Kiara meletakkan tangannya di atas pagar besi dan merenggangkan punggungnya, sambil menarik napas dalam-dalam, menikmati udara segar dan aroma air yang langsung memenuhi paru-parunya. Rasanya benar-benar menyenangkan.
Ia berdiri di halaman rumah liburan Calvin, sementara pemandangan River Dart terbentang di hadapannnya. Bangunan tua rumah itu telah dipugar dan direnovasi ulang, membuat tampilannya lebih seperti vila modern dengan warna putih elegan yang mendominasi seluruh bangunan. Berada di dinding lereng perbukitan dan dikelilingi pepohonan serta semak yang terpotong rapi, membuat rumah itu seolah-olah muncul dari dalam bukit.
"Bagaimana?" Cheryl muncul dari dalam rumah diikuti oleh Blue yang mengibas-ibaskan ekornya dengan senang, "Tidak menyesal sudah memutuskan untuk ikut, kan?"
Kiara menoleh ke arah Cheryl dan tersenyum lebar, "Ya." Jawabnya singkat.
Cheryl meraih tangan Kiara lalu menariknya, "Ayo jalan-jalan sebentar di sekitar sini." Ajaknya sambil menuntun Kiara menuju anak tangga yang menjadi akses jalan menuju rumah liburan itu.
"Sekarang?" Kiara bertanya bingung, pandangannya beralih dari Cheryl ke arah rumah, "Kita belum selesai membongkar barang-barang."
"Calvin bisa melakukannya." Cheryl menjawab tanpa rasa bersalah.
Calvin menjulurkan kepala dari dalam rumah dan berteriak protes pada mereka, tepat saat Kiara dan Cheryl sudah berlari menuruni anak tangga. Blue dengan senang hati mengikuti mereka.
Mereka menyusuri jalan satu arah selebar satu mobil menuju ke jalanan utama. Kiara mengamati suasana di sekitarnya yang terasa jauh berbeda dari hiruk-pikuk kota besar seperti London dan New York. Suara gesekan angin di dedaunan, suara binatang-binatang kecil yang bersembunyi di pepohonan, riak air di kejauhan. Kiara merasa kalau waktu di tempat ini berjalan dalam kecepatan yang jauh lebih lambat dari tempat-tempat yang pernah dikunjunginya dan perasaan itu entah mengapa ikut membuatnya tubuhnya terasa lebih santai.
Kiara memerhatikan Blue yang tampak sibuk menyeberang dari satu sisi jalan ke sisi yang lainnya, mengendus dan menggonggong pada setiap hal yang dilihatnya. Sepertinya bukan hanya dirinya yang menikmati suasana baru ini. Blue tiba-tiba berhenti dan memandang lurus ke depan, sebelum tiba-tiba berlari menuju sesuatu yang sepertinya menarik perhatiannya.
"Blue!" Kiara memanggil anjing itu sambil ikut berlari mengejarnya, di belakangnya Cheryl juga ikut memercepat langkah.
Sekitar tiga puluh meter di depannya Blue berhenti dan menggonggong ke arah seseorang yang terlihat tengah berjongkok di samping sepedanya.
"Maaf." Kata Kiara begitu jaraknya dengan tempat Blue berhenti telah cukup dekat, "Dia tiba-tiba berlari begitu saja."
"Tidak apa-apa." Suara bernada bariton terdengar dari orang yang mengenakan pakaian pesepeda itu.
"Dia anjing yang manis," Tambah pria itu sambil mengelus-elus kepala Blue, "Aku sudah sering dihampiri banyak wanita, tapi ini pertama kalinya ada anjing yang menghampiriku." Lanjutnya sembari menegakkan badan dan tertawa.
Mata biru pria itu bertemu dengan mata cokelat Kiara dan selama beberapa detik pria itu terdiam sebelum kembali bicara dengan nada riang, "Walaupun pada akhirnya dia juga membawa gadis cantik bersamanya."
"Well, terima kasih." Kiara menjawab dengan canggung, tidak pernah ada pria yang tiba-tiba memujinya seperti itu di pertemuan pertama, apalagi setelah kini bisa melihat wajah pria itu dengan jelas, Kiara harus mengakui kalau pria yang baru saja memujinya itu cukup tampan. Tubuhnya ramping namun proporsional, rambut gelap berombak yang dibiarkan tumbuh hingga menyentuh pangkal lehernya, di tambah mata birunya yang begitu jernih, membuat pria itu kelihatan seperti baru keluar dari lukisan abad ke-17.
"Ada masalah dengan sepedanya?" Kiara mengalihkan pembicaraan dengan tergesa-gesa.
Pria itu melepaskan sarung tangannya dan melirik ke arah sepedanya, "Bannya tiba-tiba kempes dan aku lupa membawa ban cadangan."
"Apa ada yang bisa dibantu?" Cheryl yang akhirnya berdiri di samping Kiara bertanya dengan nada rama.
"Tidak ada masalah, tempatku tinggal sudah dekat, aku hanya perlu menuntunnya pulang." Jawab pria itu sambil tersenyum.
"Ah…begitu."
"Tapi terima kasih untuk tawarannya," Pria itu menambahkan, "Ah, namaku Edward. Edward Jones. Aku tinggal di rumah yang tepat berada di tikungan di depan pintu masuk rumah besar di atas lereng itu." Katanya menyebutkan rumah yang berada tidak jauh dari rumah liburan Cheryl dan Kiara.
"Cheryl Stratton." Balas Cheryl lalu menunjuk ke arah Kiara, "Ini Kiara Belfort, dan yang itu Blue." Cheryl mengakhiri perkenalan mereka dengan menunjuk anjingnya yang sudah kembali sibuk mengendus setiap sudut jalan.
"Kalian baru datang berlibur?" Pria bernama Edward itu kembali bertanya, "Aku sudah beberapa hari di sini dan belum pernah melihat kalian."
"Kami baru tiba hari ini." Jawab Cheryl
"Jadi…kalian sedang liburan sekolah atau semacamnya?"
"Hahaha…lucu." Cheryl tertawa garing, "Sudah jelas kami berdua terlalu tua untuk disebut sebagai anak sekolahan. Tapi rayuanmu boleh juga."
Edward tertawa menanggapi jawaban Cheryl, namun entah kenapa Kiara selalu menangkap pria itu sesekali mencuri pandang ke arahnya.
"Kami hanya melepaskan penat sebelum hari pernikahanku." Cheryl menjawab dengan santai.
"Oh…" Edward memasang ekspresi kecewa. "Padahal aku sedang berusaha merayumu barusan."
Cheryl menunjuk ke arah Kiara sambil tersenyum lebar, "Tapi kalau nona ini, dia masih single."
"Cheryl." Kiara menyebut nama sahabatnya itu dengan nada protes.
"Well, kalau begitu keberuntungan sepertinya masih ada di pihakku." Edward menanggapi dengan tersenyum ke arah Kiara.
Kiara hanya diam dengan canggung karena tidak tahu harus bagaimana menanggapi obrolan Cheryl dengan Edward. Untung saja Edward sepertinya mengerti sikap Kiara dan memutuskan untuk menyudahi pertemuan mereka.
"Sepertinya aku sudah menghentikan acara jalan-jalan kalian." Katanya mulai meraih sepedanya dan bersiap-siap untuk pergi, "Kalau kalian butuh teman untuk diajak bersenang-senang. Kalian tahu di mana aku tinggal. Berlibur sendirian ternyata cukup membuatku kesepian." Tambahnya sebelum akhirnya melambaikan tangan dan pergi meninggalkan Cheryl dan Kiara.
"Sepertinya dia pria yang menyenangkan." Cheryl berkata sambil berdiri memerhatikan punggung Edward yang akhirnya menghilang di tikungan jalan.
"Kau tahu kita harus berhati-hati dengan orang yang nggak kita kenal, kan?"
"Apa salahnya menambah teman baru." Cheryl melirik ke arah Kiara lalu tersenyum lebar.
"Apa?" Tanya Kiara karena merasa senyuman Cheryl mencurigakan.
"Oh ayolah, masa kau nggak sadar kalau dia selalu melirik ke arahmu padahal sedang bicara denganku?" Balas Cheryl dengan bersemangat.
"Masa? Aku nggak perhatikan." Sangkal Kiara dan mulai berjalan meninggalkan Cheryl.
"Kiara…ini bisa jadi kesempatanmu untuk mendapatkan pacar." Cheryl melanjutkan, "Apa salahnya? Dia juga sangat tampan."
"Aku tidak dengar apa-apa." Kiara memercepat langkah kakinya, berusaha mengambil jarak dari Cheryl.
"Jangan lari." Cheryl mengejarnya, "Dengarkan aku." Perintahnya, namun Kiara pura-pura bernyanyi dan tidak mendengarkan kata-kata yang Cheryl ucapkan.
Mereka bercanda dan tertawa di sepanjang jalan sementara Blue ikut mengejar mereka sambil menggonggong riang.
"Kau benar-benar menyuruhku mengangkut dan menata semua barang bawaanmu, ha?" Calvin mencubit pipi Cheryl dengan kesal.
"Itu gunanya kau ikut ke sini, kan?" Cheryl menjawab sambil menunjukkan gigi putihnya yang rapi.
Calvin menghempaskan tubuhnya ke atas sofa dan membuka sekaleng soda yang baru ia ambil dari dalam kulkas. Sepertinya pengurus rumah liburannya sudah mengisi kulkasnya dengan berbagai persediaan camilan dan minuman dingin sebelum mereka tiba.
"Di mana Kiara?" Calvin bertanya sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan mencari sosok gadis berambut hitam itu.
"Di kamar," Jawab Cheryl sambil memencet tombol remote televisi, "Ada telepon dari orang studionya."
Calvin tidak kembali bertanya dan hanya meneguk minumannya dalam diam.
"Kau tidak kembali ke London?" Cheryl balik bertanya tanpa sekalipun mengalihkan pandangannya dari layar televisi.
Calvin berpikir sejenak sebelum menjawab, "Aku akan kembali besok pagi. Jadi aku akan menginap hari ini."
Kini Cheryl menoleh ke arahnya, "Tidak biasanya."
"Apanya?"
"Biasanya kau selalu terburu-buru kembali ke kantor kalau sedang pergi denganku atau ibu." Cheryl menjelaskan maksudnya, lalu melirik ke arah tangga lantai dua, "Apa karena ada Kiara di sini?"
"Apa maksudmu? Masih ada yang perlu kubahas dengan Marcella soal perbaikan rumahnya. Tapi dia masih ada di Dittisham dan baru akan kembali malam nanti." Dalih Calvin sebelum kembali menenggak isi kaleng minumannya.
Cheryl menatapnya curiga selama beberapa detik lebih lama sebelum mengangkat bahu dan kembali menonton tv. Calvin tanpa sadar menghembuskan napas lega.
"Oh, kami bertemu tetangga di seberang jalan tadi." Cheryl tiba-tiba memberitahu Calvin, "Orangnya sangat tampan, dan sepertinya sedang liburan seorang diri. Kupikir mungkin kami akan menghabiskan liburan bersama."
Calvin mengerutkan dahi menatap adiknya, "Kenapa susah sekali menyuruhmu untuk berhati-hati." Keluh Calvin sambil memijat pelipisnya, "Bagaimana bisa kau langsung berpikiran untuk mengundang pria asing ikut menghabiskan liburan dengan kalian. Apalagi kalian hanya berdua di sini."
"Ada Blue, jadi bertiga." Cheryl membalas santai.
"Cheryl…" Calvin berusaha menahan emosinya.
"Oh, tenanglah. Ada Marcella yang datang kemari setiap hari untuk menyiapkan makanan. Rumahnya juga ada di dekat sini. Lagipula Edward sepertinya bukan orang jahat."
"Edward?" Calvin hampir kehabisan kata-kata, "Bagaimana kau tahu kalau dia bukan orang jahat?"
"Blue suka padanya," Kata Cheryl sambil menunjuk Blue, yang ditunjuk langsung menegakkan badannya dan menjulurkan lidah dengan senang, "Lihat, kan? Orang yang disukai Blue pasti bukan orang jahat."
Calvin benar-benar kehabisan kata-kata sekarang, adiknya itu memang sangat mudah berteman dengan siapa saja, dan pekerjaannya sebagai travel blogger membuatnya bertemu dengan berbagai macam orang dan membuat teman di berbagai macam tempat. Menurut Calvin itu nilai tambah tersendiri yang ia kagumi dari adiknya, kelebihan yang tidak dimiliki Calvin. Tapi terkadang Cheryl terlalu santai dan ceroboh yang membuat Calvin tidak bisa tidak mengkhawatirkan adiknya itu. Apalagi sekarang ada Kiara juga di sana, jika terjadi sesuatu pada gadis itu juga…Calvin tidak melanjutkan pikirannya dan hanya menghela napas menyerah.
"Dan lagi…kelihatannya tetangga kita itu sudah jatuh cinta pada pandangan pertama pada Kiara. Dia cukup tampan loh. Oh aku sudah menyebutkan soal itu tadi." Cheryl bicara sambil melirik sekilas ke arahnya. "Siapa tahu akan ada kabar gembira sepulang kami dari liburan nanti."
Calvin terdiam dan menatap ke arah Cheryl dengan tatapan kosong. Otaknya berusaha mencerna kata-kata yang baru saja diucapkan adiknya itu. Detik berikutnya Calvin merasa kalau dia sama sekali tidak akan menyukai pria bernama Edward itu. Membayangkan pria yang bahkan tidak ia ketahui wajahnya itu berusaha mendekati Kiara entah kenapa lebih tidak menyenangkan daripada kekhawatirannya kalau ada pria asing yang akan menghabiskan liburan bersama dengan adiknya dan Kiara.
Calvin berdeham dan memutuskan untuk menghabiskan minumannya sebelum bangkit dari sofa. Ia baru saja berbalik saat mendapati Kiara turun dari lantai dua.
"Kenapa? Kalian bertengkar?" Kiara bertanya padanya dan membuat Calvin bingung.
"Apa maksudmu?"
"Kenapa ekspresimu seperti orang marah begitu?" Tukas Kiara sambil menunjuk ke wajah Calvin.
Ia buru-buru memalingkan wajahnya dan bergegas menuju dapur.
"Bukan apa-apa. Ak…aku akan mulai menyiapkan makan malam." Katanya sementara Kiara melihat ke arahnya dengan wajah penuh tanya.