Chereads / POV - There are always two sides of a coin / Chapter 21 - Bab 6 - Bagian 2

Chapter 21 - Bab 6 - Bagian 2

"Dingin bangeeet!!" seru Patty ketika mereka keluar dari pintu Rumah Makan Gelfara dan berjalan menyusuri tempat parkir.

Nick melihat Patty dengan kaget. "Loh? Lu nggak bawa jaket, ya?"

Patty menatap Nick dengan cengiran lebar di mulutnya dan menggelengkan kepalanya. Manis sekali.

"Aduuh si eneng! Padahal sudah aa kasih jaket. Masih saja nggak bawa." Nick menggelengkan kepalanya beberapa kali tepat saat mereka sampai di samping Dukatih Nick. (dalam bahasa Sunda, aa berarti kakak laki-laki)

"Habis, gua kira pakai sweater saja cukup. Mana gua tahu ternyata Dago bisa sedingin ini kalau malam." kata Patty sambil cemberut.

"Ck. Yang lama di luar negeri tuh gua apa lu sih?" kata Nick sambil tertawa dan melepaskan jaketnya.

"Lu ngapain?" tanya Patty kaget.

"Buka jaket, lah! Kok masih nanya?" jawab Nick sambil tertawa lebar.

"Iya gua tahu mas!" sahut Patty kemudian tertawa. "Maksud gua lu ngapain…"

Belum selesai Patty bertanya, Nick sudah menyodorkan jaketnya ke depan muka Patty. membuat Patty bungkam dan terpana sesaat.

"Kenapa?" tanya Patty pada Nick.

"Loh? Lu kedinginan, kan?" tanya Nick lagi. Dada Nick yang bidang terlihat cukup jelas di balik kaus merah marun tipisnya.

"Ya… tapi lu ngapain kasih jaket lu ke gua?"

"Buat lu pakai lah, neng!" kata Nick sambil tertawa. Ia melangkah maju dan melingkarkan jaketnya di bahu Patty, membuat napas Patty tertahan. Patty bahkan dapat meraakan kehangatan tubuh Nick dari situ.

"Ta… tapi…" duh Patty gugup sekali. Tolong! "Baju lu kan tipis begitu."

Nick tertawa. Ia bertolakpinggang dan mendekatkan mukanya ke muka Patty sebelum berkata, "Gua kan jauuuh lebih kuat dari lu."

Patty mengatupkan mulutnya, membuang pandangannya ke tanah, kemudian menggenggam jaket Nick kuat-kuat. Melihat itu, Nick langsung cepat-cepat menegakkan badannya. Ya ampun, apa yang sedang Nick lakukan sih?

Tapi… apa Patty malu? Kalau begitu apakah Patty…

Ah mana mungkin? Patty kan sudah memiliki pangeran sesempurna Satrya. Tidak mungkin Patty akan mau bersama dengan Nick.

Nick mengacak rambutnya dengan kesal. Kenapa dia bermain api sih?

"Ayo!" kata Nick sambil tersenyum lebar pada Patty.

Patty yang masih asyik memandang tanah pun bingung. Kenapa suara Nick terdengar sangat jauh, ya?

Patty mengangkat kepalanya dan terkaget-kaget melihat Nick sudah duduk di atas motornya. Nick tertawa terbahak-bahak melihat reaksi Patty. Aduh, kenapa pula tadi Patty harus malu-malu begitu, sih? Memalukan!

Alih-alih menunggu Patty, Nick malah memundurkan motornya dan berjalan menjauh sampai Patty teriak, "TUNGGU!!"

Nick tertawa dan membalikkan motornya. Ia mengendarai motornya sampai ke hadapan Patty. Melihat Nick tertawa lepas dengan rambut yang ditiup angin begitu… Patty benar-benar… terpesona.

"Ayo, naik!" kata Nick sambil tersenyum lebar.

Patty cemberut kemudian berjalan mendekat. Imut sekali. Patty memang selalu imut, apalagi dalam balutan jaket kebesaran milik Nick.

***

"Tuh! Gua bilang juga apa!" omel Patty saat melihat Nick duduk di meja makannya dalam balutan sweater hitam dan masker medis.

"Aduh, neng. Karunya atuh ieu si ujang keur sakit kalaka diamuk. (Aduh, nak. Kasihan dong anak ini lagi sakit malah dimarahi)." kata Desi sambil membereskan piring Bimo kemuian masuk kembali ke dapur.

"Justru papah bingung lihat kamu, yang sehat, malah bangun lebih siang daripada Nick, yang sakit." kata Bimo sambil menunjuk Patty dan Nick bergantian. Bimo, ayah Patty, adalah seorang pria setengah baya dengan badan yang agak gemuk namun tinggi, perutnya sudah membuncit tetapi ketampanannya belum sepenuhnya luntur, apalagi ditambah rambut lebatnya yang rapih berwarna abu seperti kumis dan jenggot lebatnya.

"Ih papah mah kitu!" protes Patty.

Nick tertawa dengan suaranya yang agak serak. "Aku padamu, oom!"

Bimo tertawa sambil berdiri kemudian berkata pada Patty dan Nick. "Jalan dulu, ya!"

"Hati-hati, oom. Maaf nggak berani salim. Takut nular." kata Nick sambil berdiri.

"Dah papah! Hati-hati!" kata Patty kemudian salim pada Bimo.

"Mamah, papah pergi dulu, ya!" kata Bimo ke arah dapur.

Desi tergopoh-gopoh berjalan keluar dari dapur kemudian salim pada suaminya sedangkan Bimo mengecup dahi Desi lembut. "Hati-hati nya, pah. Tong pulang malem teuing (Jangan pulang terlalu malem)!"

Bimo tertawa dan berkata, "Enya, enya." Kemudian ia membungkuk tas kerjanya dan melambai sekali lagi.

Setelah Bimo pergi, Desi kembali ke dapur sedangkan Patty langsung duduk di sebrang Nick dan mengambil piring. "Ayo makan!" kata Patty bersemangat melihat nasi uduk panas di dalam bakul.

Nick menggeleng. Kepalanya pusing sekali. "Lu saja, Pat. Gua lagi nggak mau makan."

"Heh! Nggak sopan!" kata Patty sambil tertawa. Namun, ketika ia mengangkat kepalanya melihat Nick, Patty sadar mata Nick memerah begitu juga pipinya.

"Apa?" tanya Nick menyadari perubahan di muka Patty.

"Lu demam, ya?" tanya Patty khawatir.

Nick menggeleng pelan. Aduh, pusing sekali setiap kali ia menggeleng.

"Lu demam." kata Patty lagi. Ia berdiri dan keluar dari ruang makan.

"Pat? Lu kemana?" panggil Nick.

"Sabar atuh!" seru Patty.

Nick mengatupkan mulutnya. Galak sekali. Nick jadi tertawa geli membayangkan muka Patty.

"Kunaon atuh jang senyum-senyum sorangan (kenapa senyum-senyum sendiri, nak)?" goda Desi sambil duduk di kursi tempat Bimo duduk tadi, di ujung meja makan.

"Eh… tante." kata Nick malu.

"Sakedap, tante periksa heula (sebentar, tante periksa dulu)." Desi mengulurkan tangannya pada kening Nick kemudian berkata, "Wah, enya demam ieu mah. Buru makan, jang (wah benar ini sih demam. Ayo cepat makan, nak)!!"

"Demam?" tanya Patty yang ternyata sudah masuk ke ruang makan.

"Iya, neng. Aduh, eneng sih kamari make jaketna Nick (kemarin pakai jaket Nick)!" kata Desi sambil menegakkan badannya, memberi ruang pada Patty untuk memeriksa Nick.

Nick jadi tidak enak mendengar itu. Ia tertawa, berusaha terdengar tidak canggung, kemudian berkata, "Saya yang paksa, tante. Lagipula kayanya demam saya nggak tinggi."

Patty tidak menghiraukan kata-kata kedua orang itu. Ia mengulurkan tangannya, memberi thermometer pada Nick kemudian menyentuh kening Nick. Hangat. Untunglah, sepertinya demam Nick tidak tinggi.

Nick dengan patuh mengempit thermometer digital itu diantara ketiaknya. Ia kemudian melihat Patty. Raut wajah Patty sudah terlihat lebih santai. Untunglah. Jadi Nick berkata, "Iya, kan? Demam gua nggak tinggi."

"Tetap saja! Duh gua jadi nggak enak sama lu." kata Patty kemudian duduk di sebrang Nick.

"Kenapa harus nggak enak?"

"Kalau saja gua bawa jaket kemarin, lu pasti nggak akan demam." kata Patty murung sambil menopang pipinya dengan kedua tangannya, membuat mulutnya terjepit diantara kedua pipi. Menggemaskan sekali.

Nick tertawa kecil, berusaha mengendalikan dirinya supaya tidak salah tingkah. Bagaimana bisa ia tidak salah tingkah? Pertama, Patty mengkhawatirkannya! Kedua, Patty terlihat sangat imut walaupun rambutnya masih berantakan dan ia masih dalam balutan daster putihnya.

"Nggak apa-apa deh. Daripada lu yang demam." pikir Nick sambil menatap Patty dengan senyum jahilnya. Namun, setelah melihat tatapan kaget Patty, Nick sadar bahwa ia bukan hanya memikirkan itu, melainkan ia benar-benar mengatakannya.

Desi berdeham kemudian berkata, "Ah… tante ka dapurnya! Mantuan Bi Inem (tante ke dapur, ya! Bantuin Bi Inem)." Kemudian ia pergi ke dapur sambil tertawa centil.

"Em…" Nick menggaruk kepalanya. Tidak tahu harus berkata apa. Ingin rasanya ia memukul mulutnya sendiri. Bodoh, bodoh!

Untung saat itu thermometer di ketiak Nick berbunyi. Dengan cepat Nick menarik termometernya sambil berkata, "Wah cepat banget."

Patty tertawa dengan canggung dan berkata, "Iya, luar biasa!" ingin rasanya Patty memaki dirinya sendiri. 'luar biasa'?! yang benar saja!

Nick terdiam menatap termometernya. Wah, ternyata demamnya tidak serendah yang Nick kira. Bagaimana ya? Kalau Nick biarkan Patty lihat, bisa-bisa Patty khawatir berlebihan. Padahal Nick tidak merasa sesakit itu.

"Berapa?" tanya Patty.

Melihat Nick yang diam saja, Patty langsung mengambil thermometer itu dari sebrang meja. 38,5°?!

"Tinggi banget!" seru Patty.

"Eng… nggak lah!" kata Nick kemudian tertawa sebelum menambahkan, "Paling gara-gara gua masuk angin. Tenang, bun, tenang."

"Aduh," kata Patty sambil mematikan thermometer dan mengambil satu piring lagi, menaruh nasi uduk ke dalamnya disusul dengan tempe bacem dan telur dadar suwir, lalu memberikannya pada Nick sambil berkata, "Makan."

"Iya, mamih." kata Nick patuh. Ia mulai memakan nasi uduk di hadapnnya tanpa selera sedangkan Patty berdiri dan keluar dari sana.

Nick hanya memperhatikan punggung Patty sebelum kembali menyantap makanannya. Apa sebaiknya habis ini Nick pulang saja, ya? Nick tidak mau merepotkan apalagi sampai menularkan.

Tidak lama kemudian, Patty kembali masuk dan memberikan satu strip paracematol pada Nick. Ia kemudian duduk di hadapan Nick dan mengambil makanannya.

"Nick," kata Patty.

"Ya?"

"Lu ke sini naik apa?" tanyanya sambil menatap Nick khawatir.

Nick menyeringai lebar, malu. "Motor."

"Duh! Kan lagi sakit, masa bawa motor?" omel Patty.

"Gua kira gua nggak demam." kata Nick sambil memegang keningnya. Oh iya, betul. Ia demam.

"Memangnya nggak kerasa?" tanya Patty. Setengah dari dirinya khawatir tapi setengah lagi kesal. Kenapa Nick tidak memperhatikan diri sendiri, sih?

"Sorry…" kata Nick sambil tersenyum serba salah, "Gua merepotkan, ya."

"Eh… nggak, Nick. Gua kesal saja. Lu harus lebih perhatiin diri sendiri dong. Jangan cuman perhatian ke gu…" Patty langsung mengatupkan mulutnya rapat-rapat. Tadi dia mau bilang apa?!

Nick tertawa kemudian berkata dengan suara yang terlampau keras, "Ah nasi uduknya enak banget." sambil memasukan satu sendok besar ke dalam mulutnya. Akibatnya, ia tersedak sendiri.

Patty mengaduk-aduk nasinya dalam diam. Aduuuh!!

***

"Aduh saya merepotkan banget, tante. Makasih banyak." kata Nick sekali lagi sambil mengambil baju Bimo dari tangan Desi kemudian berjalan masuk ke kamar mandi di belakang ruang makan, meninggalkan Patty di meja makan sendirian.

"Neng," kata Desi sambil membereskan piring-piring Nick yang terpaksa Nick tinggalkan di atas meja karena perintah Desi untuk berganti pakaian tadi.

"Ya?" tanya Patty sambil meminum teh panasnya.

"Jigana Nick bogoh ka neng (kayanya Nick suka sama eneng)." katanya dengan mata menggoda pada Patty.

"Ah nggak lah, mah! Dari dulu juga Nick selalu begini." kata Patty sambil tertawa.

"Mun ceuk budak ngora mah 'exactly' (kalau kata anak muda 'exactly')." kata Desi kemudian mengedipkan sebelah matanya pada Patty dengan genit sebelum membereskan piring Patty dan masuk ke dapur.

Patty tertegun mendengar itu. Ah tapi… mana mungkin, sih! Patty kan cuman… teman… favoit… eh tunggu. Apa maksudnya, ya?

Muka Patty memerah. Ingin rasanya ia kabur saja dari meja makan dan masuk ke kamarnya, berteriak-teriak dalam bantalnya.

Kenapa pula Patty jadi salah tingkah dan bersemangat gini, sih? Nick kan…. Oh iya. Patty lupa. Nick kan bukan pacarnya. Malah, calon pacar Patty jauh lebih segalanya daripada Nick.

Patty jadi teringat, Satrya ada dimana, ya? Ia membuka ingstaramnya, memeriksa ingstaram Satrya. Tidak ada unggahan baru apa pun. Dia kemana, sih?!

"Kangen, ya?" tanya Nick dengan senyum lebarnya.

"Cepat banget, Nick!" seru Patty.

Nick terlihat sangat tampan dengan rambut acak-acakannya meskipun hanya dalam balutan kaus lusuh putih dan celana pendek biru muda yang kebesaran milik Bimo. Ia tersenyum lebar tapi tetap saja mukanya terlihat pusing, pipinya kemerahan dan matanya masih merah.

"Duduk di sofa, yuk!" kata Patty.

Nick berjalan mengikuti Patty ke ruang sofa. Aduh, ia pusing sekali. Patty langsung duduk di sofa yang kecil dan menunjuk sofa yang panjang.

"Duduk sana! Jauh-jauh!" kata Patty kemudian tertawa.

"Duh jahat banget, neng." kata Nick sambil duduk di sofa panjang. Tanpa Patty berkata begitu pun Nick memang tidak ingin duduk di sebelah Patty.

"Lu nggak mau tiduran, Nick?" tanya Patty sambil memandang Nick dengan khawatir.

Nick tersenyum. Walaupun hatinya sempat sakit melihat Patty mengecek ingstaram Satrya, tapi sekarang rasanya ia bahagia. Rasa pusing dan sakit badan ini tidak sebanding dengan perhatian Patty. "Nanti gua malah keenakan tidur, nggak mau pulang." kata Nick sambil tertawa kecil.

Patty mengangkat bahunya kemudian menyalakan TV, membuka Netpliks. "Terserah, sih. Nonton, yuk!" katanya.

Nick mencibirkan bibirnya kemudian membaringkan badannya perlahan. Memang sebenarnya dia sangat ingin berbaring. Ketika badannya berbaring sepenuhnya, kepalanya disanggakan ke pegangan tangan sofa pendek yang empuk, tangannya memeluk bantal sofa, Nick langsung menghela napas pelan. Lega dan nyaman rasanya. Walaupun… badannya masih kedinginan tapi ia senang sekali. Bisa berbaring di sofa ini ditemani Patty.

"Nih." kata Patty yang ternyata sudah berdiri di sebelah kepala Nick.

Nick mengangkat kepalanya dan melihat Patty sudah menyodorkan remote TV padanya. Dengan bingung, Nick mengambil remote itu perlahan.

"Pilih film yang bagus, ya! Awas kalau bosenin." kata Patty kemudian berjalan pergi.

Nick cemberut. Patty mau kemana lagi?

Nick memilih-milih film. Apa ya film yang bagus? Oh! Ini saja! Film yang katanya populer pada Desember lalu sampai awal tahun ini. Cek Toko Sebrang.

"Wah, ini saja, Nick. Kebetulan gua belum nonton film ini." kata Patty sambil menyelimuti Nick dengan selimut beludru lembut berwarna biru muda dari belakang sofa.

Nick menoleh ke belakang, melihat muka antusias Patty. Ia tersenyum kemudian memencet tombol pada remote sambil kembali melihat ke TV dan berkata, "Ya sudah, yang ini saja, ya."

***

"Sedih banget, ya ampun." kata Patty masih sambil mengelap air matanya.

Nick tertawa, ia masih meringkuk di bawah selimut yang Patty berikan tadi. Wangi Patty. sepertinya ini memang selimut yang biasa Patty pakai.

Patty menatap Nick. Matanya sudah terpejam-pejam. "Tidur saja, Nick. Nanti jam makan siang gua bangunin."

Nick menengadah sedikit, melihat Patty. Lucu sekali, mukanya memerah dan matanya sembab. Nick kasihan juga melihat Patty menangis begitu. Nick tersenyum lemah kemudian berkata, "Nggak apa-apa?"

Patty mengangguk dan menyentuh kening Nick. Masih hangat tapi sepertinya sudah sedikit turun.

"Don't worry. I really am ok. (Jangan khawatir. Aku benar-benar nggak apa-apa)." kata Nick sambil tersenyum. Matanya perlahan menutup saat ia berkata, "Cuman butuh… ti…du…"

Rasanya sih Nick tidak tidur terlalu lama, tapi saat ia membuka mata, ruang keluarga Patty sudah berwarna jingga karena sinar matahari sore yang masuk. Nick langsung duduk dengan terburu-buru, membuat handuk kecil putih yang berada di keningnya sejak tadi terjatuh ke pangkuannya. Sejak tadi… ia dikompres?

Nick melirik jam dinding tua kayu besar berwarna coklat tua yang sudah tidak berbunyi karena rusak. Pukul 6 sore. Ya ampun.

Nick memegang keningnya. Sudah tidak hangat. Badannya juga terasa segar.

Ia keluar dari selimutnya dan perlahan berdiri. Ia baru menyadari, sedari tadi ada suara orang berbicara dari ruang makan Patty. Perlahan, ia berjalan menuju ruang makan dan melihat Patty dalam balutan dress rumah berwarna biru muda sedang tertawa bersama Desi.

Patty melihat Nick dengan kaget. Kemudian ia berkata. "Eh… si aa sudah bangun?" tanyanya ceria.

"Kumaha? Tos enakan? (gimana? sudah enakan?)" tanya Desi sambil menepuk kursi di sebrang Patty.

Nick ikut duduk di meja makan sambil mengangguk dan berkata, "Sudah tante. Terima kasih banget dikasih ijin tidur."

"Ah kaya ke siapa wae kamu mah." kata Desi sambil mengibaskan tangannya.

"Papah pulang!" seru Bimo dari depan.

Desi buru-buru pergi ke ruang depan menyapa suaminya. Tidak lama kemudian, mereka kembali masuk. Desi membawa tas Bimo ke dalam sedangkan Bimo duduk di meja makan.

"Eh Nick. Gimana? Sudah enakan?" tanya Bimo.

"Sudah enakan jauh, oom."

"Wah suaranya juga sudah nggak serak, ya." kata Bimo sambil tersenyum.

"Punten, pak." kata Bi Inem sambil membawa dua piring. Piring yang satu besar berisi potongan-potongan ayam goreng serundeng dan piring satu lagi lebih kecil berisi cah bayam.

"Waduh, nuhun (makasih), Nem." kata Bimo sambil meyingkir sedikit.

Inem mengangguk kemudian masuk ke dalam dapur dan tidak lama kemudian keluar dengan membawa rice cooker yang agak besar kemudian membukanya. Nasi dengan harum daun jeruk. Nafsu makan Nick langsung meningkat. Baguslah, berarti Nick sudah benar-benar sembuh.

Desi kembali masuk ke ruang makan dan, seperti biasa, duduk di sebelah Nick. Kadang Patty ingin tertawa melihatnya. Sebenarnya anak Desi itu siapa, sih? Nick atau Patty?

***

Nick beraring di atas ranjangnya. Semakin lama ia mengingat kejadian di rumah Patty, perasaannya semakin campur aduk. Di satu sisi, ia sangat senang menghabiskan waktu dengan Desi dan Bimo yang sudah ia anggap seperti keluarga sendiri. Apalagi melihat mereka sangat akur dan memperlakukan Nick seperti anak mereka sendiri. Tentu saja ia juga sangat sangat senang menghabiskan waktu seharian bersama Patty.

Di sisi lain, ia juga merasa sangat tidak pantas untuk Patty. Patty begitu baik, berasal dari keluarga yang harmonis, masa depan Patty juga jelas. Apalagi Patty sekarang sedang dekat dengan Satrya yang, walaupun menghilang berhari-hari… dasar laki-laki tidak tahu diuntung, tetapi Satrya memiliki keluarga yang harmonis dan masa depan yang sangat cerah.

Nick? Keluarga Nick berantakan. Ia juga tidak ingin meneruskan usaha Gelfara. Malah, ia ingin secepatnya keluar dari rumah itu. Ia tidak ingin bergantung pada Gelfara. Mana mungkin Nick tega menarik Patty masuk ke kehidupannya yang berantakan? Biarlah Nick mencintai Patty dari jauh. Biar Nick melindungi Patty sebagai kakaknya saja. Karena… Nick merasa ia sangat tidak sepadan dengan Patty. Patty pantas untuk mendapatkan laki-laki yang jauh lebih baik darinya.

Nick membalikan tubuhnya, berbaring telungkup sambil memeluk guling. Patty sudah sangat baik padanya, walaupun mungkin Patty sendiri tidak sadar tapi ia memberikan kesempatan pada Nick untuk merasakan rumah yang sesungguhnya, untuk merasakan keluarga yang utuh, ia juga menemani Nick melewati hari-hari Nick. Nick ingin membuat Patty bahagia terus seperti dulu. Seperti... dulu...

Nick memejamkan matanya, tertidur, dan bermimpi. Mimpi saat mereka masih kecil dulu. Mereka bermain PlayStation 3 di rumah Nick. Mereka bermain banyak game di sana, tapi yang Nick paling ingat adalah game Grand Theft Manual. Karakter Patty selalu bersama dengan karakter Nick menyelesaikan misi bersama, naik mobil bersama, membantu Nick melawan musuh dan mencari uang.

Nick terbangun dengan senyuman. Matahari bahkan belum terbit. Ia tahu apa yang harus ia lakukan hari ini.