Amarah gunung bukanlah amarah murka
dari setiap batu dan pasir yang dilontarkannya
ada pesan di sana
kalian berbuatlah dengan baik-baik saja
atau aku akan datang dengan murka
Ratri Geni harus memperlambat larinya saat mendekati puncak gunung. Batu-batu panas sebesar kepala orang berjatuhan secara acak setelah dilontarkan oleh kawah gunung yang menggelegak. Gunung Merbabu sedang marah dan siap meludahkan gulungan api. Ratri Geni sedikit kecut hatinya. Tapi gadis yang tak mengenal takut ini terus berlompatan memghindari hujan batu api sampai akhirnya tiba di puncak. Melihat bayangan hitam Sima Braja juga berusaha memanjat puncak gunung, Ratri Geni mengerahkan tenaga berteriak.
"Turun Halilintar! Tunggu aku di bawah! Cari tempat aman!" Bayangan hitam itu berhenti sejenak seolah ragu tapi kemudian membalikkan badan dan berlari turun dengan cepat. Ratri Geni bernafas lega. Akan lebih mudah baginya jika sendirian. Keadaan terlalu berbahaya bagi Sima Braja jika berada di puncak yang membara ini.
Buru-buru Ratri Geni meraih kitab di saku dalam bajunya. Sebuah keanehan terjadi. Begitu kitab itu berada dalam genggaman tangannya, mendadak suara gemuruh, lava menggelegak, dan lontaran batu-batu panas berhenti seketika!
Ratri Geni menggeleng-gelengkan kepala dengan takjub. Sambil duduk bersila di pinggir kawah, gadis ini membuka Kitab Langit Bumi. Dia tahu bagaimana membaca huruf-huruf kuno karena diajarkan oleh Ibunya semenjak kecil untuk membaca berbagai buku. Mudah-mudahan kitab ini berisi huruf-huruf yang dikenalnya.
Huruf Pallawa! Ratri Geni tersenyum lega. Tanpa menghiraukan rasa lelah karena berburu dengan waktu, gadis ini mulai membaca Kitab Langit Bumi selembar demi selembar. Kitab itu ternyata tipis. Sampulnya saja yang sangat tebal. Sebentar saja Ratri Geni sudah menyelesaikan bacaannya. Kitab itu hanya berisi empat bab yang berjudul; Bhutala (Tanah), Agni (Api), Maruta (Angin), Ranu (Air). Ratri Geni mengerutkan kening karena isi dari bab-bab itu semua mengenai filosofi kebaikan masing-masing unsur penting itu.
Bhutala; Dari tanah kau diciptakan, kepada tanah kau dikembalikan, untuk tanah kau mengolah hasil pertanian.
Agni; Dari api kau membakar kehangatan tungku, kepada api kau terbakar menjadi abu, untuk api kau menabur segenap masa lalu
Maruta; Dari angin kau menanam benih, kepada angin kau memadamkan yang mendidih, untuk angin kau meredakan rasa letih
Ranu; Dari air kau mengaliri sungai, kepada air kau menanami badai, untuk air kau berjalan menuju usai
Dari setiap bab-bab pendek tersebut, terdapat sebuah gambar orang bersamadi berdasarkan unsur-unsur penting tersebut. Di bab pertama, gambar orang bersamadi di atas tanah. Bab kedua, gambar orang bersamadi di atas api. Bab ketiga gambar orang bersamadi di atas air. Bab keempat gambar orang bersamadi melayang di udara.
Luar biasa! Ratri Geni dengan tekun menghafal petunjuk di bawah masing-masing gambar tersebut. Petunjuk bagaimana melakukan cara bersamadi yang aneh itu. Pesan dari Ki Ageng Merapi setelah dia selesai membaca semua isi kitab, dia harus membuang kitab ini ke tengah kawah Merbabu. Di halaman terakhir, Ratri Geni menemukan 4 helai daun kering berukuran kecil dengan jenis yang berbeda-beda. Hanya sebuah kalimat pendek di halaman terakhir.
Telanlah setiap helai daun sesuai dengan unsur samadi.
Ratri Geni merasa cukup. Otaknya sudah menyerap semua hal yang ada dalam kitab tipis bernama Langit Bumi itu. Gadis ini berdiri dan menghormat dengan takzim ke atas. Ke Sanghyang Widhi Wisesa. Tangannya terayun dan kitab itu meluncur deras ke dasar kawah yang tak lagi menggelegak namun tetap merah membara.
Tidak terjadi apa-apa. Padahal Ratri Geni menunggu mungkin ada hal aneh lagi yang akan terjadi. Gadis ini mencari tempat terbaik untuk bersamadi. Puncak gunung ini penuh dengan pasir dan batu. Apakah ini termasuk tanah? Ratri Geni geli dengan pikirannya sendiri. Untuk kesempurnaan samadi, gadis ini berkelebat ke bawah. Menuju leher Merbabu. Di tempat itu sudah pasti adalah tanah karena hutan lebat tumbuh di sana.
Ratri Geni menemukan sebuah gua kecil di antara pepohonan rapat. Dia duduk bersila dan mulai melakukan Samadi Bhutala sesuai petunjuk kitab. Samadi ini tidak jauh berbeda cara bersamadi biasa, namun ada satu hal utama yang membedakan. Ratri Geni meraih daun pertama yang beruas satu. Ini adalah urutannya menurut Kitab Langit Bumi.
Daun itu kecil sehingga dengan mudah Ratri Geni menelannya sekaligus. Setelahnya gadis itu duduk bersila sesuai petunjuk dan memulai Samadi Bhutala. Sesuai petunjuk, samadi harus dilakukan hingga fajar terbit.
Malam berlalu tanpa sedikitpun kecemasan. Merbabu yang semula bersiap memuntahkan kemarahan hebat, telah luruh dan berdiam diri. Fajar merekah dengan indah. Menyajikan pemandangan luar biasa yang membuat siapapun enggan mengalihkan pandangan mata.
Ratri Geni membuka mata. Hal yang dirasakannya pertama kali adalah rasa lapar dan haus yang luar biasa. Tenggorokannya kering dan perutnya yang kosong meraung-raung meminta diisi. Gadis ini mengedarkan pandangan ke sekeliling. Sungguh kebetulan yang menyenangkan. Di sekitar gua itu banyak sekali terdapat pohon buah-buahan. Ratri Geni memilih dengan teliti buah mana yang bisa buat sarapan. Setelah menetapkan pilihan, tubuhnya melayang ke atas.
Hampir saja Ratri Geni menjerit ketakutan. Tubuhnya melayang dengan kecepatan yang sama sekali tak diduganya. Tubuhnya meluncur deras dan nyaris menabrak tajuk pohon yang rimbun kalau dia tidak segera meraih dahan tertinggi untuk menahan kecepatannya yang luar biasa.
Ratri Geni baru menyadari bahwa Samadi Bhutala yang dilakukannya semalam membuat ilmu meringankan tubuhnya meningkat tajam. Dia harus berhati-hati agar bisa mengendalikan kekuatan ini. Dipetiknya beberapa buah jambu hutan yang besar-besar lalu tubuhnya melayang turun dengan sangat ringan tanpa menimbulkan suara di mulut gua.
Selain membuat kenyang, buah jambu hutan ini juga cukup menghilangkan rasa hausnya karena mengandung air yang sangat banyak. Setelah dirasa cukup, Ratri Geni mencari dan menemukan sebuah mata air kecil di lembah yang tidak terlalu dalam. Setelah membersihkan diri, gadis ini melesat ke atas menuju puncak gunung untuk memeriksa kepundan. Selain itu gadis ini sedang mencoba sejauh mana kemajuan ilmu meringankan tubuh setelah melakukan Samadi Bhutala.
Kembali Ratri Geni terheran-heran. Dia seolah terbang hingga sebentar saja sudah sampai di puncak gunung. Gadis ini melongok ke kawah dan mengitari pinggirannya. Sebenarnya dia tidak benar-benar tahu apa yang harus dilakukan seorang penjaga gunung. Gadis ini hanya mengira-ngira saja.
Kawah itu sekarang sangat tenang. Permukaan lavanya tidak lagi bergolak sama sekali. Bau belerang yang sebelumnya sangat menyengat. Sekarang sudah hilang sama sekali. Ratri Geni mengangkat tangannya ke atas. Berterima kasih kepada Yang Menguasai Kehidupan Langit dan Bumi.
Ratri Geni memutuskan akan menyelesaikan semua tahapan samadi sebelum berencana turun gunung ke Gua Danu Cayapata untuk menemui Ibunya. Setengah Pertunangan ini harus dibatalkan atau dia tidak akan bisa tidur nyenyak.
---*****