Chapter 13 - Bab 13-Bidadari Bumi

Di ujung bianglala yang terjatuh tanpa sengaja

turunlah seribu lamunan dan asa

mencari jalan terbaik

kemana harus menyinggahkan perkara-perkara pelik

Lelaki brewokan itu menghantam keras meja di depannya.

"Cepat! Sediakan kami arak yang paling kuat!" matanya mencari-cari dengan liar tukang warung yang buru-buru menghampiri sambil menyodorkan kendi besar berisi arak. Lelaki itu menenggak langsung arak dari kendi. Wajahnya berubah. Dari mulutnya menyembur makian.

"Ini arak atau kencing kuda?! Warung sialan!" Lelaki brewokan itu melotot kepada pemilik warung yang ketakutan bukan main.

"Maaf…maaf. Adanya cuma itu kisanak pendekar."

Kembali suara keras terdengar. Meja itu langsung patah terkena hantaman lelaki brewokan yang sangat beringas itu.

"Aku tidak mau tahu! Carikan arak bagus buat Walung Wesi! Sekarang!" Lelaki berangasan dan kejam itu membentak marah kepada tukang warung yang langsung terbirit-birit keluar dan mencari apa yang diminta.

Sekar Wangi mengerutkan keningnya dalam-dalam. Lelaki brewokan itu sudah keterlaluan. Jaka Umbara tahu gadis di hadapannya ini sedang marah dan siap mendamprat. Pemuda ini memang kesulitan bergerak karena sakit di punggungnya, tapi tangannya bebas. Disentuhnya halus lengan Sekar Wangi yang hendak bangkit berdiri.

"Jangan! Jangan cari perkara dengan orang kasar itu. Kasihan pemilik warung."

Lekuk di dahi Sekar Wangi makin dalam. Gadis ini melotot ke arah Jaka Umbara.

"Jadi kita akan membiarkan saja dia berbuat semena-mena?!" Jaka Umbara menggeleng lemah. Matanya mengarah ke sudut warung.

"Gadis di sudut itu yang akan turun tangan memberi pelajaran. Percayalah." Sekar Wangi menoleh cepat ke arah yang diisyaratkan Jaka Umbara. Dilihatnya seorang gadis cantik tersenyum penuh ejekan ke lelaki brewokan yang masih marah-marah. Mata Sekar Wangi yang tajam sempat melihat tangan gadis itu menyentilkan sesuatu. Terdengar raungan marah sekaligus kesakitan lelaki brewokan yang mengaku berjuluk Walung Wesi itu. Dia meraba pipi kanan dan kirinya yang tiba-tiba terasa pedas bukan main. Seperti disengat tawon ndas yang sangat berbisa.

Raungan marah itu terdengar lebih keras. Walung Wesi memegangi kedua daun telinganya yang mendadak berdarah tanpa sebab. Daun telinga itu berlubang dan berdarah seperti orang yang baru ditindik. Lelaki beringas itu tak bisa mengendalikan amarahnya. Berteriak-teriak tak karuan sambil mengangkat kursi panjang dari kayu untuk dibanting atau dilemparkan.

Pegangannya langsung terlepas dan lelaki itu mengaduh-aduh sambil memegangi telapak tangannya yang sekarang juga berlubang dan berdarah. Lelaki berangasan itu hanya merasakan sebuah benda kecil menyambar dan melubangi kedua telapak tangan yang sedang mengangkat kursi kayu. Kontan saja kursi kayu itu jatuh menimpa ibu jari kakinya sendiri.

Jaka Umbara menahan senyum. Gadis cantik di sudut itu sedang mempermainkan Walung Wesi. Kacang kedelai sangrai di hadapannya nyaris habis disambitkan beberapa kali mengenai pipi dan melubangi daun telinga serta tangan Walung Wesi. Tinggal tersisa belasan butir saja di piring.

Pemilik warung sudah kembali dengan tergopoh-gopoh. Di tangannya tergenggam kendi arak baru. Langkahnya terhenti karena melihat Walung Wesi sedang berjingkrak-jingkrak kesakitan sambil berteriak-teriak kepada anak buahnya yang sedari tadi hanya bengong karena tidak paham apa yang terjadi dengan pemimpin mereka.

"Cari siapa yang berbuat usil kepada Walung Wesi! Cari! Cari!"

Keadaan menjadi sangat lucu. Sekar Wangi bahkan tak bisa menahan ketawanya. Gadis ini cekikikan sambil menutup mulutnya. Dia tahu gadis di pojokan itu memang sedang berbuat jahil.

Walung Wesi mendelik marah kepada Sekar Wangi. Menyangka bahwa gadis yang sedang cekikikan itulah yang mengerjainya. Lelaki tinggi besar berperut tambun dan sangat berangasan itu menghampiri Sekar Wangi dan Jaka Umbara dengan lagak mengancam. Jaka Umbara bersiaga. Meski sedang sangat lemah, dia tidak akan membiarkan lelaki beringas itu melukai Sekar Wangi yang masih saja ketawa setelah melihat Walung Wesi menghampiri dengan sikap aneh. Mengancam tapi tetap mengaduh-aduh sembari memegangi daun telinganya yang masih perih dan mengeluarkan darah.

Walung Wesi diikuti anak buahnya berdiri di hadapan Sekar Wangi dan Jaka Umbara. Siap-siap berkelahi. Seolah tidak sadar bahwa yang sedang dihadapi adalah seorang gadis muda dan pemuda setengah lumpuh.

Sebelum Sekar Wangi yang telah berhenti tertawa mengeluarkan dampratan pedas, tiba-tiba saja orang-orang kasar berjumlah 5 orang itu berjingkrakan sambil mengaduh kesakitan. Masing-masing memegangi bagian tubuh yang terkena sambit kedelai sangrai Ratri Geni yang juga tak sanggup menahan ketawa melihat mereka seperti orang-orang yang sedang menari dengan gerakan aneh.

Ratri Geni yang sedari tadi sudah muak dengan tingkah laku gerombolan Walung Wesi tak mau lagi bermain-main. Tubuhnya berkelebat seperti bayangan menghajar gerombolan itu dan membagi-bagikan pukulan dan tendangan yang langsung saja membuat mereka bergeletakan tak berdaya. Tidak ada yang terluka serius karena Ratri Geni hanya mau memberi sedikit pelajaran.

Namun dasar orang-orang kasar yang tidak paham luasnya dunia persilatan, Walung Wesi malah mengambil sepotong tongkat kayu berat yang tadi disandarkannya di pintu saat masuk warung. Suara kesiur angin mengerikan menghantam bagian tubuh mematikan Ratri Geni. Gadis itu mengrenyit marah. Orang tidak tahu dikasihani!

Kembali tubuh gadis itu bergerak dan terdengar bunyi krek krek saat kedua lengan Walung Wesi patah terkena pukulan ringan Ratri Geni. Walung Wesi menggerung-gerung kesakitan keluar dari warung dengan kedua tangan sengkleh. Mereka ketemu batunya. Berjumpa dengan orang lihai yang menghajar mereka habis-habisan. Padahal baru saja tadi dia hendak melabrak orang yang mengaku sebagai Pendekar Langit dan telah menghajar anak buahnya hingga babak belur.

Sebelum sampai pintu, Walung Wesi berteriak marah kepada Ratri Geni.

"Siapa namamu gadis tengik?! Aku akan melaporkan kejadian ini kepada Sang Ketua. Dia akan membuatmu bertekuk lutut mohon-mohon ampun!"

Ratri Geni mengedikkan kepalanya. Benar-benar orang kasar yang tidak mengenal luasnya dunia.

"Laporkan kepada ketuamu! Cari Bidadari Bumi yang akan memberinya pelajaran keras karena memiliki anak buah yang tak punya unggah-ungguh seperti kalian!" Walung Wesi bersama keempat anak buahnya yang semua dalam kondisi babak belur berantakan segera pergi dengan langkah terburu-buru dan sempoyongan.

"Bidadari Bumi?" Jaka Umbara mengerahkan ingatannya pada julukan tokoh-tokoh penting dunia persilatan yang ada seperti yang dijelaskan secara panjang lebar oleh gurunya Kyai Mustofa. Tidak pernah sedikitpun dia mendengar Bidadari Bumi disebut gurunya. Apakah ini tokoh yang baru muncul? Sudah jelas gadis ini punya kemampuan yang sangat tinggi. Walung Wesi tadi hanya bahan bercandaan dan main-main belaka bagi gadis lihai itu.

Ratri Geni memanggil tukang warung yang masih ketakutan. Gadis itu memberi beberapa keping perak.

"Tidak usah takut paman! Mereka tidak akan mendatangi warung ini lagi, mereka akan mencariku, Bidadari Bumi. Ini untuk mengganti kerusakan warungmu." Ratri Geni pergi dan melirik Sekar Wangi dan Jaka Umbara sambil lalu.

"Punggung temanmu itu retak. Bawalah ke Wedya Hananta di ibukota Pajang. Tabib sakti itu akan bisa menyembuhkan temanmu dalam beberapa hari."

-***