara Calvin yang memanggil nama Blue.
Anjing itu segera bangun dari posisi tidurnya dan mengambil tali lehernya dari tempat penyimpanannya sendiri. Kiara mengira anjing itu akan berjalan ke arah Calvin yang menunggunya di dasar tangga, namun Blue justru berbelok ke arah ruang konservatori dan berhenti di dekat kaki Kiara.
Kiara, Cheryl dan Calvin memandang Blue dengan wajah heran sebelum akhirnya Cheryl tertawa melihat tingkah Blue.
"Sepertinya dia ingin kau yang mengajaknya jalan-jalan."
"Blue. Ayo kemari." Sura Calvin kembali terdengar memanggil anjing kesayangannya itu.
Kiara meletakkan cangkir teh ke atas meja lalu menunduk dan membelai kepala Blue, "Blue, kau harusnya mengikuti Calvin dan pergi jalan-jalan dengannya."
Blue masih saja memandang Kiara sambil mengigit tali lehernya, bahkan kini justru duduk menunggu dan membuat Cheryl tertawa lebih kencang.
"Sudahlah, kau ikut saja." Usul Cheryl sambil menggeleng-gelengkan kepala geli.
Kiara menoleh pada Calvin dan berharap pria itu memaksa Blue untuk ikut dengannya saja. Tapi Calvin hanya mengangkat alisnya dan memberi isyarat agar Kiara segera berdiri dan ikut dengannya sambil membawa Blue.
Kiara pasrah dan menuruti isyarat Calvin, meraih tali leher Blue yang sekarang tersenyum senang sambil menjulurkan lidahnya, lalu berjalan mengikuti Calvin menuju pintu keluar.
"Hati-hati di jalan." Teriak Cheryl saat mereka berdua sudah berada di depan pintu.
***
Sepanjang perjalanan, mereka berdua kelihatan kesulitan menemukan topik pembicaraan, bahkan ketika mereka sudah mencapai Castle Road yang mengarah ke Dartmouth Castle. Sesekali Kiara mencuri pandang ke arah Calvin dan memikirkan apa kiranya yang bisa ia jadikan bahan pembicaraan. Namun tidak satupun ide yang terbesit di kepalanya. Apalagi karena terakhir kali mereka bicara adalah saat pertengkaran mereka kemarin pagi, dan Kiara tidak berniat untuk minta maaf atas hal yang bukan salahnya.
Kiara akhirnya menghela napas, kalau Calvin tidak mengajaknya bicara, dia juga tidak akan jadi orang pertama yang membuka obrolan. Karena itu Kiara akhirnya memfokuskan pikirannya untuk menikmati suasana sekitar. Langit penuh dengan awan pagi itu, dan sinar matahari lebih banyak tersembunyi di sela-sela awan, angin yang bertiup membuat dedaunan di kiri dan kanan mereka bergemerisik. Sesekali Kiara harus mengetatkan pegangannya pada tali jalan milik Blue karena anjing itu terlalu bersemangat setiap kali ia merasa mendengar gerakan dari sela-sela pepohonan.
Jalanan mulai mendaki begitu mereka melewati jalan bercabang yang salah satunya menuju ke Dartmouth Castle, saat itulah Kiara akhirnya mendengar suara Calvin saat ia mengira pria itu tidak akan pernah bicara.
"Apa?" Kiara bertanya, karena tak menyangka pria itu akan mengajaknya bicara, ia melewatkan kata-kata yang Calvin ucapkan.
"Aku minta maaf." Ulang Calvin diikuti dengan suara berdeham, usahanya untuk melegakan tenggorokan. "Kemarin…kata-kataku kelewatan."
Kiara tidak menduga akan benar-benar menerima permintaan maaf, ia tidak tahu harus menjawab apa.
"Kau benar," lanjut Calvin tanpa menunggu jawaban dari Kiara, "Kau memang tidak perlu ijinku untuk pergi dan menghabiskan waktu dengan siapapun. Aku hanya…khawatir."
"Khawatir?" Kiara menoleh, melihat ke arah Calvin sementara sesuatu terasa mengetat di dadanya.
"Kau tahu, kau belum lama kembali ke London jadi kau mungkin tidak tahu," Calvin menjelaskan dengan gerakan gugup, "Edward Jones, dia…salah satu aktor teater yang terkenal beberapa tahun terakhir ini, dan…belum lama ini dia terlibat skandal."
Alis Kiara terangkat mendengar kata-kata Calvin, "Skandal? Skandal apa?"
"Dia…menurut berita dia berselingkuh dengan adik kekasihnya, dan membuat dua bersaudara itu bertengkar hebat. Karena itu kudengar dia menghilang dari London untuk menghindari paparazi, dan…di sinilah dia."
Kiara tidak tahu apakah yang dikatakan Calvin itu benar atau hanya alasannya agar Kiara menjauhi Edward. Memang benar dia tidak tahu apa-apa soal Edward, siapa dia, apa pekerjaannya, dari mana asalnya. Tapi bukan berarti dia tidak bisa belajar mengenal pria itu juga dan langsung memutuskan untuk menjauhinya kan? Atau…
"Kami hanya pergi sarapan itu saja." Katanya kembali menjelaskan, "Tapi aku akan hati-hati agar tidak mengundang gossip dari paparazzi." Tambah Kiara.
"Bukan itu yang kumaksud dengan memberitahumu soal Edward." Calvin berusaha menyembunyikan nada frustasi di balik suaranya.
"Lalu?" Kiara bertanya, sesuatu yang ia sudah dorong ke sudut hatinya tiba-tiba berontak. Kiara mengutuk dirinya sendiri karena lagi-lagi berharap bahwa mungkin saja alasan Calvin tidak ingin ia terlalu dekat dengan Edward karena perasaan Calvin sendiri. "Kenapa kau peduli?"
Kiara mendapati Calvin sedikit terkejut dengan pertanyaan yang ia ajukan, pria itu tiba-tiba mengalihkan pandangannya dari Kiara dan kelihatan canggung.
"Well…" Calvin menghentikan langkahnya dan untuk sesaat menoleh ke arah Kiara sebelum kembali menatap lurus ke depan, "Kau sahabat Cheryl. Jika terjadi sesuatu padamu, jika kau terluka. Dia juga akan ikut sedih."
Hati Kiara mencelos mendengar jawaban Calvin.
"Aku tahu pasti dia yang berusaha mendekatkanmu dengan Edward, dia memang orang yang seperti itu. Kalau ada sesuatu yang menimpahmu karena bersama dengan Edward, dia pasti akan menyalahkan dirinya sendiri."
Kiara menghembuskan udara keluar dari dadanya yang terasa sesak, memarahi dirinya karena masih saja berpegang pada harapan bodoh.
Calvin menyadari perubahan ekspresi Kiara bahkan sebelum kata terakhir terucap dari bibirnya. Dia pasti sudah mengatakan hal yang salah.
Namun belum sempat ia mengoreksi kata-katanya, ia mendengar Blue menyalak dan melihat tubuh Kiara tersentak ke depan bersamaan dengan tali jalan yang terlepas dari tangannya. Tubuhnya bergerak bahkan sebelum otaknya benar-benar mencerna apa yang baru saja terjadi. Tangannya terulur dan dengan sigap melingkar di sekeliling pinggang Kiara, menahan jatuhnya gadis itu.
"Kau tidak apa?" Tanyanya dengan jantung berdebar karena terkejut.
"Ya…" Kiara menjawab dengan parau, sebelah tangannya yang menggenggam lengan Calvin sedikit gemetar.
Menyadari sentuhan tangan Kiara di lengannya, semua saraf dan otot Calvin tiba-tiba menegang. Debaran jantungnya yang sempat mereda kini kembali berdetak dengan cepat. Apalagi saat ia mulai menyadari aroma citrus yang berasal dari rambut gadis itu, atau parfum yang dikenakannya, dan terutama bagaimana tubuh gadis itu terasa begitu pas dalam pelukannya. Semua itu seakan memabukkan dan menajamkan semua indranya dalam waktu yang sama. Sama sekali bukan perasaan yang bisa ia jelaskan.
Calvin mengetatkan pegangannya di tubuh Kiara dan membantu meluruskan posisi tubuh gadis itu yang masih setengah membungkuk.
"Thanks." Kiara berkata lagi sambil mengangkat wajahnya menatap Calvin.
Mata mereka bertemu. Mata hijaunya menatap mata cokelat Kiara yang terbelalak ke arahnya, dan seketika Calvin seolah tak peduli dengan keadaan di sekitarnya, kenyataan bahwa mereka berdua berdiri setengah berpelukan di tengah jalan umum yang sewaktu-waktu bisa dilewati orang sama sekali tidak mencapai otaknya. Ia seakan terhipnotis oleh tatapan Kiara dan bagaimana semburat merah tiba-tiba menyerbu wajah gadis itu.
Calvin bisa mendengar debaran jantungnya di telinga, atau mungkin debaran jantung Kiara juga, ia tidak tahu. Bahkan kini tanpa ia sadari, sebelah tangannya yang bebas kini mulai terangkat dan menyentuh wajah Kiara, jari-jarinya menyingkirkan helaian rambut hitam dari wajah gadis itu dan menyematkannya ke belakang telinga.
"Calvin?"
Suara Kiara terdengar lirih, dan pandangan Calvin kini beralih pada bibir Kiara yang baru saja menyebut namanya. Bibir yang kelihatan begitu lembut, bagaimana rasanya jika ia mencium gadis itu, merasakan bibir itu menyentuh bibirnya dan…
Suara gonggongan Blue membuat Calvin dan Kiara tersentak, dengan tiba-tiba Kiara mendorong Calvin menjauh dan memalingkan wajahnya, kelihatan berusaha keras menghentikan darah yang mengalir ke wajahnya. Calvin juga cepat-cepat menarik napas dalam-dalam, berupaya menenangkan gemuruh di dadanya.
"Kau benar baik-baik saja kan?" Calvin kembali bertanya, mencoba mencairkan suasana dan menghapus pikiran-pikiran yang sempat memenuhi otaknya.
"Ya." Kiara berdeham beberapa kali, "Hanya sedikit terkejut."
"Baguslah kalau begitu…"
Blue berjalan ke arah Kiara sambi mengigit tali jalannya, tatapannya sedih seolah berusaha minta maaf karena sudah hampir membuat Kiara terjatuh karena perilakunya. Kiara berjongkok dan membelai kepala Blue sambil berkata bahwa ia baik-baik saja.
Calvin mengalihkan matanya ke sekeliling mereka, bersyukur karena tidak ada orang lain di sana. Ia menyisir rambutnya dengan jarinya yang masih sedikit gemetar dan menarik napas dalam-dalam, masih tidak percaya dengan apa yang baru saja melintasi pikirannya. Bagaimana bisa ia membayangkan bagaimana rasanya mencium Kiara, otaknya pasti sudah gila.
***
Tak lama kemudian, mereka akhirnya tiba di Sugary Cove Beach, pantai kecil di mulut River Dart. Tebing bebatuan dan rimbunnya pepohonan membuat teluk kecil itu tersembunyi dari pandangan, dengan tangga batu yang seakan membelah tebing menjadi akses untuk menuju ke bibir pantai.
Tidak ada orang di pantai pagi itu, dan ombak juga dengan tenang menyapu pantai berbatu. Blue dengan senang berlarian ke sana kemari dan sesekali berkejaran dengan ombak yang datang dan pergi. Calvin membantu Kiara naik dan duduk di salah satu bongkahan batu besar di pantai, sebelum ia sendiri melompat naik dan duduk di sisi Kiara.
"Apa kita punya akses pribadi ke tempat ini?" Gurau Kiara saat melihat sekeliling dan tidak mendapati seorang pun di sana.
Calvin tertawa, "Kurasa karena sekarang bukan musim liburan, tidak banyak turis yang datang ke sini." Calvin merenggangkan tubuh dan merebahkan diri di atas batu.
Kiara mencuri pandang ke arah Calvin dan mendapati pria itu sedang memejamkan mata. Kiara akhirnya memfokuskan pandangannya menuju ke perairan luas yang membentang di hadapannya, sinar matahari yang sesekali terlihat saat terbebas dari kukungan awan membuat pantulan berkilauan di atas air.
"Kenapa memutuskan untuk ikut berlibur?" Kiara akhirnya bertanya setelah beberapa saat, "Jangan bilang karena kau cemas soal Edward. Aku tidak tahu dia cukup penting untuk membuatmu mengambil liburan, Padahal menurut Cheryl kau tidak pernah absen dari kantor."
Kiara hampir mengira kalau Calvin jatuh terlelap karena sampai beberapa saat kemudian tidak ada jawaban dari pria itu. Namun sebelum ia sempat membalikkan badan untuk melihat keadaan Calvin, suara pria itu terdengar oleh telinganya.
"Karena tidak pernah absen itulah aku memutuskan untuk berlibur pada akhirnya." Calvin membetulkan posisinya dan kembali duduk, "Sudah dua tahun terakhir aku selalu fokus dengan pekerjaanku."
Kiara bisa menduga jika Calvin mulai menghabiskan waktunya bergelut dengan pekerjaannya semenjak hubungan pria itu dengan Ella berakhir.
Selama beberapa saat Kiara menimbang-nimbang harus mengatakan sesuatu soal itu atau tidak, tapi akhirnya ia memutuskan untuk melakukannya, "Aku ikut menyesal soal Ella."
Mendengar kata-kata Kiara, Calvin hanya tersenyum sedih sebelum menjawab, "Kurasa sejak awal, itu hanya perasaan sepihak dariku."
"Apa maksudmu?"
"Sekarang kalau kupikirkan lagi, mungkin perasaanku pada Ella hanya karena aku sudah terbiasa menghabiskan waktu dengannya. Kau tahu, kami sudah kenal sejak kami berdua masih kanak-kanak dan merasa nyaman." Calvin menjelaskan sambil menatap lurus ke arah perairan.
"Selain itu orang-orang di sekitar kami sering berkomentar bahwa kami terlihat cocok satu sama lain, atau bahwa kami sudah berjodoh sejak awal, dan banyak yang bertanya kapan kami akan meresmikan hubungan kami." Lanjut Calvin. Kiara bisa mendengar kalau pria itu berusaha menahan emosinya, tapi Kiara tidak ingin memotong ceritanya.
Calvin menarik napas panjang lalu menghembuskannya perlahan, "Kurasa saat itu kami berpikir kalau kebersamaan kami adalah hal yang wajar, dan pada akhirnya kami berusaha memenuhi ekspektasi mereka." Calvin menoleh ke arahnya dan tersenyum pasrah, "Kupikir Ella yang paling pertama menyadari itu. Bahwa ia hanya memaksakan keinginan orang lain dan bukannya mengikuti hatinya."
"Tapi kau mencintainya, kan? Maksudku…"
"Kalau kau tanya apa aku menyukainya, ya tentu saja. Cinta…entahlah, konsep cinta romantis yang pertama kali kukenal dipaksakan padaku oleh orang lain. Jadi sepertinya aku tidak pernah benar-benar tahu seperti apa jatuh cinta itu." Calvin tertawa seolah mengejek dirinya sendiri.
Kiara hanya diam sambil menatap Calvin.
"Hei, jangan pasang wajah begitu." Komentar pria di sampingnya itu saat melihat raut wajah Kiara, "Aku dan Ella masih berteman baik. Dia masih mengirimiku foto dan video dari tempat-tempat yang saat ini ia kunjungi dengan suaminya."
"Apa dia bahagia dengan suaminya?"
"Terlalu bahagia malah, dan itu membuatku dalam masalah." Calvin menggelengkan kepala, "Kau tahu, karena melihat keadaan Ella yang seperti itu, ibuku tidak henti-hentinya menyuruhku juga segera menikah. Karena bosan mendengarkan ocehan ibuku, akhirnya aku lebih banyak menghabiskan waktuku dengan bekerja, pergi ke sana kemari untuk urusan kantor, apa saja untuk menghindari telepon ibuku."
Kiara tertawa pelan, "Kurasa di acara pernikahan Cheryl dia akan dapat kesempatannya."
Mendengar itu Calvin memejamkan mata dan mengerang frustasi, "Oh, ya Tuhan, dia tidak akan melepaskanku. Kalau aku butuh bantuan, kau harus datang menyelamatkanku saat itu, oke?" Katanya sambil tertawa dan mengedipkan sebelah matanya pada Kiara.
Kiara ikut tertawa membayangkan Calvin yang harus mendengarkan omelan ibunya, "Oke." Jawabnya sembari mengangguk setuju.