"Bisa kau hentikan itu?" Kiara yang tengah duduk di konservaroti berkata tanpa menoleh pada Cheryl.
"Apa?" Cheryl bertanya dengan wajah tidak mengerti.
Kiara tidak menjelaskan dan kembali berusaha menyibukkan diri menulis sesuatu di atas kertas. Sejak ia turun dan duduk di seberang sofa yang ditempati Cheryl, gadis itu sudah menatapnya dengan wajah penasaran.
Semalam, ketika Cheryl kembali ke kamar, Kiara menyibukkan diri di kamar mandi dan langsung masuk ke dalam selimut dan tidur begitu keluar. Dan pagi ini, saat Kiara turun setelah memersiapkan diri menghadapi Calvin, pria itu ternyata sudah tidak ada. Sahabatnya itu berkata kalau kakaknya langsung pergi semalam saat Cheryl turun ke lantai bawah.
Pria itu mungkin langsung kembali ke hotel tempat Bianca berada. Kiara tak mau memikirkan soal itu. Lebih baik lagi kalau pria itu kembali ke London sekalian.
Kiara selesai menulis, dan karena sudah tidak tahan dengan tatapan Cheryl yang serasa menghujam kepalanya, ia berkata, "Daftarnya sudah siap, ayo pergi."
Hari itu mereka berencana pergi ke pasar dan berbelanja untuk membuat makan siang sendiri. Mereka membiarkan Marcella beristirahat dan menikmati hari itu bersama dengan keluarganya dan cucunya yang akan kembali ke London esok hari.
Cheryl tidak berkomentar dan hanya mengangguk. Kiara meninggalkannya untuk naik ke kamar dan berganti baju. Ia butuh melakukan sesuatu yang bisa mengalihkan perhatiannya dari pikiran-pikiran soal kejadian semalam.
Mereka baru saja hendak berjalan kembali ke rumah liburan saat seseorang memanggil nama Kiara.
Kiara menoleh dan mendapati Edward melambai ke arahnya. Pria itu berlari mendekati mereka sambil membawa beberapa ekor ikan yang kelihatan masih sangat segar.
"Wow, aku tidak tahu kalau kau juga jago memancing." Cheryl memuji Edward saat pria itu sudah berhenti di depan mereka.
Edward tertawa dan menunjukkan giginya yang rapi, "Sebelum jadi aktor aku sempat bercita-cita menjadi seorang nelayan saat masih kecil."
"Benarkah?" Tanya Cheryl takjub, "Kurasa Tuan Aktor punya banyak cerita yang tidak biasa."
"Perlu bantuan?" Edward bertanya sambil mengarahkan dagunya ke kantong-kantong belanjaan yang dibawa Kiara dan Cheryl.
"Tidak perlu, terima kasih tawarannya." Jawab Cheryl, "Kami berencana memasak makan siang bersama. Apa menurutmu kau bisa ikut bergabung? Tentu saja dengan ikan-ikan yang kelihatan sangat enak itu."
Edward tergelak dan mengangguk-anggukkan kepala, "Tentu saja, tentu saja."
Pria itu kemudian mengikuti langkah Kiara dan Cheryl kembali ke rumah liburan.
Begitu sampai di dalam rumah, Blue menyambut mereka dengan mengibas-ibaskan ekornya, lalu berjalan mendekati Edward dan sibuk mengendus-endus ikan-ikan yang dibawanya.
"Hei kawan, sabar." Ucap Edward sambil berusaha menjauhkan ikan-ikannya dari jangkauan rahang Blue.
"Oh sial." Cheryl menggerutu saat ia baru saja selesai menata semua bahan-bahan masakan ke atas meja. "Aku lupa membeli peterseli."
"Peterseli?" Kepala Edward muncul dari balik dinding penyekat, "Aku sepertinya punya itu di vila. Biar kuambilkan."
"Tunggu! Tunggu!" Cheryl berteriak pada Edward yang sepertinya mulai berjalan ke luar. Pria itu kembali berjalan ke dapur. "Biar aku saja yang ke sana, oke? Sekalian mengajak Blue keluar sebentar."
"Hmm? Aku tidak keberatan kok kalau harus mengambilnya." Jawab Edward tidak mengerti.
"Cheryl." Kiara yang berdiri di samping Cheryl juga protes karena menyadari maksud sahabatnya itu.
"Kelihatannya Edward cukup pandai memasak. Dan dibandingkan denganku, kau jauh lebih jago memasak." Ucap Cheryl sambil menunjuk Kiara. "Kalian bisa mulai memasak duluan dan dengan begitu pekerjaan kita bisa lebih cepat selesai. Daripada jika kau dan aku yang bekerja."
Kiara membuka mulut hendak protes, namun Cheryl sudah pergi dan mengajak Blue.
"Minta saja pada pengurus vila ku, dia pasti masih ada di sana." Teriak Edward pada Cheryl yang sudah hendak menutup pintu.
Pria itu kemudian berbalik ke arah Kiara dan tersenyum lebar, "Kurasa dia hanya ingin melarikan diri dari tugas memasak."
Kiara menghela napas dan menggelengkan kepala, menyerah.
"Apa ada sesuatu yang kau tidak bisa?" Tanya Kiara sambil memerhatikan Edward yang dengan ahli meracik masakan.
"Aku tidak akan membiarkanmu berhenti bekerja walau kau memujiku loh." Balas Edward diiringi dengan senyuman.
Kiara ikut tertawa dan melanjutkan kegiatannya.
"Kau sendiri juga pandai memasak." Kata Edward pada Kiara.
Kiara mengangguk, "Aku biasa memasak sendiri saat tinggal di Amerika." Jelas Kiara, "Aku justru terkejut kalau kau bisa memasak."
Edward kelihatan serba salah sebelum menjawab, "Aku memelajarinya karena biasanya para wanita punya ketertarikan lebih pada pria yang pandai memasak." Ia melirik pada Kiara.
Kiara tertawa saat mendengarnya dan menepuk bahu Edward, "Apa-apaan alasanmu itu?"
"Itu strategi yang bagus kan? Menurutmu?"
"Ya. Ya. Tentu saja." Kiara masih tertawa karena alasan yang dilontarkan Edward.
Saat mereka masih sibuk tertawa, mereka mendengar suara langkah kaki dan mengira Cheryl sudah kembali. Secara bersamaan mereka melihat ke arah sumber suara, dan tawa mereka langsung terhenti.
Calvin berdiri di ujung ruangan dan menoleh ke arah Kiara dan Edward, pria itu tidak mengatakan apapun, tapi Kiara bisa melihat tangan pria itu yang mengepal dengan erat, mereka hanya saling pandang sampai seseorang muncul di belakang Calvin.
Rambut merah perempuan itu terlihat mencolok di mata Kiara. Matanya memerhatikan ke sekeliling lalu dengan senyuman jahil ia mulai berkomentar, "Wah sepertinya kita datang di waktu yang tidak tepat dan mengganggu mereka."
Kiara bertanya dalam hati kenapa Calvin kembali mengajak Bianca datang ke rumah liburannya. Apa pria itu mengira Kiara dan Cheryl tidak ada di rumah dan berniat menghabiskan waktunya dengan Bianca di sini?
Calvin sama sekali tidak berkomentar apa-apa. Ia justru berbalik dan menarik lengan Bianca untuk mengikutinya ke lantai dua.
Edward memerhatikan Kiara yang tiba-tiba muram, dan selama beberapa saat memutar otak untuk menghibur gadis itu.
"Apa sebaiknya kita pindah ke vila ku saja dan membuat makan siang di sana?" Tanyanya pada Kiara.
Kiara hanya terdiam, seperti hanyut dalam pikirannya sendiri. Tepat saat itu Cheryl kembali bersama dengan Blue dan berteriak mengumumkan kedatangannya. Tapi tak lama langkah kakinya terhenti saat melihat Edward dan Kiara di dapur.
"Kenapa?" Tanyanya, melihat bergantian pada Edward lalu Kiara, "Kenapa suasananya jadi suram begini?"
***
Cheryl menenggak isi kaleng sodanya dalam beberapa tegukan besar, sebelum menggerutu dan menyandarkan tubuh ke pagar besi.
Mereka memutuskan untuk memasak di dapur luar ruangan di halaman rumah liburan. Edward tengah sibuk membakar ikan di atas alat bakaran, sementara Kiara duduk di meja makan luar ruangan, sibuk dengan kegiatannya sendiri.
"Kenapa lagi dia membawa wanita itu kemari?" Cheryl mengangkat tangannya ke atas dengan gerakan putus asa, "Merusak selera makanku saja."
"Apa kalian bertengkar dengan pacar kakakmu?" Edward yang tidak terlalu mengerti bertanya, tangannya meletakkan ikan yang baru matang ke atas meja.
"Aku tidak pernah suka dengan wanita itu." Jawab Cheryl ketus, "Oh ya ampun ikannya kelihatan enak."
"Bukannya kau baru saja bilang selera makanmu hilang?" Edward bertanya lagi.
"Sekarang sudah kembali." Cheryl berkata sambil nyengir dan menarik kursi.
Kiara memaksakan dirinya tersenyum melihat tingkah Cheryl. Namun sepanjang acara makan mereka, ia lebih mirip robot yang berjalan secara otomatis daripada manusia. Menertawakan lelucon yang dibuat Edward, dan kata-kata konyol yang dilontarkan Cheryl. Kiara sadar kedua orang itu sedang berusaha mengalihkan perhatiannya. Tapi otak Kiara terlalu lumpuh untuk merespon dengan tulus.
Pada akhirnya setelah berhasil menghabiskan makanannya, Kiara berdiri dan memanggil Blue.
"Aku mau jalan-jalan sebentar." Katanya pada Cheryl.
"Perlu kutemani?" Edward mengajukan diri, namun Kiara menggeleng dan berkata bahwa ia ingin sendiri. Pria itu hanya mengangguk mengerti walaupun terlihat sedikit kecewa.
Kiara melangkahkan kakinya tanpa benar-benar peduli ke mana ia menuju. Sementara Blue, yang entah bagaimana sepertinya mengerti suasana hati Kiara, berjalan lambat di sisinya sambil sesekali mengeluskan kepalanya ke sisi kaki Kiara. Gadis itu membalas perlakuan Blue dengan senyuman penuh terima kasih, lalu kembali tenggelam dalam pikirannya.
Perasaannya pada Calvin, yang walaupun sudah sepuluh tahun berlalu masih saja memenuhi hati dan pikirannya. Walau mungkin caranya berinteraksi dengan Calvin cukup membaik. Kini dia bisa menghabiskan waktu bicara dengan pria itu tanpa sibuk berupaya menutupi wajahnya yang tersipu, seperti yang biasa ia lakukan saat masih remaja.
Sikap Calvin padanya juga sepertinya mulai berubah, jika Kiara memang tidak hanya sekedar membayangkannya. Pria itu mulai melihatnya sebagai seorang wanita dan mengakui pencapaiannya. Ia bahkan mengira Calvin mungkin mulai tertarik padanya, karena ia sudah bukan gadis remaja yang dulu dikenalnya. Atau mungkin semua itu memang hanya rasa penasaran karena Kiara sudah banyak berubah?
Bagaimanapun ia memikirkannya. Atau bagaimanapun ia berkata bahwa pria itu juga sudah banyak menyakitinya dalam dua hari terakhir. Ia tetap tidak bisa menghilangkan kenyataan bahwa ia masih menyukai pria itu hingga saat ini. Bahkan mungkin lebih besar dari sepuluh tahun yang lalu. Perasaannya bukan lagi hanya sekedar perasaan kagum dan terpesona yang membuatnya mabuk. Berada di dekat pria itu mampu membuatnya berhenti bernapas dan debaran jantungnya meningkat, namun di saat yang sama membuatnya merasa sangat nyaman dan bahagia.
Pria itu, yang terlihat cukup dingin namun selalu bersikap hangat padanya, hal-hal kecil yang dilakukan pria itu untuknya, yang mungkin dilakukan jutaan pria lainnya, terasa begitu istimewa saat Calvin yang melakukannya. Apalagi saat Kiara teringat akan ciuman pria itu yang langsung mengosongkan otaknya dan membuat tubunya bergetar.
Kiara tertawa mengejek dirinya sendiri.
Dulu ia sering membaca novel romantis, ia selalu merasa tokoh utama wanita sangat bodoh karena masih saja mencintai pria yang terus-terusan menyakiti mereka. Tapi pada akhirnya, ternyata dirinya sendiri tidak jauh berbeda.
Kiara menghela napas dan menyerah. Tidak peduli seberapa jauh dia berjalan, suasana hatinya tetap tidak akan membaik. Karena itu Kiara akhirnya memutuskan untuk kembali ke rumah liburan. Tidak peduli jika ia harus bertemu lagi dengan Calvin dan Bianca, suasana hatinya tidak akan bisa lebih buruk dari saat ini.
Sepertinya Kiara terlalu optimis. Karena saat ia baru saja tiba di kaki tangga, ia melihat Calvin dan Bianca berjalan turun sambil membawa koper dan tas.
Calvin melihat Kiara namun kembali mengalihkan pandangannya. Baru setelah ia sampai di dasar tangga, ia berhenti sejenak dan bicara.
"Aku akan kembali London bersama dengan Bianca." Katanya datar, dengan ekspresi yang sama sekali tidak bisa dibaca Kiara.
Pria itu lalu berjalan melewati Kiara dan melangkah menuju ke mobilnya yang terparkir di sisi jalan. Bianca yang turun setelah Kiara tersenyum ke arahnya dengan wajah penuh kemenangan dan pandangan mengejek. Kiara harus menahan Blue agar tetap berada di sampingnya, karena anjing itu mulai menggeram saat menyadari keberadaan Bianca. Perempuan itu mengibaskan rambut merahnya dan melambai pada Kiara.
Kiara berusaha mengacuhkannya dan mulai berjalan menaiki tangga. Saat mencapai setengah perjalanan ke atas, Kiara mencuri pandang ke arah mobil Calvin. Pria itu berada di belakang mobil dan menaikkan tas-tas dan koper ke bagasi. Calvin baru saja menutup pintu bagasi dan hendak berjalan saat Bianca tiba-tiba melingkarkan lengannya di leher Calvin, menarik pria itu dengan tiba-tiba dan menciumnya.
Kiara benar-benar harus berhenti bersikap terlalu optimis. Suasana hatinya berubah dari buruk menjadi mengerikan. Ia segera mengalihkan pandangannya dan berlari menaiki tangga.