Rino "I-itu... Itu..." Gugupnya.
Arwin "Itu apa?!" Tuntutnya tidak sabaran. Sebentar lagi bel masuk akan berbunyi.
Rino "Itu... AKU GAK ADA HUBUNGAN APA-APA SAMA LI-UMMPPH!" Ucapan Rino tertahan lagi, Tenang saja sebab kali ini Arwin hanya menggunakan tanganya.
Arwin "Lo itu ya! Bisa nggak jawabnya jangan teriak-teriak!?" Kesalnya kemudian melepaskan tangannya dari mulut Rino.
Rino "Iya-iya maaf, Tapi jujur aku memang tidak ada apa-apa dengan Lintang" Jujurnya. Namun rupanya Arwin belum puas dengan jawaban itu, Masih ada lagi yang membuatnya penasaran.
Arwin "Oke, Kalo Lo emang gak ada apa-apa dengan Lintang terus kenapa Lo ngikutin dia sampe ke rumah? Terus kenapa wajahnya sampai babak belur begitu?" Seketika Rino merasa nafasnya tercekat, Apa ia harus jujur?
Rino "Itu karena aku memiliki perjanjian dengan Lintang bahwa aku akan menjadi babunya, Dan penyebabnya wajahnya seperti itu karena aku yang memukulnya. Tapi! Aku melakukannya karena ia merobek tasku!" Jelasnya panjang lebar. Tiba-tiba sebuah tinju melayang ke sisi kiri kepala Rino, Nyaris mengenai kepalanya.
Rino membelalakkan matanya kala terkejut dengan serangan mendadak dari Arwin, Tubuhnya sedikit melemah.
Arwin "Brengsek! Sekalipun Lo jadi babu dan di gaji pun gak bakal bisa buat bayar biaya perawatannya adek gue!" Marahnya. Rino hanya bisa menunduk tidak berani menatap langsung ke wajah Arwin, Pria di hadapannya ini sedang menatap tajam dan marah kepadanya.
Rino "Maaf kak, Aku emosi tapi Lintang dan aku sudah sepakat dengan perjanjian ini kak, sekali lagi maaf" Ucapnya masih dengan tertunduk.
Arwin mendengus kasar, Kemudian meninggalkan Rino sendirian di kamar mandi. Tubuh Rino langsung ambruk ke toilet yang tertutup, Mana tidak lemas dia kalau hampir saja ia di hajar oleh pacarnya sendiri!
KRING.....!!
Murid-murid segera masuk kala mendengar bel berbunyi, tak terkecuali dengan Rino. Ia segera merapikan seragam batiknya yang sedikit acak-acakan akibat cengraman Arwin di pundaknya tadi. Setelah itu ia berlari keluar dari WC bahkan sesekali menabrak siswa tau siswi yang lewat.
Burhan "Woi! Jalan pake mata dong!" Teriaknya tapi Rino sudah menghilang dari pandangannya akibat lorong kelas yang berbelok.
Burhan "Sial!" Lanjutnya mengumpat, Lalu berjongkok memungut kembali buku-buku pelajaran Biologi yang berserakan di lantai. Kemudian melanjutkan perjalanannya ke kelasnya, Kelas 12-B IPS.
Sementara Itu Rino selamat tidak di hukum karena Bu Siti mata pelajaran Fisika belum datang. Semua murid yang masuk menatap benci dan bingung ke Rino. Jelas-jelas Rino datang lebih awal lantas kenapa ia baru tiba kelas saat setelah bel masuk? Dan lagi kenapa tasnya menjadi baru? Bingung mereka.
Rino dengan cueknya berjalan ke bangkunya, tepat setelah mendudukkan dirinya di kursi Bu Siti telah tiba di pintu. Ikhsan selaku ketua kelas segera berdiri dari bangkunya di ikuti murid yang lainnya.
Ikhsan "Selamat Pagi Bu!" Sapa sang ketua kelas lalu diikuti murid-murid lainnya dengan semangat
Bu Siti tersenyum tipis.
Siti "Selamat Pagi anak-anak, Sekarang mari kita mulai pelajaran pagi ini dengan soal dari ibu" Ucapnya sumringah ke murid-muridnya, Tapi justru raut wajah lesu dan cemberut yang didapatinya sedetik kemudian.
Siti Nur Rahmawati terkikik geli. Ia dulu pernah merasakan bagaimana menjadi murid tentu tahu mengapa murid-muridnya terlihat lesu dan cemberut seperti ini.
Siti "Jangan pasang wajah begitu, kalian ini kan siswa pintar, masa di kasih soal malah lesu semua" Ledeknya.
Ana "Mana gak lesu kalau di kasih soal Bu!" Keluh Ana dari bangku depan yang berhadapan dengan meja guru.
Yani "Iya Bu! Belajar aja ya, Lagian bosan tiap hari dikasih soal terus" Ucap Yani tak kalah mengeluhnya dengan Ana.
Sebenarnya kelas 11-A IPA muridnya di dominasi oleh siswa laki-laki 19 orang dan siswi perempuan sebanyak 4 orang saja. Saat pembagian kelas, kelas ini sangat mengejutkan karena hampir 80% muridnya terdiri dari siswa laki-laki, Sebagai balasannya kelas 11-C lah yang di isi oleh hampir seluruh siswi perempuan.
Wanita 24 tahun itu tetap bersikeras untuk memberikan soal dan jadilah sekarang sebagian murid-murid di kelas yang diajarnya sedang mengerjakan soal dengan hati dongkol.
5 menit berlalu, Mereka masih mengerjakan soal Fisika, membahas tentang pelajaran hari senin yang lalu.
Sebenarnya Rino sudah selesai sekitar 3 menit yang lalu, Sangat mudah baginya untuk mengerjakan tugas ini.
Hanya saja ia menunggu sedikit lebih lama agar murid di kelasnya tidak bertambah kesal kepadanya. Tapi sepertinya ia harus menerima kebencian itu lagi tak kala Bu Siti melihatnya sedang duduk santai.
Siti langsung mengambil buku tugas Rino dan memeriksanya, beberapa detik kemudian ia tersenyum, Memang anak paling cerdas di kelas ini tidak bisa diragukan lagi kemampuannya. Tanpa banyak bicara ia langsung membawa buku tugas itu dan meletakkannya di mejanya, tidak menghiraukan Rino yang kini mendapat banyak tatapan tajam dari teman sekelasnya.
Setelah itu Siti lanjut mengawasi pekerjaan muridnya, takut-takut kalau ada yang menyontek. Walau kelas pintar sekalipun tidak menutup kemungkinan besar para siswa maupun siswinya untuk menyontek.
Tidak butuh 10 menit semua buku tugas telah terkumpul di meja Siti, Ia tersenyum senang dan mulai memeriksanya satu persatu. Dari kursi belakang Rino menatap tumpukan buku di meja gurunya dengan sedikit khawatir, ia memohon kepada Allah agar bukunya diperiksa terakhir. Bukannya apa, Rino hanya tidak mau di tatap tajam seperti tadi lagi jika jawabannya benar semua. Ya, Rino sangat yakin jawabannya benar.
Setelah memeriksa buku tugas muridnya, Siti memanggil satu-satu persatu siswa untuk mengambil bukunnya sekaligus membacakan nilainya.
Siti "Lusman Dafirgo, nilainya 90, nyaris sempurna tapi sayang salah di soal nomor 10, Ambil buku kamu" Ucapnya. Yang di panggil segera maju dengan berbagai pujian dari teman sekelasnya.
Siti "Anata Widiana Sulaiman, Nilai kamu 85-" Ucapnya terpotong.
Ana "Loh Bu! Kenapa bisa?" Protes Ana langsung berdiri dengan wajah tidak terima.
Rendi "Terima aja napa, syukuri apa yang ada~" Sahutnya dengan bernyanyi dari kursi belakang, di samping Yanuar karena mereka sebangkuan.
Lintang "Lebay" Ledeknya ke Ana.
Murid-murid termasuk Bu Siti tertawa lepas. Ana benar-benar malu, Dengan menghentakan kaki ia berjalan ke meja gurunya lalu mengambil bukunnya.
Siti menggelengkan kepalanya melihat tingkah muridnya.
Siti "Lain kali coba periksa dulu jawaban kamu sebelum mengumpulkannya ke ibu" Ucapnya menambah rasa malu Ana, sebab tadi ia buru-buru mengumpulkan tugasnya.
Siti "Pradipta Lintang Wiranto, Nilai kamu Sempurna! Bagus! tapi di kurangi bandelnya" Katanya sambil tersenyum kecil ke Lintang yang bahkan ketika lewat di meja Ana ia masih sempat-sempatnya meledek gadis itu, bertambahlah kekesalan Ana.
Rino sedikit terkejut mendengar nilai sempurna Lintang. Namun ia teringat jika siswa-siswi yang masuk di kelasnya ini adalah murid dengan nilai terbaik.
"Mungkin saja kecerdasannya menurun dari Om Yudi dan Tante Jasmine" Batin Rino menebak.
Kemudian Siti lanjut membacakan satu persatu nilai muridnya, Kini hanya nama Rino yang belum di panggil olehnya. Satu kelas merasa was-was, padahal mungkin saja nilai Rino tidak sempurna. Namun...
Siti "Sebenarnya ibu pengen bacakan nilai Rino waktu ibu ngambil bukunnya tadi, tapi sebagai guru yang bijaksana jadi ibu milih bacanya sama-sama dengan nilai kalian" Ujarnya.
Arham "Jadi berapa Bu?" Tanyanya penasaran. Rino menatap Arham dan teman-teman sekelasnya dengan bingung, pasalnya sekarang ini nilai darinya seakan di tunggu-tunggu.
Siti tersenyum bangga sebelum menjawab pertanyaan murid-muridnya.
Siti "Yang pastinya sempurna dong! Jadi kali ini hanya Lintang dengan Rino saja yang dapat nilai sempurna, Kalian dibanyakin lagi belajarnya, jangan besar kepala biarpun nilai kalian tinggi, Sekarang buka buku LKS-nya halaman 126" Nasehatnya. Sebagian murid mengerti namun sebagian lagi tetap merasa tidak puas, Jangan lupakan tatapan benci masih belum berhenti mengalir ke Rino.
Rino membuang nafasnya ke udara, Sepertinya sampai lulus dari sekolah ini pun tatapan benci dan merendahkan akan tetap diterimanya.