Patty berbaring di atas ranjangnya, badannya terasa segar sehabis mandi tapi pikirannya jauh dari kata jernih. Ia masih terus teringat akan percakapannya dengan Katty Tanned tadi. Seperti mimpi rasanya bisa bicara dengan Katty Tanned sampai 2 jam!
Patty membuka ingstaramnya, ada satu pesan dari Lexa. Patty membukanya dan tersenyum sendiri. Lexa memasukkan durasi telepon videonya dengan Patty-yang sebagian besar berisi pecakapan antara Patty dan Kate-selama 2 jam ke cerita ingstaramnya dan menyebut akun ingstaram Patty di sana dengan tulisan:
Telpon 2 jam! Felt like a dream yet @patriciapatty?
Patty me-repost cerita Lexa ke ceritanya dan menulis: "It's a dream come true!!"
(Sudah terasa seperti mimpi belum @patriciapatty?
Ini adalah mimpi yang jadi kenyataan!!)
***
Patty turun dari mobil BWM 520i putihnya dan berjalan menuju gerbang sekolah sambil mempersiapkan hatinya untuk bertemu Olive. Tapi...Olive tidak ada di sana. Patty melirik jam tangan Coaches berwarna rose gold miliknya. Sudah pukul 07.20 pagi. 10 menit sebelum bel berbunyi. Biasanya Olive sudah ada di sana menunggu Patty. Kemana dia?
Patty mengangkat bahunya. Ia merasa sedikit lega tapi... rasanya aneh. Apa Olive sakit, ya? Patty terus berjalan sambil menimbang-nimbang haruskah ia menelopon Olive. Saat ia sudah memutuskan untuk menelopon Olive, tiba-tiba punggungnya ditepuk lembut oleh seseorang.
Patty berbalik. Seorang gadis cantik dalam balutan seragam GIS berdiri di hadapannya. Rambutnya yang keriting diikat ekor kuda ke belakang dengan rapih. Mukanya kecokelatan dengan rahang yang tegas, mata yang bulat, alis yang tebal dan bulu mata yang lebat. Hidungnya tidak begitu mancung, bahkan sebenarnya berbentuk bulat di atas bibirnya yang agak tebal. Tidak ada yang dapat memungkiri kecantikannya. Victoria Ayu Rumbiak. Member QS yang ketiga.
Ibunya, I Gusti Triya Charvi, seorang pengusaha restoran Bali yang sangat terkenal di Pulau Jawa dan Bali. Ayahnya, Alwi Rumbiak, seorang pengusaha perhotelan dan pemilik Hotel Nusan, hotel bintang enam yang sangat tersohor di seluruh Indonesia terutama karena interiornya yang khas. Tidak hanya lobi, restoran, dan tempat makannya saja, tetapi juga seluruh kamarnya dihiasi dengan wallpaper bercorak batik dan wayang, sprei kamar itu pun bercorak batik. Tidak heran kalau pasangan ini adalah salah satu pasangan yang paling terkenal pada saat mereka menikah karena kecantikan dan ketampanan mereka ditambah lagi usaha mereka yang begitu maju.
"Hai, Pat." sapa Ayu dengan suaranya yang berat dan merdu. Iya, Ayu juga terkenal sebagai penyanyi yang sering kali meng-cover lagu di MeTube. Tapi, ia jauh lebih terkenal sebagai finalis Indonesian Up Model. Ia juga merupakan ingstaram celebrity yang terkenal dengan lebih dari satu juta pengikut.
Selain itu, yang lebih menghebohkan lagi dari hidup Ayu adalah di berbagai acara, apalagi saat jumpat fans, Ayu selalu didampingi dengan beberapa bodyguard. Satu bodyguard yang paling diingat oleh para fansnya adalah bodyguard yang selalu berdiri di samping Ayu karena mukanya yang sangar dengan bekas luka seperti kilat dari alis menuju matanya dan suarnya yang sangat keras dan menggelegar seperti guntur.
"Hai, Yu." balas Patty canggung. Ayu sangat jarang menyapa Patty. Ia memang sangat cantik dan terkenal tapi ia sangat pendiam. Ia jarang terlihat mengobrol dengan anggota QS sekali pun. Ada apa, ya? Tumben Ayu menyapa Patty.
"Jalan bareng, yuk!" ajak Ayu, tanpa tersenyum. Ya, Ayu memang sangat sangat jarang tersenyum. Patty sampai lupa kapan terakhir kali ia melihat Ayu tersenyum. Bahkan saat ia memenangkan challenge di Indonesian Up Model, ia hampir-hampir tidak tersenyum.
"Kita sama-sama di kelas science kan sekarang?" tambah Ayu karena Patty tidak juga berbicara.
"Oh, oh. Sorry gua nggak sadar." Kata Patty sambil tertawa kecil. "Ayo."
Mereka sampai di kelas, tidak seperti biasanya, kelas hari itu masih agak sepi. Ayu tanpa basa-basi duduk di tengah kelas, tepat di sebelah gadis berkulit putih dengan rambut lurus dan lebat sebahu. Gadis itu mengangkat kepalanya dari iphone edisi lama di tangannya dan melihat Ayu serta Patty dan tersenyum. Matanya yang berbentuk seperti kacang almond sedikit menyipit saat ia tersenyum. Alisnya yang tipis digambar dengan rapih dengan pensil alis berwarna hitam. Hidungnya mungil dan mancung. Bibirnya tipis dipoles dengan liptint berwarna pink cerah. Di atas kepalanya, bondu pita berwarna hijau yang senada dengan warna seragamnya menambah kecantikannya, Sharon Tedja. Member QS keempat.
Ayah Sharon, Willy Tedja, adalah seorang pengusaha yang sangat sukses. Salah satu usahanya adalah pabrik celup sedangkan ibunya, Cynthia Kurniawan...entahlah. Pekerjaan resmi Cynthia sebenarnya adalah... ibu rumah tangga. Tapi ia selalu menemukan kegiatan yang menghasilkan uang tambahan. Mulai dari open PO setiap kali mereka pergi ke luar negeri, sampai berdagang saham dan crypto. Sifat ini, tentu saja, menurut pada Sharon. Ia tidak pernah lepas dari ponselnya, memantau pergerakan saham dan crypto.
"Hai Pat! Duduk duduk!" sapanya dengan suaranya yang ringan dan manis. Cocok sekali dengan mukanya yang manis. Ia menunjuk kursi di sebelah kirinya yang masih kosong.
"Hai Shar." Kata Patty sambil meletakan tasnya di sebelah Sharon. Iya juga. Patty selama ini tidak memperhatikan kalau dirinya sekelas dengan Ayu dan Sharon di kelas ini. Selama ini ia hanya bersama Olive kemana pun ia pergi.
Terdengar suara pekikan diikuti dengan wangi parfum Channel yang khas. Lexa berlari memeluk Patty dari belakang. "Oh my dear Patty finally kamu join sama kita di deretan qualified!"
Patty tertawa canggung tepat ketika Olive masuk ke kelas. Pandangan mereka bertemu dan Patty tahu betul, sadar betul, tatapan Olive saat menatap Patty saat itu adalah pandangan terluka. Sebelum Patty dapat berkata apa-apa, Olive langsung berjalan melewati mereka dan duduk di kursinya yang biasa, di belakang.
Lexa duduk di sebelah Patty sambil memperhatikan Olive. "Biar saja, Pat. Dia harus belajar mandiri." Kata Lexa sambil menatap Patty. "like me." (seperti gua) Katanya sambil berpose, membuat Patty tidak tahan untuk tidak tertawa.
***
"Olive!" sapa Patty ketika Olive berdiri selesai membereskan barang-barang di atas mejanya. "Ke kelas matematika bareng, yuk!" ajak Patty sambil tersenyum lebar. Dalam hati Patty merasa sangat bersalah meninggalkan Olive begitu saja.
Olive menggelengkan kepalanya kemudian berdiri dan berjalan melewati Patty. Patty buru-buru mengejar Olive sambil tersenyum selebar mungkin. "Ayo dong, Live. Jangan ngambek. Nanti gua traktir iga bakar si pendek di foodcourt deh! Kesukaan lu kan!"
Olive menghela napas kemudian berbalik menghadap Patty yang sedang tersenyum canggung menunggu jawaban Patty. "Ya sudah. Mau dua porsi, ya!" kata Olive.
"Woa girl lu mau makan dua porsi sendiri?" tiba-tiba Lexa muncul dari belakang Olive begitu saja sambil tertawa.
"Satu lagi buat gua dong, Xa." Kata Patty sambil tertawa serba salah.
Lexa mengangkat bahunya tidak acuh kemudian memiringkan kepalanya ke arah kelas mereka selanjutnya dan berkata. "Whatever. Anyway gua duluan, ya. Kalau kalian sudah baikan cepat ke kelas." Lexa langsung berjalan cepat dan merangkul Ayu dan Sharon yang sudah berjalan di depan. Membuat mereka kaget dan sedikit terlonjak.
Patty tersenyum kemudian menggandeng tangan Olive ke kelas mereka.
***
"What?!" seru Patty sambil memukul meja dengan kedua tangannya. Nomor meja dari counter iga bakar sampai terjatuh ke atas meja melanin berwarna oranye di depan Patty dan Olive. Seperti biasa, mereka berdua duduk di pojok foodcourt GIS yang besar.
Gedung foodcourt ini memiliki gaya arsitektur kontemporer dengan bentuk yang unik, seperti persegi panjang dengan ujung yang bulat-bulat dan atap yang dibuat bergelombang besar. Di tiap lekukan gelombang tersebut, terdapat balkon dari ruangan-ruangan VVIP di lantai 3.
Foodcourt GIS sebenarnya hanya terletak di lantai satu dan dua. Di lantai satu, tempat dimana Patty dan Olive duduk sekarang, berbentuk semi-outdoor karena alih-alih menggunakan tembok di sekeliling, lantai satu gedung ini hanya diisi dengan tiang-tiang dan counter-counter makanan juga kasir di tengah foodcourt. Meja-meja melanin berwarna oranye dan merah mengelilingi counter-counter makanan memenuhi foodcourt. Tidak ada tembok yang menutup lantai 1 ini sehingga murid-murid yang makan di lantai 1 dapat langsung menikmati keindahan dan segarnya udara taman GIS.
Langit-langit di lantai 1 dan 2 foodcourt lebih tinggi dibanding ruang mana pun di gedung-gedung yang lain. Di langit-langit itu tergantung aksesoris-aksesoris berwarna kuning dan merah muda dengan lampu LED yang hanya menyala pada sore dan malam hari.
Terdapat aturan tidak tertulis di GIS. Murid-murid biasa makan di foodcourt lantai 1 karena foodcourt lantai 2 hanya dapat dipakai oleh anak-anak elit. Patty sendiri belum pernah masuk ke foodcourt lantai 2.
Lantai 3 gedung ini memiliki 5 ruangan VVIP. Untuk menggunakan ruangan ini, tentu harus melakukan reservasi terlebih dahulu. Walaupun terdengar aneh, tetapi anak-anak elit-termasuk QS-tidak jarang menyewa ruangan-ruangan itu untuk berpesta atau mengadakan gathering lintas group elit GIS.
"Sst Pat!" bisik Olive seakan semua mata tertuju pada mereka. Padahal, tidak ada satu pun yang memerhatikan mereka.
"Bang Satrya ngajak lu date?!" seru Patty dengan suara yang nyaris tidak terdengar.
Olive mengangguk dengan muka yang sangat bersemangat. Mukanya sangat merah dan matanya yang sipit terbuka lebar. "Iya! Tadi pagi dia nanya nomor whatsin gua." Katanya kemudian menyodorkan ponselnya pada Patty.
Patty menerimanya dan mulai membaca chat dari Satrya pada Olive.
"Can you believe it?! (Lu bisa percaya ga?!) " seru Olive.
Satrya 07.45 'Hey, Live! This is my number. Save, ya! -Satrya'
Olive 07.45 'Saved ya Bang! Ada apa nih? Katanya tadi mau bilang lewat whatsin aja. Wkwkwkwk. Tenang, aku siap bantu abang kalau abang butuh bantuan!'
Ya ampun Olive. Terlihat terlalu bersemangat. Terlihat sekali kalau Olive suka pada Satrya. Tapi bagaimana cara Patty memberitahunya? Patty tidak mau merusak kebahagiaan Olive.
Satrya 09.00 'Sabtu ini kosong?'
Olive 09.02 'Sabtu? Lusa? Kosong nih kosong. Ada apaaa?'
Satrya 09.15 'Nonton, yuk. Gua jemput aja ke rumah lu, ya.'
Patty mengembalikan ponsel Olive. Ia merasa ada sesuatu yang janggal. Bukannya Patty merasa Olive jelek atau bagaimana tapi bagaimana mungkin Satrya menyukai Olive? Tapi...
"What do you think?" (gimana menurut lu?) seru Olive sambil mengambil ponselnya dan buru-buru mengetik balasan untuk Satrya.
"Coba...jalan dulu saja sama Bang Satrya." Kata Patty sambil menopang dagunya dengan tangan kanannya dan menggigit beberapa jarinya. Apa ini benar?
"Pat, nanti lu bantu gua pilih baju, ya!" kata Olive dengan semangat.
Ah biar deh, yang penting Olive senang. Patty mengangguk sambil tersenyum dan menonton temannya yang tidak bisa berhenti bergoyang sehingga terlihat seperti meloncat-loncat kegirangan di kursinya. "Tapi Live, pertama-tama lu harus control your expression and reaction. Jangan sampai Bang Satrya pikir lu terlalu excited."
Olive berhenti bergerak dan menggaruk kepalanya malu. "Kelihatan banget, ya?"
"Jelas banget, Live! Jangan gitu." Kata Patty sambil menghela napas frustrasi. Tepat saat itu dua porsi iga bakar dan dua es jeruk datang. Setelah mengucapkan terima kasih pada pelayan, seperti biasa Olive langsung memotong iganya. Suara dentingan garpu dan sendok menggema di udara. Olive langsung menyuap besar-besar secepat-cepatnya. Patty baru pertama kali memperhatikan cara makan Olive yang...sangat bersemangat.
"Live..." Olive masih juga makan dengan bersemangat. "LIVE!" tegur Patty sekali lagi.
Olive menatap Patty dan berkata 'apa' dengan mulutnya yang penuh iga bakar dan nasi. Patty sampai memijit kepalanya sebelum berkata. "Kedua! Jangan sampai lu makan seperti ini di depang Bang Satrya. Bisa kabur dia."
***
Patty memandang muka Olive. Ternyata hasil makeupnya lumayan juga. Walaupun belum sempurna, tapi setidaknya bekas jerawat Olive agak tersamarkan, hidungnya terlihat sedikit lebih ramping dan pipinya yang tambun terlihat lebih tirus.
"Coba buka mata lu, Live." Kata Patty.
Olive membuka matanya. Lens berwarna coklat muda yang dipilih Patty membuat mata Olive terlihat lebih besar, ditambah dengan scots pada kedua lipatan matanya dan eyeliner yang agak tebal dan eyeshadow coklat tua membuat mata Olive jadi terlihat lebih besar dan cantik.
Patty mengangguk dengan puas. Olive menatap bayangannya di kaca meja riasnya yang berbentuk oval. Wah, Olive tidak percaya ia bisa terlihat lumayan begini. Ditambah lagi rambutnya yang biasanya terikat satu dibuat terurai berombak oleh Patty. Membuat dirinya terlihat dewasa.
Olive berdiri dan berjalan melewati ranjangnya menuju lemari baju dengan tiga pintu dan satu kaca besar. Ia memeriksa penampilannya di kaca itu. Ia terlihat...lumayan dalam balutan casual dress berwarna hitam polos miliknya yang baru pertama kali itu digunakan dan heels hitam milik ibunya. Ya walaupun heels itu terlihat seperti model tante-tante, tapi setidaknya lebih baik daripada sendal yang Olive miliki.
Patty mengacungkan jempolnya pada Olive. "You're good to go girl. (lu sudah siap buat berangkat nih)" katanya sambil berdiri membereskan baju-baju Olive yang berantakan di atas ranjang Olive yang berantakan dengan baju-baju Olive yang baru satu jam lalu mereka lempar-lempar dari lemari Olive demi menemukan baju perang Olive untuk hari ini.
Tapi dibereskan seperti apa pun, ranjang Olive tetap tidak dapat menolong kamar Olive yang sangat, sangat, sangat berantakan. Kamar itu paling hanya berukuran 5 kali 6 meter dengan cat putih. Ranjang Olive yang agak besar menempel pada tembok, sprei putih berendanya berantakan, bantal dan gulingnya juga sudah hampir tidak terbungkus dengan sarungnya, boneka-boneka kecil dan besar Olive juga berantakan di atas tempat tidur. Buku-buku, jam beker yang sudah rusak, alat tulis, minyak gosok juga berantakan di atas dipan kasurnya. Di lantai bertebaran buku dan kertas-kertas coretan gambar Olive, sampah bekas tisu dan camilan juga berserakan di ubin putih lantai menambah "kehebohan" di kamar itu. Meja rias Olive yang berada di tembok di seberang ranjang Olive berantakan dengan segala macam skincare Olive yang tidak pernah digunakan sehingga sebagian sudah expired dan mengering, sisir Olive dengan rambut-rambut Olive tergelatak begitu saja di atas tumpukan skincare tadi sedangkan pouch makeup Patty tersimpan rapi di ujung meja rias putih itu. Lemari yang menempel pada tembok di dekat bagian kaki kasur Olive juga tidak kalah berantakan. Salah satu pintu lemari itu terbuka dan...semua baju di sana terlihat berantakan, tidak ada satu pun yang terlipat rapi.
Satu-satunya yang rapi di kamar itu hanya gorden jendela Olive yang berada di antara meja rias dan lemari Olive yang dirapikan oleh Patty sebelum mulai merias Olive. Jendela itu menghadap ke taman dan pagar depan rumah Olive.
Ponsel Olive berdering. Dengan cepat Olive mengangkatnya dan dari raut mukanya, Patty tahu benar siapa yang menelpon.
"Halo! ... okay... siap... bye!" kemudian Olive memasukan ponselnya ke tas hitam milik Patty yang dipinjamkan padanya khusus untuk hari ini. "Pat gua jalan dulu, ya." Muka Olive sangat merah seperti kepiting rebus dan pipinya tertarik sangat tinggi karena senyumnya.
Patty mengangguk tetapi ketika Olive berjalan menuju pintu, Patty menahannya. "Live!" kemudian Patty menggigit bibir bawahnya, berpikir. Apakah sebaiknya Patty jujur pada Olive?
"Ya?" tanya Olive dengan muka yang berseri-seri.
Ah, sebaiknya jujur saja mumpung mood Olive sedang baik. "Em... gua hari ini mau kumpul di rumah Lexa, ya."
Olive terlihat tertegun sebentar tetapi kemudian tersenyum dan berkata. "Okay, have fun!" katanya kemudian berjalan keluar dari kamarnya.
Patty menghela napas lega. Ia pikir masalah ini telah selesai. Tapi tidak, ini baru awal dari sebuah bencana besar dalam hidup Patty.