"Minggir, gendut!" Lexa mendorong punggung Olive yang sedang berjalan sendirian di taman menuju foodcourt.
Olive hampir terjatuh sampai pundaknya menabrak salah satu pohon di sana. Ia menoleh pada keenam bidadari cantik di belakangnya, terutama pada Patty yang, seperti biasa, berjalan di paling depan di sebelah Lexa. Patty memandang muka Olive dengan pandangan menghina.
"Sendirian saja?" ejek Debby sambil tertawa.
"Hush jangan gitu! Ada induknya nih di sini." kata Sharon sambil menepuk pundak Patty kemudian tertawa.
"Ew no!" kata Patty sambil tertawa memandang teman-teman barunya.
"Kalau gitu gua boleh adopsi Olive? Biar gua yang jadi induknya."
Semua melihat ke arah sumber suara. Nick sedang membantu Olive untuk berdiri tegak, tidak memedulikan QS sama sekali. Setelah Olive berdiri tegak, Nick berdiri di depan Olive menghadap QS dengan senyuman khasnya. "Boleh kan?" katanya kemudian melihat Patty dengan tatapan kesal.
"Nicky, come on! Sadar! Buat apa lu bantu orang kaya Olive? Lu belum tahu kebusukkan dia, kan? Apa yang dia lakukan ke Patty." kata Lexa sambil bertolak pinggang dan memiringkan kepalanya menatap Nick dengan tatapan kasihan.
"Gua percaya, apa pun yang dia lakukan nggak sekejam yang kalian lakukan. Secara gua sudah kenal dia bertahun-tahun. Iya kan, Pat?" kata Nick menatap Patty dalam-dalam.
"Kayanya selama ini gua nggak pernah benar-benar kenal dia. Gua hanya kasihan sama dia dan dia manfaatin gua. Iya kan, Live?" kata Patty sambil melipat kedua tangannya di depan dada.
Nick tertegun sebentar kemudian menoleh melihat Olive. Ia ingin melihat reaksi Olive untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Olive menunduk menatap tanah, tidak dapat berkata apa pun.
Lexa terlihat sangat muak dengan pemandangan di depannya. Ia memutar bola matanya dan menyadari sesuatu, banyak sekali siswa-siswi yang berkerumun melihat mereka dengan penasaran tetapi tidak berani mendekat. Suatu pikiran terbesit dalam benak Lexa, membuatnya tersenyum kemudian berbalik badan menjauhi foodcourt. "Girls kalian duluan saja ke foodcourt. Gua mau lakukan sesuatu dulu." katanya kemudian menoleh kepada Patty dan berkata. "Pat ikut gua."
Patty mengikuti Lexa berjalan menuju gedung sekolah dan menaiki tangga ke lantai 4, tempat laboratorium-laboratorium, perpustakaan, dan ruang siaran berada. Lexa berjalan dengan sangat cepat sampai membuat Patty kesulitan mengejarnya.
Lexa mendorong pintu coklat yang besar dan berat dengan kedua tangannya membuat siswa yang duduk di sana terlonjak berdiri. Siswi yang saat itu menjadi penyiar radio GIS, yang sedang duduk dalam ruangan siaran yang dibatasi dengan kaca, menatap Lexa dan Patty dengan kaget.
"Wah guys kita kedatangan tamu spesial!" serunya kemudian melambaikan tangan pada Lexa dan Patty menyuruh mereka masuk.
Lexa dengan cepat masuk ke ruangan itu dan mengambil headset yang ada di sebelah penyiar dan duduk menghadap mic yang kosong. "Hey guys!" seru Lexa ceria.
Patty tersenyum dengan canggung pada siswa yang menjadi manajer siaran radio GIS masih terkaget-kaget itu. "Boleh duduk?" tanya Patty dengan canggung sambil menunjuk kursi yang kosong sedari tadi.
Siswa itu mengangguk sebelum kemudian ikut duduk di sebelah Patty.
"Gua Lexa. You know Lexa who (kalian tahu Lexa siapa)!" seru Lexa ceria.
"Mau apa kalian?" tanya siswa itu bingung menatap Patty, membuat Patty tidak enak.
"Sorry tapi gua nggak tahu." Kata Patty sambil menatap siswa itu dengan penuh rasa bersalah.
"Qualified Squad~!" seru Lexa memancing seluruh anggota QS untuk menyanyikan jingle mereka.
"The most qualified girls in the universe~! (para perempuan paling terkualifikasi sejagat raya)" seru anggota QS yang ada di foodcourt.
Patty juga menyanyikan jingle itu sambil menunduk malu. Siswa itu menatap Patty dengan tatapan bingung dan jijik karena jingle tadi.
"First of all, Debby sayang tolong pesan menu biasa untuk gua dan Patty, ya!" kata Lexa sambil tertawa senang. Hah? Menu biasa apa? Memangnya Patty punya "menu biasa"?
"Ok, tanpa bertele-tele lagi. Kalian pasti tahu apa yang terjadi tadi di taman menuju foodcourt. In case kalian penasaran, ada satu orang yang mencari masalah dengan salah satu anggota QS. Gua nggak mungkin spill apa permasalahannya, tapi siapa pun yang berteman dengan Olive, sekali lagi gua bilang, siapa pun yang berteman dengan Olivia Teguh, siswi tingkat sophomore, akan menjadi musuh QS dan Bandha Bandhu. Kalian tahu betul apa artinya itu, kan? Hidup kalian nggak akan tenang di GIS."
Patty kaget sampai hampir tersedak ludah sendiri rasanya. Walaupun apa yang Olive lakukan bukanlah hal yang baik, tapi sepertinya apa yang Lexa lakukan ini sangat kejam.
Semua anggota QS bersorak begitu juga dengan anggota Bandha Bandhu. Tidak termasuk Nick yang duduk di meja kantin dengan Olive yang tiba-tiba menjadi sorotan siswa-siswi di lantai 1 foodcourt. Bahkan tidak sedikit siswa siswi yang mulai melempar bill makanan atau menertawakan Olive.
"Tenang saja, Live." Kata Nick sambil tersenyum. "Gua bakal berusaha beresin masalah ini, just like old times (seperti dulu)."
Olive yang ternyata sudah menangis, mengangkat kepalanya menatap Nick. "Thank you."
***
Setelah insiden siaran tadi, suasana kantin menjadi semakin ricuh sehingga Nick tidak dapat berkata apa pun pada Olive. Di kelas pun siswa-siswi terus mengejek Olive, terlebih saat QS sudah memasuki kelas. Berkali-kali Nick menegur semua yang mengganggu Olive. Awalnya usaha Nick berhasil sampai akhirnya Lexa tiba-tiba berdiri sesaat setelah kelas selesai dan berkata. "Guys, like I said before. Siapa pun yang berteman dengan Olive, menjadi musuh QS dan Bandha Bandhu, tidak terkecuali Nicholas Aipassa." sambil menatap Nick tajam.
Kelas menjadi ricuh dan hampir semua siswa dan siswi mengejek Olive, tidak lagi memperdulikan hardikan Nick. Keadaan menjadi semakin keruh karena di kelas-kelas berikutnya, Patty, Lexa, Nick, dan Olive berada dalam satu kelas sehingga kejadian yang serupa terus berulang.
Saat istirahat siang, keadaan menjadi semakin parah. Nick yang sedang menuntun Olive menuju taman di sudut belakang GIS tiba-tiba dihadang oleh beberapa siswa sebelum sempat melewati foodcourt. Salah satu dari mereka menyiram Olive dengan kuah bakso panas dari belakang. Nick yang melihat hal itu dengan sigap menepis tangan siswa tersebut dan menarik Olive. Akibatnya, seragam Nick pun ikut terkena siraman kuah bakso.
Siswa-siswi di sana bersorak ricuh. Nick langsung menarik Olive, menerobos kerumunan dan pergi dari sana menuju gedung parkir. Semua siswa-siswi yang ada di sana semakin ricuh meneriaki mereka sedangkan Patty menyaksikan semuanya dari balkon foodcourt lantai 2 dengan tatapan dingin.
Ia berdiri menggenggam besi penjaga di ujung balkon. Kesal sekali melihat Nick yang bertindak seakan sebagai pahlawan Olive. Apa-apaan itu? Sejak dulu… Nick kan selalu membela Patty. Tapi sekarang?
***
Nick mengendarai motor Dukatih XDiavel hitam melewati portal perumahan di daerah Pasteur Bandung. Berkendara di sini benar-benar membawa begitu banyak kenangan dalam benak Nick. Meskipun sudah bertahun-tahun tidak ke sini, Nick masih ingat betul letak rumah Olive.
Nick terus berkendara sampai di rumah yang berada di ujung jalan. Rumah dengan gerbang kayu coklat tua dan benteng dari batu-batu kali berwarna abu-abu. Nick membuka kaca helm fullfacenya untuk melihat gerbang itu dengan lebih jelas. Kangen sekali rasanya.
Nick mematikan mesin motornya, menegakkan badannya dan mengeluarkan ponselnya. Ia mengetik pesan untuk Olive, memberitahu bahwa dirinya sudah sampai di depan rumah Olive. Selesai mengirim pesan itu, Nick menghembuskan napas. Ia lelah.
Setelah insiden penyiraman tadi siang, Nick menawarkan Olive untuk pulang dengannya naik motor, tetapi Olive menolak. Ia memilih untuk pulang sendiri. Entah bagaimana Nick tahu Olive ingin memiliki waktu untuk menangis sendirian. Karena itu, Nick meminta Olive untuk bertemu setelah maghrib di rumah Olive. Nick sangat khawatir bila membiarkan Olive benar-benar sendirian dalam kondisi yang Olive hadapi sekarang. Bagaimana kalau Olive sampai kenapa-napa dan...
Nick mengusap lehernya. Untuk apa juga dia mengingat-ingat apa yang terjadi tadi siang? Membuatnya makin lelah saja.
Nick melepaskan helmnya dan mengacak rambutnya sedikit supaya tidak terlalu lepek. Ia melayangkan pandangannya ke rumah yang ada di sebelah rumah Olive, rumah yang ia lewati tadi. Rumah yang berada di belakang pagar pendek berwarna abu. Rumah 1 lantai model Belanda berwarna putih gading dengan atap berwarna merah bata yang sudah mulai lusuh dan taman yang cukup luas ditanami dengan pohon mangga dan bougenville dan aneka bunga di pot di serambinya. Agak berbeda dengan rumah Patty yang Nick ingat.
Nick tertawa. Tentu saja! Ia sudah pergi berapa tahun? Masa rumah Patty masih begitu-begitu saja? Tapi... siapa anak perempuan yang duduk di ayunan rotan putih di serambi rumah itu?
Gadis itu sedang menatap Nick dengan seksama sampai Nick merasa kikuk. Berusaha berlaku sopan, Nick tersenyum sambil mengangguk kemudian cepat-cepat berpura-pura bermain dengan ponselnya lagi.
Gerbang rumah Olive berdecit membuat Nick terlonjak kaget.
"Hey!" seru Olive. Ia keluar dari gerbang dan kembali menutup gerbang tersebut kemudian berbalik menatap Nick dengan muka yang ceria.
Nick tersenyum lega melihat Olive kembali menjadi ceria. "Lu nggak apa-apa, Live?"
Olive tertegun sebentar. Nick mengkhawatirkan dirinya? Pikiran itu membuat senyum Olive bertambah lebar. Ia menggeleng sambil menjawab "Nggak apa-apa. Ayo! Kita mau kemana?" tanyanya bersemangat kemudian berusaha naik ke boncengan Nick.
"Eh sebentar! Lu nggak dingin apa?" tanya Nick sambil memiringkan badannya, berusaha menghadap Olive yang sudah hampir menginjak step motor Nick.
Olive, yang hanya memakai kaus hitam tangan pendek dan jeans hitam yang luntur dan sepatu sandal, menggelengkan kepalanya. "Gini-gini gua kuat juga loh!"
Nick mengangkat bahunya kemudian memiringkan motornya sedikit supaya Olive dapat naik dengan lebih mudah. Nick kemudian menoleh dan menatap Olive "Live, gua nggak bawa helm lagi nih. Nggak apa-apa, ya, lu nggak pakai helm?"
Olive menggangguk sambil tersenyum. Nick tersenyum menanggapi itu, membuat hati Olive terasa dingin. Nick yang memakai jaket kulit hitam dengan jeans biru tua dan kaus tangan hitam terlihat sangat tampan dan gagah. Duh, bagaimana ini?