Saat tiba di dalam mesjid, Rino langsung maju ke tempat disamping mimbar.
Rino "Ustadz, mohon maaf sebelumnya tapi boleh tidak saya mengumandangkan adzan?" Tanya Rino dengan sopan kepada Ustadz yang kebetulan akan menjadi imam untuk sholat Maghrib ini.
Ustadz "Masya Allah... Silahkan nak, Akan lebih banyak pahala bagi kita bila berani mengajak orang-orang untuk sholat lewat adzan, dan lain kali tidak perlu minta izin karena Abah bukan pemilik mesjid ini, kita semua adalah pemiliknya" Jawabnya ramah dengan senyuman teduhnya, Selama ia menjadi ustadz di mesjid Al-Kautsar ini sangat langka mendapati remaja-remaja di kota Palu yang berani mengumandangkan adzan di masjid ini.
Rino mulai bersiap-siap, pada di jam 05.44 ia langsung mengumandangkan adzan. Asep terkejut, padahal tadi ia yang berniat mengumandangkan adzan tapi ia bersyukur masih ada yang lebih peduli mengajak orang-orang untuk sholat.
Untung saja Rino memakai celana dan kaos lengan panjang jadi ia tidak terlalu khawatir akan auratnya.
Beberapa orang yang berada di mesjid kagum akan suara merdu itu, Mereka jadi bertanya-tanya soal siapa remaja yang sedang mengumandangkan adzan ini? Mereka baru pertama kali melihatnya.
Bahkan remaja-remaja yang di dalam juga ikut kagum, Namun mereka kagumnya kala melihat kulit putih porselen milik Rino.
Tarfi "Wiih... Liat guys kulitnya putih amat!" Puji Tarfi yang merupakan anak dari ustadz tadi yang di temui Rino alias Abah.
Bara "Bener, Kayaknya anak baru soalnya baru liat" sahutnya Bara.
Raven "Nanti habis sholat kita ajak kenalan yuk" Usulnya.
Gulbi "Kulit cowok kok putih kayak gitu, gak manly banget" Ledeknya.
"Ekhem!!"
Ke empat remaja itu menoleh ke asalnya suara yang ternyata dari Asep. Mereka cengengesan kala Asep menggelengkan kepalanya melihat aksi penggibahan yang dilakukan mereka.
Asep "Kalian ini, namanya doang yang wudhu tapi kelakuan kayak gak wudhu" Sindirnya.
Raven "Yeee... Siapa juga yang ghibah mas, orang kita cuma penasaran sama cowok yang lagi ngumandangin adzan itu" Tunjuknya ke Rino.
Tarfi "Iya mas, mas kenal gak?" Tambahnya.
Asep "Mas gak terlalu kenal sih, dia temannya den Lintang, anak majikannya mas. Mas juga baru liat tapi kalau gak salah namanya Rino, itu yang mas tau" Jelasnya lalu bergabung duduk bersama 4 remaja yang lebih muda darinya itu.
Gulbi "Ooh temennya Lintang toh..." Sahutnya.
Bara "Tapi gak mungkin anak se sholeh dia temenan sama Lintang" Lalu mereka tertawa mengingat sebab Lintang merupakan anak nakal di kompleks elit ini atau mungkin di luar juga ia nakal, Entah tidak ada yang tahu soal itu.
Selesai mengumandangkan adzan,
Rino meletakkan mic di tempatnya semula, setelah itu ia membaca doa.
Rino "Abah, saya mau ke barisan jamaah dulu" Pamitnya usai membaca doa sambil tersenyum kepada Abah.
Abah "Gak sekalian saja kamu jadi imam?" Tawar Abah.
Rino menggelengkan kepalanya "Abah saja, Abah kan sudah berpengalaman kalau saya belum tau apa-apa Bah" Jawabnya merendahkan diri. Sang Abah tersenyum lalu mengangguk dan Rino pun pergi ke barisan jamaah menghampiri Asep sebab ia belum kenal dengan orang-orang disini.
Karena Asep memilih shaf depan jadi dengan mudahnya Rino menemukan keberadaannya. Segera ia mengambil posisi dengan berdiri di samping kiri Asep, dan saat itulah ia melihat 4 remaja di sebelah kanan asep yang tanpa sadar tersenyum kepadanya, Rino jadi salah tingkah. Tapi karena sudah waktunya sholat Rino segera menetralkan hati dan kegugupannya menjadi ekspresi serius.
Setelah menyelesaikan sholat maghrib Rino masih berdiam diri di mesjid untuk berdoa. Rino berusaha menahan genangan air yang hendak keluar dari matanya, Ia sangat rindu kepada almarhum ayahnya. Selama ini ia selalu terlihat ceria di depan orang-orang maupun keluarganya tapi percayalah bahwa ia masih sangat merindukan sosok ayah.
Sudah 5 tahun lebih ayahnya terbenam di tanah dan selama itulah Rino diam-diam selalu menangisi ayahnya jika sedang sholat sendiri karena tidak mungkin ia akan bersedih di depan bunda dan adik-adiknya. Apalagi saat melaksanakan sholat maghrib, bertambahlah kerinduan dan kesedihannya sebab ayahnya juga meninggal tepat saat sujud sholat maghrib. Meninggalkan Rino, Randa, dan bunda mereka yang pada saat itu tengah mengandung Dani.
Asep, Gulbi, Bara, Tarfi dan Raven juga masih di mesjid. Diam-diam memperhatikan Rino dari teras mesjid, mereka tahu bahwa saat ini Rino tengah menahan air matanya. Setelah Rino selesai berdoa, Lima pria itu mendekatinya.
Asep "Den Rino, ini cowok-cowok mau kenalan sama kamu"
Rino "Ooh, Pantas tadi senyum-senyum" Celetuknya membuat empat remaja itu salah tingkah karena ketahuan Rino.
Asep "Dasar! Giliran yang ganteng senyum-senyum" Sindirnya.
Tarfi "Apaan sih! Halo Rin nama gue Muhammad Tarfi, panggil aja Tarfi atau Afi" Katanya mengulurkan tangannya.
Rino "Ah? Kamu tau namaku dari mana?" Bingungnya namun tetap membalas jabatan tangan Tarfi.
Gulbi "Mas Asep yang kasih tau, maaf" Cicitnya.
Asep "Maaf ya den habisnya mereka penasaran, kamu sih udah ganteng, putih, suaranya bagus lagi" Pujinya membuat Rino terkekeh kecil.
Rino "Mas Asep bisa aja" Malunya.
Raven "Gue Ravendra Ariyanto, panggil aja Raven, terserah Lo deh"
Bara "Akbar Maulana, biasa di panggil Bara atau Akbar"
Dan mereka berjabat tangan secara bergantian dengan Rino dan sedikit berbincang tentang keseharian mereka. Rino melirik jam di sela-sela obrolannya dan tersadar bila jam sudah menunjukkan pukul 06.57 dan itu artinya sebentar lagi akan jam 7.
Rino "Aku duluan ya, insya Allah ketemu lagi di sini" Pamitnya dan diangguki 5 pria itu.
Namun saat berbalik ia di suguhkan dengan kehadiran Lintang yang sedang berdiri dan menatapnya intens. Rino juga balas menatap balik hingga keduanya malah berakhir dengan saling tatap dan berhenti saat Bara dengan sengaja berdehem.
Lintang "Ngapain Lo lama-lama di sini?" Tanya Lintang menaikkan kedua alisnya.
Rino "Aku? Aku kan habis sholat, ya istirahat dulu baru habis itu aku akan pulang, dan kamu sedang apa disini? Bukannya tadi ku ajak sholat tidak mau?" Tanya balik Rino dengan sedikit tatapan mengintimidasi. Aneh saja menurutnya bila Lintang datang ke tempat ini bukannya tadi ia menolak untuk di ajak kemari?
Lintang "Gue mau nganter Lo pulang" Jawabnya bersedekap dada. Belum sempat Rino menjawab sebuah suara menghentikannya.
Raven "Wih? Beneran nih? Sejak kapan Lo perhatian kayak gitu?" Sahutnya dari belakang. Sedari tadi empat remaja itu masih belum beranjak dari tempat duduknya, terlalu asik melihat perbicangan Rino dan Lintang.
Lintang "Bacot! Heh Lo buruan! Gue gak mau ntar mama ngomel lagi kalo Lo gak gue anter Lo pulang" Omelnya. Saat mengetahui cowok gantengnya pulang tanpa di antar, Jasmine mengomeli anak bungsunya habis-habisan hingga Lintang merasa mungkin telinganya sedang berdengung saking sakitnya.
Rino "Kan kamu bisa bohong kalau aku di antar mas Asep" Jelasnya. Lintang menaikkan sebelah alisnya saat mendengar kata 'Mas Asep' keluar dari mulut Rino, Lalu ia pun melirik ke beberapa remaja di belakang Rino atau lebih tepatnya ke Asep yang kini tengah menunduk.
Lintang "Mas? Gak salah denger gue?" Selidiknya.
Rino "Iya, Memang Mas kan? Memangnya kenapa? Mas Asep kan lebih tua dariku" Jawabnya sedikit bingung dengan pertanyaan Lintang.
Lintang "Mang, Lo pulang duluan, bilang sama mama kalo gue yang nganter dia pulang" Ucapnya tanpa menjawab pertanyaan Rino dan diangguki kepala oleh Asep , ia pamit kepada Rino dan 4 remaja lainnya setelah itu bergegas pulang.
Setelah kepergian Asep, Lintang langsung menarik tangan Rino.
Rino "Pelan-pelan kenapa! Aku mau pamit sama mereka" Katanya lantas menunjuk 4 remaja yang dianggapnya teman barunya.
Lintang "Gak perlu, Gak penting!" Balasnya lalu lanjut menyeret tubuh Rino menuju ke parkiran.