Chereads / Trilogi Langgam Amerta Agni-Kumara Akasa & Apsari Bhumi / Chapter 9 - Bab 9-Kenangan Ario Langit

Chapter 9 - Bab 9-Kenangan Ario Langit

Kenangan tumbuh subur di musim gugur

mengering saat kemarau

bersemi kembali di musim semi

lalu meraksasa di kala penghujan

Ario Langit terpana. Selain kagum terhadap kelincahan dan ketangguhan gadis muda yang mampu bertahan dengan baik meski diserang habis-habisan, juga ternyata gadis itu cantik sekali. Tidak kalah cantik dengan Ratri Geni. Ario Langit tersenyum geli sendiri. Selama ini dia hidup berdua saja dengan ibunya sehingga tidak pernah melihat perempuan selain ibunya. Ibunya juga seorang wanita yang cantik sekali. Paling cantik di dunia bahkan menurut Ario Langit.

Kekaguman Ario Langit berubah menjadi kekhawatiran. Gadis itu sekarang terdesak hebat. Jurus-jurusnya yang tangguh dan indah tidak mampu menahan keganasan pukulan pemuda tampan yang sepertinya selalu diliputi amarah itu. Asap hitam yang keluar dari kedua tangannya semakin menebal dan memuakkan. Rupanya asap itu sangat beracun sehingga berpengaruh terhadap gadis cantik lawannya yang sekarang mulai terhuyung-huyung dalam keadaan mabuk.

Ario Langit menerjang ke depan. Mengerahkan pukulan Aguru Bayanaka untuk menangkis pukulan mengerikan pemuda yang sesungguhnya tidak berniat membunuh gadis itu. Hanya saja terlihat demikian karena keganasan pukulannya.

Dukk! Dukk! Bresss!

Ario Langit merasakan tangannya bergetar dan nyilu. Asap hitam juga sempat terhirup oleh hidungnya. Pemuda ini merasa kepalanya langsung pusing tidak karuan. Di lain pihak, pemuda lawannya terjajar ke belakang akibat benturan tenaga tadi. Matanya yang beringas membelalak marah. Hampir saja dia berhasil memberi pesan dengan sedikit melukai putri pengkhianat ini kalau pemuda sialan ini tidak ikut campur. Tanpa bertanya apa-apa pemuda ini mengibaskan kedua lengannya. Selarik sinar keperakan dengan hawa sangat panas membakar mengarah Ario Langit.

Ario Langit terperanjat. Ini pukulan yang sama dengan Ratri Geni! Namun dia tidak sempat berpikir apa-apa selain menyorongkan kedua tangan menangkis sambil mengerahkan seluruh tenaganya. Pukulan lawan terlalu berbahaya untuk dielakkan.

Dukk! Dukk! Brakkk!

Untuk kedua kalinya adu pukulan terjadi. Ario Langit terpental ke belakang dan jatuh bergulingan. Setitik darah segar menetes dari sudut mulutnya. Dia terluka. Namun lawannya tidak lebih baik. Tubuhnya terjengkang ke belakang dan jatuh menimpa belukar yang banyak terdapat di pinggir jalan besar. Pemuda itu terbatuk-batuk lalu meludahkan darah segar dari mulutnya. Matanya yang beringas menatap Ario Langit dengan puncak kemarahan luar biasa. Pemuda ini bangkit dan bersiap melanjutkan pertarungan.

"Hentikan! Untuk apa kau bertaruh nyawa demi dendam yang membabi buta Raden Soca!" Gadis yang masih nanar karena pengaruh racun itu terhuyung-huyung menghampiri Ario Langit dan mengulurkan tangan membantu Ario Langit berdiri. Keduanya saling pandang. Ario Langit berkata lirih.

"Apamukah dia?"

Gadis itu menyahut sambil membuang pandangan matanya. Tidak kuat menatap ketajaman pemuda murung di hadapannya.

"Namaku Ayu Kinasih. Dia bukan siapa-siapaku. Hanya seorang pemuda pendendam yang sangat benci terhadap ibuku."

Ario Langit melompat ke depan sambil menyambar tubuh Ayu Kinasih. Terlambat sedetik saja tubuh gadis itu akan terpanggang Pukulan Bayangan Matahari yang mengakibatkan batu di belakang mereka hancur lebur tak berbentuk lagi. Lagi-lagi sebuah kesalahpahaman. Raden Soca hanya ingin memberi sedikit tanda mata berupa sedikit luka.

Ario Langit berpaling dengan wajah marah. Wajah pemurung yang marah itu terlihat menakutkan.

"Kau manusia berhati kejam Raden Soca!" Ario Langit menerjang ke depan. DIlihatnya Raden Soca kembali hendak melancarkan pukulan mautnya. Padahal sebetulnya Raden Soca hanya bersiaga karena melihat Ario Langit memiliki kepandaian yang luar biasa.

Kedua pemuda gagah itu bertempur dengan sengit. Debu-debu beterbangan. Ranting dan dahan berpatahan. Terkena sambaran pukulan dua orang yang nampak berimbang itu. Beberapa pedagang yang hendak lewat berhenti di tempat yang cukup jauh dari dua sisi.

Ayu Kinasih minggir dan duduk bersila. Kepalanya masih pening sekali. Bau amis itu membuat nafasnya sesak bukan main. Raden Soca yang merupakan keturunan langsung Panglima Kelelawar dari Kerajaan Lawa Agung itu sungguh berbahaya. Sambil bersamadi mencoba mengusir hawa beracun di dalam tubuhnya, Ayu Kinasih mendengar bisikan dan seruan dari orang-orang yang menonton pertarungan Raden Soca melawan Ario Langit.

"Bukan main! Kedua pemuda sakti memang hebat sekali!"

"Itu kan Pendekar Langit! Siapakah lawannya yang ganas itu?!"

"Iya benar! Pemuda yang satu itu pasti Pendekar Langit. Aku pernah diselamatkannya dari para garong sebulan lalu!"

Wah! Rupanya aku diselamatkan pendekar muda yang terkenal itu. Ayu Kinasih membatin dengan hati berdebar.

Pertempuran makin seru. Raden Soca mengerahkan semua kemampuannya. Termasuk Ajian Kala Hitam yang membungkus lengannya dengan asap hitam beracun yang makin pekat. Beberapa kali pula pemuda ganas itu melepaskan Pukulan Bayangan Matahari ke arah tubuh Ario Langit.

Putra angkat Arawinda itu tentu saja tak mau kalah. Dia mengerahkan pukulan-pukulan Aguru Bayanaka yang dimainkan berbarengan dengan Tarian Astadewi. Tubuhnya meliuk-liuk dengan gerakan indah menghindari pukulan lawan sekaligus membalas dengan pukulan tak kalah dahsyat.

Pertempuran itu benar-benar seimbang dan jika diteruskan sampai mereka berdua kehabisan tenaga maka besar kemungkinan keduanya akan tewas atau terluka parah. Ayu Kinasih tahu mengenai hal itu. Tapi dia tidak tahu caranya bagaimana penghentikan pertarungan. Dia menyadari ilmu dan tenaganya masih kalah dengan Ario Langit maupun Raden Soca. Tidak mungkin dia bisa melerai.

Sebuah bayangan berkelebat memasuki pertempuran sambil mengayunkan kedua tangannya menyambut pukulan Ario Langit maupun Raden Soca. Terdengar ledakan hebat yang membuat ketiganya terpental ke belakang.

Ario Langit terengah-engah dan langsung duduk bersila memejamkan mata di dekat Ayu Kinasih. Dia sangat kelelahan. Raden Soca juga melakukan hal yang sama. Duduk bersila memulihkan tenaganya yang terkuras habis. Orang yang memisahkan mereka berdua berdiri dengan tenang di antara mereka.

Ario Langit membuka mata. Dia ingin tahu siapa orang hebat yang telah memisahkan pertempuran dahsyat tadi. Matanya terbeliak lebar. Orang yang dicari-carinya berdiri dengan tenang di sana. Orang yang tadi memisahkan mereka berdua adalah si Gadis Penebar Maut! Ario Langit melompat berdiri.

Terdengar dengusan pendek saat Dewi Lastri melesat seperti kilat meninggalkan tempat itu seketika begitu melihat Ario Langit hendak menyerbu ke arahnya. Raden Soca juga sudah berdiri dan melemparkan ancaman kepada Ayu Kinasih sambil menggerakkan tubuhnya berlari pergi.

"Jangan kau kira kau sudah aman putri pengkhianat! Aku akan mencari ibumu dan semua keturunan Dewi Mulia Ratri! Kalian akan aku bunuh seperti kalian telah membunuh ayahandaku!"

Ario Langit tidak melakukan pengejaran terhadap Gadis Penebar Maut. Dia menyadari tenaganya nyaris habis. Bertempur dengan orang setangguh itu dalam keadaan seperti ini sama saja dengan mati konyol.

Ayu Kinasih tidak mempedulikan ancaman Raden Soca. Gadis itu memegang lengan Ario Langit dan mengajaknya pergi dari gelanggang pertempuran yang porak poranda itu diiringi pandangan mata kagum orang-orang yang setia menonton dari tadi.

Keduanya berjalan masuk ke hutan dan memutuskan tidak melewati jalan. Lebih baik pergi ke tempat sepi lalu lanjut memulihkan diri daripada lewat jalan yang kemungkinan akan menimbulkan bahaya lebih lanjut.

*********