Chereads / THE DENOUEMENT / Chapter 8 - Chapter Delapan

Chapter 8 - Chapter Delapan

Jari Kiara sibuk menekan-nekan tombol di keyboard laptopnya, memilah-milah hasil foto yang sempat ia abadikan selama berada di Darthmouth, walau hanya foto-foto pemandangan di sekitar rumah liburan, Blue yang sibuk berlarian di rumput dan tempat-tempat yang ia kunjungi bersama Cheryl di hari-hari pertama mereka tiba di sini.

" Apa itu hasil jepretanmu?" Suara Calvin tiba-tiba terdengar di sisi telinganya.

Kiara terlonjak dari sofa dan dengan cepat ia menutup sebelah telinganya yang merasakan hembusan napas Calvin saat pria itu bicara. Jantungnya langsung berdegup kencang, menyadari kalau pria itu baru saja berada begitu dekat dengannya.

"Sorry." Calvin yang ikut terlonjak mundur karena terkejut dengan reaksi Kiara, minta maaf sambil ikut kelihatan salah tingkah. Ia menjauh dan duduk di kursi yang terletak di seberang sofa yang ditempati Kiara.

Masih dengan wajah yang sedikit memerah, Kiara membetulkan posisi duduknya dan berdeham beberapa kali untuk menenangkan diri.

"Ya." Jawabnya, lalu sibuk meraih gelas minumannya dan meneguk isinya beberapa kali karena suaranya terdengar parau, "Ha…hanya foto-foto di sekitar sini."

Calvin mengangguk lalu menatapnya selama beberapa saat dalam diam, setelah beberapa lama Kiara merasa canggung karena pria di hadapannya itu tidak bereaksi. Calvin seolah sedang berkutat dengan pikirannya sendiri. Berusaha untuk menghindari pandangan Calvin, Kiara kembali memfokuskan pandangannya pada layar laptop, yang ternyata cukup sulit karena ia masih bisa merasakan tatapan Calvin.

Setelah beberapa saat, ia tidak tahan untuk tidak bertanya.

"Apa…"

"Bagaimana kalau kita berkeliling Dartmouth?" Calvin memotong bahkan sebelum Kiara sempat bertanya.

Kiara mengerjapkan matanya beberapa kali, masih berusaha mencerna perkataan Calvin. Apa ia baru saja mendengar pria itu mengajaknya pergi bersama?

"Maksudmu? Kau, aku dan… Cheryl?" Kiara akhirnya bertanya karena tidak ingin terlalu berharap.

Calvin mengangkat sebelah alisnya mendengar pertanyaan Kiara, "Apa kau berencana mengajak Edward juga?" Ekspresi wajahnya benar-benar menunjukkan ketidaksukaannya pada pria itu.

Melihat raut wajah Calvin, Kiara tidak bisa menahan tawanya, "Kau benar-benar tidak bisa pura-pura sedikit menyukainya ya?"

"Sorry." Calvin menjawab, tapi wajahnya sama sekali terlihat tidak tulus dan membuat Kiara kembali tertawa.

Ia masih tertawa sampai ia menyadari bahwa Calvin kini menatapnya dengan wajah serius. Kiara mengangkat sebelah tangan untuk menyentuh wajahnya, "Apa ada sesuatu di wajahku?"

Calvin seolah baru menyadari kalau sedari tadi ia tengah memandang Kiara, tiba-tiba pria itu bangkit berdiri dan berbalik, "Sebaiknya kau segera bersiap-siap. Aku akan menyiapkan mobilnya." Calvin meraih kunci mobil yang tergantung di gantungan dinding dan berjalan ke luar, "Bilang pada Cheryl jangan lama-lama."

"Eh? Kita pergi sekarang?" Tanya Kiara dengan terkejut, tapi Calvin sudah menghilang di balik pintu.

"Kalian pergi saja berdua." Jawab Cheryl setelah mendengar ajakan Kiara.

Kiara menatap tidak percaya gadis yang sedang berdiri di hadapannya itu, "Memangnya kau mau ngapain? Terakhir kali kau juga menyuruhku pergi sendiri dengan Edward."

Cheryl menyibukkan diri mengeringkan rambutnya sambil duduk di dekat jendela, "Kemarin malam, Marcella bilang dia kenal seseorang yang bisa melakukan perawatan tubuh di rumah, jadi aku bilang padanya untuk menjadwalkannya untukku hari ini. Untuk kita sebenarnya." Gadis itu bergantian menunjuk pada Kiara dan dirinya sendiri, "Tapi karena kau mau pergi, dan sepertinya kasihan kalau aku membatalkan reservasinya. Jadiii…biar aku saja yang menikmati perawatannya."

"Yang benar saja." Kiara duduk di atas ranjang sambil menghela napas.

"Kau," Cheryl menunjuk Kiara, "pergi saja berkencan dengan kakakku."

"Kami tidak pergi berkencan. Dia hanya akan menunjukkan tempat-tempat yang bisa jadi objek foto." Sangkal Kiara dengan cepat dan berusaha menghindari tatapan Cheryl.

"Chery hanya tersenyum dan mengangkat bahunya tidak peduli, "Menurutku sama saja."

"Cheryl…"

"Sudah pergi saja." Cheryl mengibaskan sebelah tangannya mengusir Kiara, "Kalau Edward datang aku bisa menahannya untuk tidak pergi dan menganggu kalian." Tambahnya sambil tersenyum lebar.

Karena Kiara tak kunjung beranjak, Cheryl berjalan menghampirinya, memegang pundak Kiara dan membalikkan tubuhnya, mendorong gadis itu ke arah pintu.

"Dua hari yang lalu kau masih menyuruhku menghabiskan waktu dengan Edward. Kenapa sekarang Calvin juga?"

"Well," Cheryl bersandar di pintu masuk, "Karena kurasa kakakku sudah mulai menyadari perasaannya dengan memutuskan kembali ke sini. Karena aku sudah dengar soal Edward dan skandal-skandalnya."

"Dia hanya nggak ingin aku terlibat dalam masalah dan membuatmu ikut terseret."

Cheryl menghela napas, "Kiara, sejak kapan kakakku mulai bicara to the point? Apalagi soal perasaannya. Bahkan aku nggak heran kalau dia sendiri masih bingung dengan sikapnya."

Kiara meraih tas kameranya, "Aku nggak akan terlalu beraharap."

"Ya mungkin itu bagus juga. Aku hanya ingin kau mencoba semua kemungkinan yang ada," Cheryl menatap Kiara serius, "Tapi kalau aku harus memilih antara Edward atau kakakku, tentu saja aku akan memilih kakakku untukmu, daripada orang asing yang aku nggak terlalu kenal, iya kan?"

"Aku jadi berpikir mungkin lebih baik aku ikut perawatan yang kau bilang tadi."

"Sudah pergi sana." Perintah Cheryl sambil membalikkan tubuh Kiara sekali lagi.

Pada akhirnya Kiara hanya bisa menunduk lemas dan berjalan dengan bahu merosot menuruni tangga. Meninggalkan Cheryl yang meneriakkan kata-kata penyemangat padanya.

"Bagaimana kalau kita sarapan dulu sebelum berkeliling?" Tanya Calvin saat mereka sudah berada di dalam mobil Jeep Wangler tanpa atap warna abu-abu metallic milik Calvin.

"Boleh." Jawab Kiara sambil mengikat rambutnya menjadi ekor kuda.

Seteleh berkendara ke pusat kota Dartmouth, Calvin memarkir mobilnya di lapangan parkir yang terletak tidak jauh dari pelabuhan ferry. Mereka berjalan kaki ke sebuah restoran kecil yang bangunannya menjorok ke dalam, diapit oleh dua bangunan di setiap sisinya, dengan gambar mural besar yang menghiasi dinding. Tempat itu kelihatan mulai dipadati pengunjung.

Calvin berhasil mendapatkan meja yang terletak di luar ruangan, di salah satu sudut dekat pintu. Beberapa keluarga sudah mengisi sebagian meja. Sementara beberapa orang terlihat mengantri di sebuah counter coffee take away yang berada tepat di pintu masuk.

Sementara Calvin masuk ke dalam restoran untuk memesan sarapan mereka, Kiara menyempatkan diri mengabadikan beberapa ornamen dan pajangan yang menarik perhatiannya. Tidak sampai sepuluh menit, Calvin sudah kembali dan duduk di depan Kiara.

"Kau harus coba makanan dan kopi di sini," Ucap Calvin antusias, "Makanan terenak yang bisa kau temukan dari sekian banyak makanan enak di Dartmouth."

Kiara tersenyum geli, "Sepertinya kau dibayar mahal untuk jadi brand ambassador mereka."

Calvin tertawa lalu mengarahkan dagu ke arah kamera Kiara yang sudah berada di atas meja, "Sudah mulai mengabadikan sesuatu?"

"Well, untuk permulaan. Tempat ini menarik." Sebelah tangannya menopang dagu sementara pandangannya menyapu sekeliling ruangan.

"Aku sudah bisa menebak kalau kau akan tertarik dengan dunia fotografi."

"Benarkah?" Kiara menghentikan pandangannya pada Calvin.

Calvin menyandarkan punggungnya ke bangku, "Setia pada acara sekolah atau pesta di rumah kami, kau selalu ke sana-kemari menjadi juru foto. Cheryl bahkan harus selalu memaksamu untuk ikut berfoto bersama yang lainnya dan bukan hanya sibuk di balik kamera." Calvin tersenyum mengingat kejadian yang sudah lama berlalu, "Tapi kau selalu terlihat senang dan tersenyum lebar setiap kali melihat hasil jepretanmu."

Kiara tidak menduga Calvin memerhatikannya. Ia sendiri tidak ingat seperti apa ekspresi yang mungkin ditunjukkannya saat itu. Ia juga tidak berniat mengaku kalau ia menggunakan kesempatan menjadi juru foto untuk diam-diam mengamati pria itu dari balik lensa kamera. Ia masih merasa seperti seorang penguntit karenanya.

Setelah lima belas menit mendengarkan cerita dan godaan Calvin soal antusiasmenya pada fotografi, makanan yang mereka pesan akhirnya tiba. Pelayan berambut ikal dan wajah penuh bitnik-bintik menyajikan makanan mereka sambil sesekali mencuri pandang ke arah Calvin. Kiara melirik gadis itu tidak suka, dan menghembuskan napas lega saat akhirnya gadis itu pergi setelah terlebih dulu tersenyum sok manis pada ucapan terima kasih Calvin.

Kiara berusaha menghilangkan rasa kesalnya dengan memfokuskan diri pada hidangan di hadapannya. Setelah dua kali suapan Kiara harus mengakui kalau Calvin sama sekali tidak melebih-lebihkan soal rasa masakan di tempat itu. Hal itu sedikit mengurangi rasa kesalnya.

"Aku belum pernah bertanya kenapa tiba-tiba kau memutuskan untuk kembali ke London." Calvin yang sepertinya tidak memedulikan hal lain selain makanannya bertanya pada Kiara.

"Ya?" Kiara yang terlalu fokus pada ingatan soal gadis pelayan restoran mendongak mendengar pertanyaan Calvin.

"Kudengar pekerjaanmu di Amerika cukup bagus. Kenapa memutuskan kembali?"

"Oh," Tangan Kiara masih sibuk mengiris roti dan telur yang berada di atas piringnya, "Beberapa bulan lalu kondisi ayahku memburuk. Ibu berpikir kalau lebih baik aku berada di dekat mereka. Jadi kami bisa lebih banyak menghabiskan waktu bersama."

Calvin menatapnya dari balik cangkir kopi dan mengangguk, "Aku dengar paman sempat dirawat di rumah sakit. Apa sekarang dia sudah baik-baik saja?"

Kiara mengangguk, "Dia memang tidak bisa lagi mengurus pekerjaannya secara langsung. Tapi selebihnya, sepertinya dia sudah mulai menikmati masa pensiunnya."

"Baguslah."

"Sebenarnya sudah cukup lama aku berpikir untuk kembali ke London dan membuka galeri di sini." Lanjut Kiara setelah termenung selama beberapa detik, "Banyak hal yang kupertimbangkan. Tapi baru setelah mendengar permintaan ibuku aku memutuskan sudah waktunya untuk pulang."

Calvin menatap Kiara yang sudah kembali sibuk dengan makanannya. Pikirannya dipenuhi dengan pertanyaan apakah dirinya juga jadi salah satu pertimbangan Kiara saat gadis itu memutuskan untuk kembali ke Inggris.