Chereads / THE DENOUEMENT / Chapter 12 - Chapter Dua Belas

Chapter 12 - Chapter Dua Belas

Jam sebelas dua puluh lima menit tujuh belas detik. Delapan belas. Sembilan belas. Dua puluh. Calvin berhenti melihat jarum jam dan memejamkan mata dengan kesal. Ia berjalan mondar-mandir di dalam rumah liburan. Kiara masih belum kembali sejak pergi bersama Edward pagi itu. Hal itu sudah membuatnya tidak bisa berpikir. Di tambah siang tadi, saat ia harus menemani Bianca makan siang, perempuan itu hanya sibuk membicarakan soal kontrak-kontraknya, tawaran-tawaran pekerjaan, dan permintaan-permintaannya untuk sponsor dan lain-lain pada Calvin.

Calvin akhirnya duduk di ruang santai dan menyisirkan jari-jarinya ke rambut pirangnya yang sudah acak-acakan. Adiknya sudah naik lebih dulu sambil berkata kalau Kiara butuh waktu untuk bersenang-senang selama yang dia mau. Saat ia membalas bahwa Kiara dan Cheryl masih berada dalam tanggung jawabnya, Cheryl tertawa mengejek dan berkata kalau kakaknya itu harus berhenti memerlakukan dirinya dan Kiara seperti anak SMA.

Calvin merebahkan kepalanya ke sandaran sofa dan menatap langit-langit. Memikirkan kata-kata Cheryl. Tentu saja ia tahu kalau adiknya itu dan Kiara sudah dewasa. Demi Tuhan, adiknya itu akan menikah sebentar lagi, dan memang sudah waktunya bagi Kiara untuk mencari kisah cintanya sendiri. Tapi…

Di luar rumah liburan, Edward baru saja menghentikan mobilnya di depan tangga rumah liburan Kiara.

"Terima kasih sudah mengajakku menikmati indahnya River Dart dengan kapalmu, juga menemaniku berkeliling di kota." Kiara berkata sembari melepas sabuk pengamannya.

"Aku senang kalau itu bisa memerbaiki suasana hatimu." Edward menjawab dengan senyuman, namun detik berikutnya wajahnya berubah serius, "Maaf soal kejadian di kapal tadi. Juga soal mobil sewaan kita yang tiba-tiba mogok di tengah jalan. Kau jadi harus pulang semalam ini."

"Aku akan anggap itu sebagai bagian dari tour nya." Jawab Kiara sambil tersenyum menenangkan Edward.

Ia kemudian berpamitan dan turun dari mobil. Setelah melambaikan tangan pada Edward yang melajukan mobilnya, Kiara menaiki tangga menuju ke rumah liburan.

"Apa yang kaupikirkan dengan pulang selarut ini?"

Suara Calvin mengagetkan Kiara saat ia baru saja melangkahkan kakinya ke dalam rumah. Ia mendongak dan mendapati Calvin berdiri di ujung lorong dengan tangan terlipat di depan dada. Walaupun ia hanya bisa melihat siluet pria itu karena lampu ruangan yang sebagian besar dimatikan.

Kiara tidak ingin banyak berkomentar, ia melangkah melewati Calvin dan menuju ke dapur. Membuka kulkas dan mengambil air mineral dingin. "Ada masalah dengan mobilnya, jadi pulang terlambat." Jawabnya singkat.

Calvin sepertinya tidak memedulikan jawaban Kiara, karena ia kemudian masih bertanya dengan nada kesal yang kentara.

"Kenapa juga kau pergi berdua dengan Edward? Aku sudah mengatakan padamu pria seperti apa dia itu."

Kini suasana hatinya yang sudah sempat membaik kembali memburuk dengan cepat. Kiara meletakkan botol air mineral ke atas meja pantry dengan kasar, "Dia hanya berbaik hati menghiburku."

"Itu hal yang biasa dia lakukan untuk mendapatkan para wanita, Kiara."

Kiara berbalik menghadap Calvin, "Kau tidak tahu itu, Kau bahkan tidak mengenalnya selain dari apa yang kau baca dan dengar di berita."

Calvin tertegun sejenak sebelum kembali bicara, "Oh. Jangan-jangan kau memang orang yang suka mendengar rayuan macam itu, yang membuatmu merasa selalu diperhatikan dan disanjung-sanjung." Katanya sambil mengibaskan tangan ke udara, "Nggak heran kalau kau tertarik pada pria semacam Edward."

"Kalau aku memang orang seperti itu. Apa juga urusannya denganmu?" Tanya Kiara dengan nada suara yang juga mulai meninggi. "Aku bisa memutuskan dengan siapa aku akan menjalin hubungan. Aku tidak pernah memermasalahkan hubunganmu dengan Bianca."

"Bianca tidak ada hubungannya dengan ini." Potong Calvin.

Pria itu melangkah mendekati Kiara, sekarang gadis itu bisa melihat raut wajah Calvin yang terlihat marah, rahangnya mengetat erat hingga Kiara bisa melihat urat-urat di pelipis pria itu berkedut.

"Atau…jangan-jangan kau mendekati Edward agar kau bisa sekalian terkenal dan jadi bahan gossip di kota?"

"Apa?" Kiara mengerjap tidak percaya pada kata-kata Calvin.

"Ya, mungkin itu salah satu caramu agar bisa lebih di kenal." Tambah Calvin dengan senyum mengejek, "Jangan-jangan itu caramu bisa berhasil mendapatkan kesuksesan di Amerika."

Suara tamparan di wajah Calvin terdengar menggema di ruang makan sebelum akhirnya rumah liburan itu kembali sunyi.

"Jangan samakan aku dengan kekasih modelmu itu." Kiara berkata dengan suara penuh emosi dan air mata yang mulai menggenangi pelupuk matanya.

Gerakan Calvin berikutnya sama sekali tidak Kiara duga. Pria itu meraih lengannya dan mendorongnya ke dinding.

"Apa yang kau lakukan?! Lepaskan!" Kiara berusaha membebaskan diri dari Calvin, "Kubilang lepas…"

Belum usai ia mengatakan hal itu, tiba-tiba bibir Calvin menekan bibirnya dalam ciuman putus asa dan menarik tubuhnya masuk dalam pelukan pria itu.

Kiara merasakan tubuhnya menegang dan gemetar saat merasakan ciuman Calvin. Ia mengutuk dirinya karena dengan cepat tubuhnya hanyut dalam pelukan dan ciuman pria itu. Otaknya langsung tidak berfungsi normal dan seolah-olah berkabut.

Ia tahu ia seharusnya mendorong pria itu menjauh dan sekali lagi menamparnya. Menendang dan memukulnya kalau perlu. Tapi yang ia dapati justru dirinya yang mulai membalas ciuman pria itu.

Entah berapa lama mereka berciuman di dalam kegelapan ruang makan. Saat tiba-tiba suara pintu yang terbuka di lantai dua sama-sama mengagetkan mereka. Kiara yang terlebih dulu berhasil menyadarkan diri dan akhirnya mendorong tubuh Calvin menjauh. Ia menatap Calvin dengan mata terbelalak dan napas memburu sebelum kemudian berlari menuju ke lantai dua.

Ia berpapasan dengan Cheryl yang baru saja hendak turun, tapi Kiara tidak memedulikannya. Ia berlari masuk ke kamar dan menutup pintu. Pikirannya campur aduk dan masih berusaha mengerti apa yang baru saja terjadi. Apa sebenarnya yang diinginkan pria itu darinya? Sedetik pria itu seolah peduli padanya, seolah pria itu memiliki perasaan padanya, namun detik berikutnya pria itu akan menyakitinya dan mengatakan hal-hal yang melukai perasannya.

Kiara membenamkan wajahnya ke kedua telapak tangannya dan menjerit kesal. Kesal dan marah. Pada Calvin. Juga pada dirinya.