Rahim kegelapan tidak hanya dihadirkan malam
namun juga dari sepotong hati yang retak
dari rongga dada yang terbelah
oleh kejamnya cinta
dan kerumitan rasa
Ayu Kinasih mengguguk menangis di pinggiran hutan terakhir sebelum tiba di wilayah Blambangan. Dia sengaja bersembunyi berhari-hari di gua yang ditemukannya di sebuah lembah tersembunyi. Oleh karena itulah Ario Langit yang mencoba mencari tidak berhasil menemukannya. Ayu Kinasih mendengar teriakan Ario Langit memanggil namanya. Berkali-kali dan tanpa henti. Tapi Ayu Kinasih menguatkan hatinya untuk tidak menyahut. Dia masih sakit hati dengan sikap pemuda yang dianggapnya kurang tegas dan tidak bertanggung jawab.
Gadis yang sedang patah hati ini menghentikan tangisnya. Terdengar suara langkah kaki dari belakang. Ayu Kinasih menoleh dan melihat seorang nenek berbaju kumal, berambut riap-riapan, berhidung bengkok dan berkaki pincang mendatanginya di pinggiran hutan sepi ini. Ayu Kinasih mencoba tak mempedulikan si nenek yang lebih terlihat sebagai orang gila yang tersesat.
Nenek itu mengendus-endus udara dengan mata liar. Mengelilingi Ayu Kinasih dan terus mendekat sampai kemudian mengendus tubuh Ayu Kinasih mulai dari rambut, leher hingga perut. Mata nenek ini terbelalak liar saat membaui sesuatu di perut Ayu Kinasih. Melompat mundur dengan gerakan luar biasa.
Ayu Kinasih terperanjat. Dia mengambil sikap tak peduli ketika nenek gila ini tadi mendekati dan mengendus-endusnya. Tapi begitu melihat betapa hebatnya gerakan si nenek saat melompat mundur ketakutan, Ayu Kinasih baru menyadari sedang berhadapan seorang gila yang berkepandaian tinggi. Gadis ini bangkit mendekati si nenek yang kini mundur-mundur ketakutan. Gerakan matanya semakin liar. Mulutnya mengeluarkan gumaman tak jelas berulang-ulang. Seperti sebuah desis. Namun Ayu Kinasih bisa mendengar apa yang digumamkan nenek gila itu.
Pangeran kegelapan…Pangeran kegelapan…Pangeran kegelapan
Ayu Kinasih makin mendekat. Makin juga si nenek mundur-mundur menjauh dengan raut muka ngeri dan bibir yang terus mendesiskan kalimat yang sama. Pangeran kegelapan.
Dengan mata nyalang Ayu Kinasih memegang bahu nenek gila itu dan menatapnya dengan tajam.
"Siapa yang kau maksud pangeran kegelapan, Nek?" Ayu Kinasih mengguncang-guncang bahu nenek itu dengan keras. Si nenek gila semakin ketakutan. Tangannya menunjuk-nunjuk Ayu Kinasih sambil terus mendesis-desis tak karuan.
Ayu Kinasih yang paham apa yang ditunjuk si nenek juga makin histeris. Matanya yang tadinya hanya nyalang, kini terbelalak lebar dan berwarna sangat merah. Seperti bara yang menyala. Tiba-tiba saja Ayu Kinasih tertawa cekikikan. Gadis itu tertawa dengan wajah raut muka menyeramkan karena tidak nampak sedikitpun raut tertawa di wajah yang memerah marah itu.
Si nenek makin ketakutan. Kengerian terlihat jelas di wajahnya yang keriput. Tangannya terayun ke depan.
Plaakkk!!
Ayu Kinasih menghentikan ketawanya karena pipinya terasa panas setelah ditampar nenek gila itu. Putri Bimala Calya ini menggeram marah. Balik menampar pipi si nenek yang sekarang wajahnya berubah seratus delapan puluh derajat menjadi begitu menakutkan.
Plaakkk!!
Si nenek tua yang sepertinya tidak waras itu memegangi pipinya. Lalu tertawa cekikikan panjang sambil menari-nari.
"Kau cocok! Kau cocok! Kau cocok!" kalimat itu diucapkan berulang-ulang. Memancing kemarahan Ayu Kinasih yang sekarang mengayun kaki dan tangannya. Nenek gila ini harus dihajar. Dia mentertawakan kesedihanku.
Dengan gerakan ringan dan aneh nenek itu berhasil mengelak dari semua pukulan dan tendangan Ayu Kinasih. Gadis itu semakin mendidih amarahnya. Gerakannya berubah. Ayu Kinasih memainkan jurus-jurus Pena Menggores Awan. Angin pukulan menderu-deru mengiringi jurus pukulan yang indah namun mematikan itu.
Nenek itu berseru kaget. Tubuhnya yang bungkuk dan pincang berlompatan dengan kecepatan luar biasa menghindar.
"Ah! Ah! Jurus Pena Menggores Awanmu masih mentah! Ki Biantara tidak mengajarimu dengan benar!" Nenek ini dengan seenaknya mengayunkan tangannya. Selarik cahaya keperakan menyambar Ayu Kinasih yang berseru kaget sambil lompat menghindar. Sekali lagi nenek itu mendorong tangannya ke depan. Dua larik cahaya keperakan mengarah tubuh Ayu Kinasih yang tidak sempat lagi menghindar. Gadis yang sedang patah hati ini mengambil keputusan pendek. Mengadu nyawa! Tangannya menyambut pukulan si nenek.
Blaarrr!!
Tubuh Ayu Kinasih terpental jauh dan jatuh bergulingan. Sudut mulutnya mengalirkan darah segar. Gadis ini bangkit sambil tertawa cekikikan dan menyerang membabi buta si nenek gila yang ternyata sangat sakti.
Nenek itu tidak lagi melepaskan pukulan hebat berupa cahaya keperakan. Kali ini tubuhnya yang nampak ringkih memainkan jurus-jurus pukulan yang sangat mengerikan. Nenek itu seolah berubah menjadi raksasa yang menyeramkan di mata Ayu Kinasih. Disusul kemudian dengan suasana di sekitar mereka mendadak gelap gulita. Ayu Kinasih tidak bisa melihat apa-apa. Dia hanya menyaksikan tubuh si nenek menjadi sangat besar dengan rambut gimbal riap-riapan. Mulutnya menganga lebar. Memperlihatkan semua giginya yang merupakan gigi taring. Runcing dan siap menerkam. Ayu Kinasih bergidik dan langsung teringat Genderuwo.
Tubuh gadis itu langsung menggigil ketakutan. Ketakutan yang belum pernah dialaminya seumur hidup. Ketakutan yang menggerogoti jiwanya hingga menjadi sangat lemah. Ayu Kinasih merasakan lututnya lemas. Sekujur badannya gemetar hebat. Keberanian dan kekuatannya berada di titik nol. Gadis ini sangat tidak berdaya.
Suasana gelap gulita berangsur-angsur menghilang. Nenek itu kembali berwujud seperti nenek-nenek bungkuk dan pincang yang terlihat sangat ringkih. Ayu Kinasih menggelosoh tak berdaya. Bersandar pada batang pohon terdekat agar tubuhnya tidak terjatuh. Gadis itu memandang si nenek yang berdiri di depannya dengan tatapan gentar dan takjub. Sebuah pikiran mendorongnya untuk berlutut dan memohon agar dirinya diterima sebagai murid nenek mengerikan ini. Tapi mulutnya juga terkunci tak mampu mengeluarkan suara selirih apapun.
Si nenek tua tertawa cekikikan sambil mengelus rambut Ayu Kinasih.
"Apakah kau mau belajar Badai Srengenge dan Lingsir Wengi untuk membalas dendam kepada musuh-musuhmu?" Anehnya suara si nenek terdengar begitu lembut.
Ayu Kinasih menjatuhkan tubuhnya karena sudah tidak kuat lagi bersandar. Tenaganya habis sama sekali. Dalam kondisi tergeletak Ayu Kinasih mengangguk lemah.
"Hihihi! Baiklah muridku! Kau beruntung bisa diangkat murid oleh Matamaha Mada Anawirya. Kau boleh memanggilku Guru Maha."
Ayu Kinasih menggerakkan bibirnya pelan. Sangat pelan.
"Namaku Ayu Kinasih, Guru Maha. Aku bersumpah akan membuat musuh-musuhku menderita sampai mereka memohon untuk mati saja."
Matamaha Mada Anawirya berarti Nenek Sakti Gila. Memang sesuai dengan perilaku dan perawakan si nenek sakti yang memiliki ilmu mengerikan itu.
"Aku akan memulihkan tenagamu muridku. Kau akan ikut denganku ke Alas Purwo. Tempat yang selama ini menyimpan orang gila sepertiku…Hihihi! Aku akan menjadikanmu seorang Cantik Gila yang tak tertandingi di dunia persilatan. Kau harus memegang janjimu untuk mengacaukan dunia ini. Sampai kelak lahir Pangeran Kegelapan yang sekarang sedang tumbuh di dalam rahimmu!"
Nenek itu kembali tertawa terkekeh seperti layaknya orang gila. Sedangkan Ayu Kinasih telah menggelap matanya. Batinnya sangat terpukul setelah mendengar apa yang baru saja disampaikan Guru Maha. Rahimku akan melahirkan Pangeran Kegelapan!
---******