Kiara duduk di salah satu bangku yang tersedia di sepanjang North Embarkment, tepat di seberang Royal Avanue Garden. Matanya mengamati kapal-kapal yang berjajar terparkir di kejauhan, berayun-ayun pelan mengikuti gelombang.
Angin yang berhembus sedikit melegakan kepalanya yang terasa penuh. Pagi-pagi sekali ia memutuskan untuk jogging untuk menjernihkan kepalanya, matahari baru terbit saat ia akhirnya memutuskan untuk istirahat di bangku yang ia tempati sekarang.
"Kiara?"
Suara yang sudah dikenalnya memanggil Namanya, Kiara menoleh dan mendapati Edward melambai pada Kiara.
Edward turun dari sepeda dan menuntunnya, memarkirnya di samping bangku dan ikut duduk di sisi Kiara.
"Tidak biasanya melihatmu di sini." Katanya sementara tangannya melepas helm dan kacamatanya.
"Aku baru selesai lari pagi."
Edward hanya mengangguk. Lalu mengikuti arah pandangan Kiara, memandang ke kejauhan perairan River Dart dan terdiam, dan tetap terdiam selama beberapa saat berikutnya. Kiara melirik sekilas ke arah Edward, biasanya pria itu akan selalu mencari topik pembicaraan, tapi kini pria itu kelihatan sedang memikirkan sesuatu.
Kiara sudah hendak bertanya saat Edward terlebih dahulu membuka suara.
"Aku akan kembali ke London siang ini." Katanya tanpa menoleh pada Kiara.
"Benarkah?" Kiara tidak tahu harus merespon seperti apa.
Edward mengangguk samar, "Aku datang ke Dartmouth karena permintaan agensiku. Untuk bersembunyi sementara, sampai keadaannya cukup tenang." Ia menoleh sekilas pada Kiara, "Masalah skandal dan semacamnya, kurasa kau sudah tahu soal itu."
Karena tidak bisa mengatakan apapun, Kiara hanya mengangguk.
"Ya, itu masalah yang kubuat sendiri." Lanjutnya dengan senyuman sedih, "Aku pergi dengan meninggalkan masalahnya masih terbuka, dengan spekulasi di sana-sini. Membiarkan orang-orang yang terlibat menyelesaikannya sendiri saat aku malah melarikan diri."
Edward menarik napas dalam-dalam, "Tapi aku sudah memutuskan untuk berhenti bersembunyi, sudah waktunya aku memberi penjelasan dan menyelesaikan masalahnya."
Kiara mengangkat tangannya dan menepuk pundak Edward, "Kurasa itu bagus."
"Karena itu sebelum kembali aku ingin bicara denganmu," Edward mengubah posisi duduknya dan kini setengah menghadap ke Kiara.
"Soal apa?"
Edward menatapnya dengan serius dan sedikit membuat dada Kiara berdebar.
"Apa menurutmu, aku masih bisa menghubungimu setelah kita kembali ke London?"
Kiara menghela napas yang sempat ditahannya, "Tentu saja, kita sudah berteman sekarang, kenapa harus berhenti berhubungan?"
Edward tersenyum namun kemudian menggelengkan kepalanya, "Bukan…bukan seperti itu." Ia menunduk sesaat sebelum kembali memandang Kiara, "Apa menurutmu kita bisa melanjutkan hubungan kita ke tingkat yang lebih dari sekedar teman?"
Kiara hanya menatap Edward dengan tatapan kosong. Ia sebenarnya sudah menduga kalau mungkin pria itu menaruh perhatian padanya. Cheryl juga sudah bilang begitu, semua masalah yang timbul dengan Calvin juga karena dugaan soal itu. Tapi ia tidak mengira kalau Edward akan benar-benar mengatakannya.
Melihat sikap Kiara, pria itu akhirnya tersenyum canggung, "Apa itu karena kakak Cheryl?"
"Apa?" Kiara mengerjapkan matanya beberapa kali.
"Kau…menyukainya, ya kan?"
Kiara tidak menjawab dan hanya menatap lurus ke mata biru Edward.
"Aku tahu kau mungkin masih ragu padaku, tapi aku benar-benar serius saat bilang kau berbeda dari gadis-gadis yang pernah kukencani." Edward kini meraih tangan Kiara dan menggenggamnya. Untuk sesaat, Kiara ingin menarik tangannya, namun tatapan memohon di mata Edward membuatnya mengurungkan niatnya.
"Kalau kau mau memberiku kesempatan, aku bisa buktikan padamu kalau aku bisa jadi pria yang lebih baik untukmu. Daripada terus memendam perasaanmu pada Calvin dan membuatmu menderita seperti ini. Tidak bisakah kau mencoba menjalin hubungan denganku?" Genggaman tangan pria itu sedikit mengetat, "Mungkin saja suatu hari kau bisa membuka hatimu untukku."
Kiara memikirkan perkataan Edward. Benar-benar memikirkannya. Mungkin yang dikatakan pria itu ada benarnya. Mungkin sudah waktunya ia berhenti menyiksa dirinya dengan perasaannya pada Calvin. Mungkin dia bisa mencoba menjalin hubungan dengan Edward, dan seperti yang dikatakan pria itu, mungkin suatu hari ia bisa jatuh cinta padanya.
Tapi itu juga masalahnya. Mungkin. Sampai kapan ia akan membuat Edward menunggu perasaannya berubah? Bagaimana jika perasaannya tidak berubah? Ia yang paling tahu betapa melelahkannya menunggu seseorang untuk membalas perasaannya. Ia tidak ingin Edward yang sudah berjuang untuk berubah, harus kecewa lagi jika dirinya tidak bisa membalas perasaan pria itu.
Kiara menarik napas dalam-dalam dan membalas tatapan Edward.
"Terima kasih," katanya sambil tersenyum, "Ini pertama kalinya ada pria yang mengatakan hal seperti ini padaku."
"Tapi?" Edward bertanya, sudah bisa menduga jawaban Kiara dari cara gadis itu menatapnya.
Senyuman Kiara berubah sedih, "Aku tidak bisa menerima perasaanmu di saat perasaanku sendiri masih tidak menentu. Itu tidak akan adil buatmu, juga buatku."
"Apa…jika kau sudah selesai menata perasaanmu dan entahlah, berakhir tetap sendiri." Edward berdeham, "Maksudku, tentu saja aku berharap akhir bahagia untukmu. Bukannya aku mengharapkan kau akan…maksudku…kau tahu…"
Kiara tertawa melihat Edward yang tiba-tiba salah tingkah, "Aku tahu."
Pria itu kembali tenang dan menegapkan postur tubuhnya, "Jadi, jika saat itu datang, apa kau bisa memertimbangkanku?"
Kiara terdiam sesaat sebelum menjawab, "Aku tidak tahu. Kau pria yang baik, sungguh. Aku hanya masih tidak bisa membayangkan soal itu sekarang."
Kepala Edward tertunduk mendengarnya, dan dalam hati Kiara merasa apa seharusnya ia sedikit berbohong untuk menenangkan pria itu. Tapi tak lama Edward mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti.
"Well, tidak ada yang bisa kulakukan kalau kau masih tidak bisa melepaskan perasaanmu padanya." Katanya kemudian sambil mengangkat wajahnya, "Tapi ini pertama kalinya ada wanita yang menolakku."
Ekspresi Kiara penuh penyesalan, "Maaf." Ucapnya lirih, "Apa ini artinya kita sudah tidak bisa berteman?"
"Omong kosong!" Kata Edward cepat, "Ini dan itu tidak ada hubungannya. Aku justru akan sedih kalau kau mulai menghindariku. Lagipula, hanya orang berpikiran sempit yang memutuskan hubungan pertemanan hanya karena ditolak."
"Aku lega." Jawab Kiara, senyumnya lebar.
"Dan lagi, akku masih punya janji untuk mengusahakan pameran fotografi dari teater kami di galerimu, kan?"
"Sekarang aku lebih lega lagi." Canda Kiara lalu tertawa.
Edward ikut tertawa bersamanya.
Kiara masih duduk di bangku itu, bahkan setelah Edward akhirnya berpamitan dan pergi. Ia memikirkan lagi soal pengakuan Edward, dan berharap pria itu bisa menyelesaikan masalahnya dan menemukan kebahagiaan lagi. Ia juga memikirkan lagi soal perasaannya, juga Calvin. Bagaimana pria itu membingungkannya dan membuat perasaannya campur aduk.
Tapi ada satu hal yang Kiara putuskan. Ia harus benar-benar menyelesaikan masalahnya dengan Calvin, ia tidak ingin terus-terusan dibuat bingung dengan perilaku pria itu. Sedetik ia membuat Kiara mengira bahwa pria itu mulai menyukainya, namun detik berikutnya membuatnya sakit hati. Saat kembali ke London, ia akan menemui pria itu dan meminta penjelasan. Ia akan benar-benar memberikan akhir pada perasaannya dengan jelas dan berhenti mengharapkan apapun kedepannya. Jika pada akhirnya ia akan tetap patah hati, biar saja. Masih lebih baik daripada semua ketidakpastian ini. Ia tidak akan membuat Calvin berpikir bahwa ia bisa jadi gadis yang bisa digunakan sebagai tempat menghabiskan waktu, kemudian disisihkan setelah pria itu merasa bosan.
Dengan tekat seperti itu, Kiara bangkit, menarik napas dalam-dalam, dan berlari lagi, kembali ke arahnya datang tadi.
Kiara masuk ke dalam rumah dan jatuh terjungkal ke belakang saat Blue melompat ke arahnya. Untung saja ia hanya jatuh terduduk ke tanah di depan pintu masuk.
"Kau baik-baik saja?" Cheryl yang berlari dari ruang santai karena mendengar suara ribut bertanya sambil menahan tawa.
"Hampir saja terjadi kasus pembunuhan."
Cheryl menarik Blue agar menjauhi Kiara dan menyuruh anjing itu duduk. "Dia terus menunggumu di balik pintu." Jelas Cheryl, ia mengulurkan tangan membantu Kiara berdiri.
"Maaf ya aku tidak bisa mengajakmu ikut lari pagi." Kiara mengusap kepala Blue dengan wajah menyesal.
"Hei, aku rasa aku harus mengakhiri liburanku lebih cepat. Aku harus kembali ke London besok pagi."
Kiara mengangkat kepalanya menatap Cheryl, "Apa terjadi sesuatu?"
"Ada sedikit masalah dengan persiapan pestanya."
Kiara langsung menegakkan tubuhnya, "Kalau begitu aku akan mulai beres-beres sekarang."
"Tidak. Tidak. Tidak." Cheryl menahan Kiara yang sudah hendak berjalan. "Kau…tetap tinggal di sini."
"Ha? Apa maksudmu?" Kiara mengerutkan alisnya tidak mengerti.
"Masih ada beberapa hari lagi sisa liburannya, kau bisa menghabiskannya di sini."
"Tidak apa kok, aku bisa pulang denganmu."
Cheryl menggeleng, "Aku mengajakmu liburan untuk bersenang-senang dan menenangkan diri, tapi justru malah membuat pikiranmu kacau. Kurasa aku berhutang soal itu padamu."
"Aku baik-baik saja, lebih baik sekalian membantumu di London."
Cheryl meletakkan kedua tangannya di pundak Kiara, "Berlibur saja di sini, saat akhir pekan nanti, aku akan menjemputmu. Oke. Jangan membuatku merasa bersalah lebih dari ini." Katanya dengan wajah memelas.
Kiara menatap sahabatnya itu dan terdiam, namun akhirnya mengalah dan menganggukkan kepala. Ia rasa tidak buruk juga kalau ia bisa memersiapkan diri dan hatinya sebelum mengonfrontasi Calvin.