"Jadi sorenya Satrya langsung datang ke rumah lu?" seru Debby semangat.
Patty mengangguk kemudian memasukkan 1 buah klepon ke mulutnya. Ya ampun, ini kedua kalinya Patty ikut gathering QS dan kedua kalinya Patty makan klepon di rumah Lexa tapi benar-benar deh klepon di sini selalu berhasil membuat Patty terhanyut.
"Terus…" kata Patty setelah tersadar dari hanyutan klepon di lidahnya. Patty menelan klepon di mulutnya kemudian melanjutkan ceritanya pada seluruh anggota QS yang berkumpul di gazebo di halaman rumah Lexa. "Dia beliin gua… INI!" Patty memperlihatkan foto di ponselnya. Foto boneka beruang yang sangat besar berwarna coklat muda sedang memeluk buket bunga mawar merah besar.
"Oh my God!" seru Lexa yang duduk di sebelah Patty. "Gua nggak pernah lihat Bang Satrya se-royal ini ke siapa pun."
"He must love you so much (Dia pasti sayang banget sama lu), Pat." ujar Listy sambil tersenyum manis.
"Iya, ya?" tanya Patty dengan perasaan tersipu. Semua di meja itu sibuk berkomentar tentang bagaimana Satrya sangat menyukai Patty. Di hati Patty, ia merasa sangat senang dan juga bangga. Seorang pangeran suka padanya! Bukan hanya suka, tapi tergila-gila!
Patty tidak begitu mengetahui apa yang terjadi setelahnya. Ia hanya menanggapi semua yang terjadi dengan senyuman dan tanggapan singkat. Pikirannya masih terbang membayangkan betapa beruntungnya dirinya. Apalagi setelah Satrya memberitahu bahwa ia akan menjemput Patty hari itu dari rumah Lexa. Patty ingin tertawa rasanya karena rumah Lexa dan rumah Patty yang baru kan hanya berjarak beberapa blok saja.
Semua anggota QS bersorak meledek Patty saat mereka keluar rumah Lexa dan melihat mobil Satrya di sana. Satrya, dengan senyum lebarnya, turun dari mobil dan melambai-lambai pada mereka sampai Patty malu rasanya.
"Elah, cuman jarak tiga blok juga sampai dijemput segala. Nggak akan diculik kok!" canda Lexa saat Patty sudah berada di sebelah Satrya.
"Kapan ya gua juga dijemput sama pacar sehabis gathering?" canda Sharon sambil cemberut.
"Tuh pacar lu datang!" goda Debby sambil tertawa menunjuk mobil Kijang Tua milik Sharon yang datang menjemput Sharon.
Supir Sharon yang masih berusia sekitar 20 tahunan membuka kaca jendelanya dan dengan bercanda melambaikan tangan pada teman-teman Sharon. Ya, memang begitulah. Supir Sharon, Ugun, memang terkenal di kalangan QS karena tampan dan memiliki badan yang kekar meskipun tidak tinggi. Rambutnya yang digunting dengan model seperti tentara dan alisnya dengan sedikit guratan membuatnya terlihat gagah. Ya, meskipun Sharon sangat kaya tapi kedua orang tuanya sangat memegang teguh prinsip ekonomi sehingga tidak heran bila mobilnya hanya kijang tua dan ponselnya hanya ipone tua.
"Ugun sayang~!" seru Debby berlari menghampiri mobil Sharon. Semua anggota QS tertawa terbahak-bahak melihatnya, termasuk Patty yang kini berada dalam rangkulan Satrya.
"Jalan, yuk!" kata Satrya.
Patty mengangguk dan berseru pada teman-temannya. "Duluan ya, guys!". Patty kemudian berjalan ke pintu mobil yang sudah dibukakan oleh Satrya. Semua orang berseru menggoda Patty sampai Patty ingin kabur rasanya. Tapi setengah dari dirinya juga bangga dengan semua itu.
Di depan rumah Patty, seperti biasa Satrya membukakan pintu Patty. Patty tersenyum manis pada Satrya seraya berkata "Thank you!"
"Oh ya, Pat. Dua minggu lagi kan ujian akhir, kayanya aku nggak bisa sering-sering antar-jemput kamu. Kita harus belajar, 'kan?" Satrya menatap Patty dengan mata yang sedih.
Ah iya juga. "Oh iya ya…" kata Patty murung sambil menatap tanah. Yah dia tidak dapat bermain-main dan dijemput Satrya lagi, dong.
Satrya tertawa kemudian menepuk pundak Patty. "Tenang saja. Kan setelah itu kita libur."
Patty mengangkat kepalanya dengan bersemangat tetapi kemudian ia sadar sesuatu. Keluarga Satrya terkenal selalu berjalan-jalan ke luar negeri setiap libur. Sama saja dong. "Ah, abang kan jalan-jalan!"
"Tenang saja, libur kali ini aku minta nggak ikut ke Norway sama bokap nyokap, kok." kata Satrya sambil mengacak rambut Patty dengan gemas.
Patty tersenyum. Hatinya senang sekali kalau Satrya sampai rela tidak ikut ke Norwegia demi Patty. Memikirkan akan menghabiskan libur dengan Satrya saja sudah membuat Patty sangat bersemangat.
Patty tetap bersemangat meskipun tidak lagi pergi bersama Satrya, setidaknya mereka masih bertemu di foodcourt dan Satrya, seperti biasa, merangkul dan bercanda dengan Patty. Namun, setiap pulang sekolah Satrya langsung menghilang.
"Sorry loh Nick! Tumben banget mobil gua rusak." kata Patty sambil berjalan di sebelah Nick menuju gedung parkir. "Lexa juga nggak masuk sekolah lagi. Nggak tahu anak itu kemana. Padahal sebentar lagi ujian."
Nick tertawa kemudian berkata. "Iya nih tumben banget lady Patty nggak ada dayangnya."
"Gua kali yang dayangnya Lexa. Sejak kapan Lexa jadi dayang gua?" kata Patty sambil tertawa dan memukul-mukul pundak Nick.
"Sejak SD kelihatannya seperti lu yang memimpin Olive dan Lexa, loh!"
Patty menggeleng dan tersenyum. Kangen juga ya dengan masa-masa SD. "Itu karena mereka sering diganggu cowok-cowok. Gua cuman berusaha supaya mereka nggak diganggu. Toh cowok-cowok itu nggak pernah berani ganggu gua." Patty melirik Nick sambil tersenyum manis. "Soalnya ada lu!"
Nick tersenyum mengingat semua itu. Mereka berjalan sampai ke sebelah Dukatih hitam milik Nick. Nick memundurkan motornya kemudian ia menepuk dahinya dengan keras membuat Patty terloncat kaget.
"Napa lu?!"
"Gua nggak ada 2 helm Pat!" katanya, "Mana jalan ke rumah lu lewat jalan raya semua pula!"
Patty tertawa dan menepuk pundak Nick dengan geli. "Duh mas kemana saja sih? Gua sudah nggak tinggal di kompleks dulu. Kompleks gua yang sekarang ada jalan tembusnya, kok!"
"Lu pindah rumah?!" seru Nick tidak percaya. Pantas saja waktu ia ke rumah Olive waktu itu yang ia lihat malah gadis yang tidak dikenalinya. "Parah banget lu nggak ngasih tahu gua!"
Patty tertawa dan berusaha naik ke motor Nick ketika Nick tiba-tiba menahan pundak Patty.
"Sebentar dulu, dong! Nggak sabar banget sih bu." katanya sambil tertawa. Nick turun dari motornya dan membuka bagasi tambahan yang cukup besar berwarna hitam yang dipasang di belakang jok dan mengeluarkan helm hitam fullface dan jaket kulit hitamnya kemudian menyodorkan jaketnya pada Patty.
Patty menerimanya dengan bingung sambil menatap Nick. "Buat apa?"
"Buat lu dong! Pakai saja. Lagian hari ini panas banget. Masa gua pakai jaket?"
Patty tertawa kecil. Apa sih Nick? Biasa juga Nick selalu pakai jaket walau udara sangat panas sekali pun. "Thanks." kata Patty sambil memakai jaket itu. Besar sekali sampai ke pahanya. Tangan Patty juga sampai tidak terlihat.
Nick tertawa melihatnya. "Lu kecil banget sih! Nih!" katanya sambil menyerahkan helmnya pada Patty.
Patty menerimanya dengan ekspresi yang lebih bingung. "Gua pakai? Lu nggak pakai dong?"
Nick mengangguk sambil tersenyum. "Kata lu ada jalan tembus, kan? Ayo cepat!" kata Nick kemudian naik ke atas motornya.
Patty jadi tersenyum sendiri. Ia memakai helm Nick yang terlalu besar itu kemudian mendekati motor Nick.
"Sini." kata Nick sambil mengulurkan tangannya dan memiringkan motornya. Patty memegang tangan Nick dan berusaha naik ke atas motor Nick. Tinggi sekali.
***
"Ayo masuk dulu!" kata Patty sambil melepas helm Nick.
"Nggak apa-apa?" tanya Nick sambil merapikan rambut Patty. Kenapa sih Nick ini? Membuat Patty berdebar saja.
Patty mengangguk kemudian membuka pagar rumahnya. Nick langsung turun dari motornya dan membantu Patty mendorong pagarnya agar motor Nick bisa masuk.
Selesai memarkir motornya di dekat serambi Patty, Nick mengikuti Patty naik ke serambi berwarna kuning gading dengan lampu gantung antik berwarna coklat tua dan beberapa kursi dan meja dari kayu cendana yang cantik.
Patty mendorong pintu besar berwarna coklat dari kayu cendana dan membuka sepatunya, meletakannya di dalam rak sepatu di balik pintu. Nick mengikuti Patty dan masuk ke ruang tamu yang cukup luas dengan lantai dari ubin berwarna coklat tanah. Sofa-sofa di sana berwarna coklat muda dengan ukiran-ukiran jepara yang cantik dengan karpet marun di bawahnya. Nick mengikuti Patty masuk melalui lubang di dinding berwarna kuding gading.
Rumah Patty yang baru benar-benar berbeda dengan yang lama. Nick kaget juga melihat ruang keluarga Patty yang luas berisikan smart TV besar dengan sofa berwarna marun dan lampu besar tergantung dari lantai 2. Nick dapat melihat beberapa pintu kamar di lantai 2 dari tempatnya berdiri.
Nick mengikuti Patty yang berbelok ke kanan dan menaiki sedikit undakan ke ruang makannya. Patty menarik kursi meja makannya dan menghempaskan badannya di sana. Kemudian ia menoleh pada Nick yang masih berdiri. "Duduk, Nick!" katanya.
Nick duduk di samping Patty, meletakan tasnya di lantai. Ia merenggangkan tangan dan kakinya kemudian benar-benar duduk bersantai di sana. "Wah, rumah lu beda banget Pat dengan yang dulu."
Patty mengangguk. "Iya, ini semua berkat bokap lu, Nick. Sebelum lu ke Korea, papah gua dan bokap lu kerja sama membangun pabrik tenun, lu ingat kan? Tapi waktu gua kelas 6… em…"
Nick menatap Patty, melanjutkan kata-kata yang tidak sanggup Patty katakan, "Sekarang pabriknya dipegang bokap lu setelah bokap gua nikah lagi kan?"
Patty tersenyum serba salah. Iya juga ya. Akhirnya ayah Nick kembali memegang 1 pabrik saja, pabrik kain yang sejak dulu dijalaninya sebelum menikah. Selain itu, ayah Nick akhirnya tetap meneruskan usaha rumah makannya di Dago meskipun proyek perhotelan dengan ayah Lexa gagal, lagi-lagi karena istri baru ayah Nick yang melarang.
"Nick, kalau gua boleh tahu…." Patty menggigit bibir bawahnya. Haruskah ia bertanya? Tapi bagaimana kalau Nick tersinggung? Ini kan terlalu pribadi dan menyakitkan.
Nick tertawa kemudian berkata. "Nyokap baru gua orang daerah sini, Pat. Dia benar-benar protective dan possessive ke bokap gua. Semua pergerakkan bokap gua dipantau sampai-sampai bokap gua hampir-hampir nggak pernah telepon gua waktu gua di Korea. Gua bingung kenapa bokap gua memilih cewek itu daripada eomma." Nick menggelengkan kepalanya sambil tertawa sedih, untuk sementara ia menundukkan kepalanya sebelum kemudian tersenyum dan menatap ke ruang keluarga di hadapannya. "Jujur saja sekarang gua malas banget pulang ke rumah. Gua jarang ngobrol dengan bokap gua juga. Untung saja mereka nggak punya anak. Kalau gua sampai punya saudara tiri, nggak tahu deh nasib gua gimana." Nick tertawa miris sambil kembali menunduk.
Patty jadi tidak enak. Ia tidak bermaksud untuk membuat Nick sedih, ia juga tidak bermaksud untuk memaksa Nick cerita. "Sorry…" Patty tidak bisa berkata apa-apa lagi. Rasanya malu juga. Selama ini Patty marah dan kesal karena Nick membela Olive tanpa pernah menanyakan kabar Nick selama ini. Kalau Olive… mungkin Olive sudah tahu.
Pikiran itu membuat Patty kesal. Apa iya Olive lebih banyak tahu tentang Nick daripada Patty?
"Elah santai saja kali. Memangnya lu doang yang bisa curhat? Gua juga bisa kali." kata Nick sambil becanda.
"Lah memangnya kapan gua curhat ke lu?" protes Patty. Toh sampai minggu lalu Nick sibuk terus dengan Olive.
"Ya deh yang selama ini sudah punya tempat curhat baru beda deh." kata Nick sambil merajuk.
"Lexa?"
"Satrya, dong!" kata Nick sambil tertawa. "By the way iya juga. Kenapa lu nggak ikut Satrya pulang tadi?"
"Oh jadi lu nggak rela gua tebengin?" Patty menarik rambut Nick bercanda.
"Aw aw!" teriak Nick dengan berlebihan, membuat Patty tertawa dan melepaskan rambut Nick dengan kasar. "Gua cuman mau tahu kemana pangeran lu itu, ya ampun galak banget deh."
Patty terdiam sebentar. Duh cerita pada Nick tidak ya? Cerita saja deh. Toh, dari kecil memang Nick sudah menjadi "tempat sampah"nya Patty.
"Satrya mau jaga jarak dulu katanya sampai selesai ujian."
Nick mengangkat alisnya kaget. "Oh? Memangnya bokap Satrya masih strict (ketat atau keras) seperti dulu?"
Patty mengangkat bahunya. Memang sudah menjadi rahasia umum kalau ayah Satrya sangat terobsesi agar Satrya menjadi dokter untuk menggantikan ibunya nanti. Tentu saja, untuk itu Satrya harus pintar agar dapat masuk universitas kedokteran ternama di Jerman. Ingat waktu penulis bercerita kalau Ilyas selalu menduduki peringkat kedua atau ketiga di kelas? Itu karena Satrya adalah pemegang peringkat pertama.
Nick menepuk-nepuk kepala Patty lembut sambil berkata. "Ya sudah sabar saja. Toh nanti begitu selesai ujian dan naik tingkat lu bakal dapat banyak oleh-oleh dari dia. Dia masih sering keliling dunia, kan?"
"Oh! The good news i (kabar baiknya adalah) Satrya nggak ikut orang tuanya ke Norway libur ini!" seru Patty bersemangat.
"Wah bagus dong! Parah banget Satrya demi nemenin lu dia sampai nggak ikut liburan. Nice move, man!"
BUK!
Terdengar pintu depan rumah Patty dibuka dengan kasar disusul dengan lngkah-langkah kaki yang cepat dan teriakan "Neng!" berulang kali hingga pelaku keributan itu sampai di depan Patty dan Nick yang masih terkaget-kaget.
"Nick?!" seru Desi yang masih dalam balutan seragam yoganya. Ia menjatuhkan gulungan matras yoga dan juga tas yoganya, meletakan dua kotak martabak asin dan manis di meja makan dan langsung memeluk Nick.
"Mah! Jorok ih!" seru Patty sambil berdiri menjauh. Duh mamah Patty ini, mana bau keringet pula.
Nick tertawa dan membalas pelukan Desi sambil berkata. "Halo tante! Lama nggak ketemu, ya!"
Desi melepaskan pelukannya dan memandang muka Nick sambil memegang kedua pipi Nick lembut. "Aduh si ujang meuni geus sagede kieu. Tos pangling ningalna gé. "
"Tante… geulis pisan deh." kata Nick setelah dengan susah payah mengingat kata-kata bahasa Sunda yang ia pelajari dulu.
"Ah bisa saja ah!" kata Desi malu-malu sambil menegakkan badannya dan mengambil kembali kresek martabaknya. "Hayu ah makan!"
Desi masuk ke dapur sebentar kemudian keluar dengan dua piring lebar berisi martabak asin diikuti dengan Inem yang membawa rice cooker. Mereka kemudian masuk kembali ke dapur. Desi kembali muncul dengan piring-piring dan sendok juga garpu di atasnya, membuat Nick cepat-cepat berdiri ingin membantu namun diusir oleh Desi sambil tertawa. Inem keluar dengan nampan berisi cangkir-cangkir dan teko berisi teh panas.
"Oom Bimo sehat, tante?" tanya Nick saat mereka sudah mulai makan.
"Sehat. Aduh meuni inget ka si oom (aduh ingat oom begini)." kata Desi sambil tersenyum lembut. "Ngan si oom aya meeting ayeuna karek balik peuting ceunah mah."
Nick tersenyum bingung, berusaha mencerna kata-kata Desi. Patty tertawa melihat itu dan berkata pada Desi, "Nick sudah lupa bahasa Sunda, mah!" kemudian ia berpaling pada Nick dan berkata, "Si mamah tadi bilang, papah ada meeting sekarang jadi baru pulang malam."
"Ooh, padahal saya kangen loh sama oom." kata Nick sungguh-sungguh tetapi ditanggapi dengan tawa oleh Desi dan Patty. mau tidak mau Nick jadi ikut tertawa juga.
"Kalau kangen beneran mah sering-sering mampir atuh, Nick." kata Desi sambil tertawa.
"Wah saya sih mau banget tante."
"Sekalian antar jemput si eneng saja. Mobilnya masih di bengkel soal…" kata Desi yang berhenti berbicara karena langsung disenggol dengan marah oleh Patty.
"Ngerepotin atuh, mah." omelnya.
"Nggak apa-apa, tante. Mulai besok saya antar jemput Patty saja." kata Nick antusias sampai sebutir nasi terbang dari mulutnya dan mendarat di meja. Patty menatap butiran nasi itu dengan jijik.
"Eh tante bercanda loh. Ngan (tapi) kalau mau mah tante senang pisan." kata Desi sambil tertawa.
"Senang dong, tan."
"Aduh, tante ngerepotin, ya? Kumaha atuh (gimana dong)? Nggak apa-apa?"
Nick pura-pura berpikir kemudian berkata sambil tertawa lucu, "Saya ikut sarapan dan makan malam di rumah tante saja, gimana?"
Mereka berdua tertawa. Patty sampai bingung sendiri. Jadi ini serius atau tidak, sih?