Chereads / Air mataku / Chapter 2 - Part 1

Chapter 2 - Part 1

Ku panaskan motor kesayangan ku di depan kontrakan baruku, sembari melihat-lihat keliling komplek yang terlihat masih asri dan terawat ini.

Iya aku memang baru semalam tinggal disini, aku tahu kontrakan ini dari teman sekantor ku. Kontrakan yang lumayan luas menurut ku, terdiri dari satu kamar tidur, kamar mandi, dapur dan ruang tamu, sangat cocok untuk ku yang tinggal sendiri.

Di sebelah kanan kontrakan ku ada rumah yang besar, terdiri dari dua lantai bercat kuning telur dan pagar depan yang tinggi. Sedangkan di samping kiri adalah sebuah warung sederhana.

Namaku Larasati biasa di panggil laras, aku mengontrak disini karena minggat dari rumah Minggu lalu. Ada masalah dengan saudara perempuan ku, membuat aku muak dan memilih pergi dari rumah,

"Tinnn... Tinnn.. tinn""

Suara klakson mobil tiba-tiba mengangetkan ku, rupanya itu tetangga ku, baru pulang entah dari mana dan membunyikan klakson mobilnya untuk memberitahukan orang di rumahnya untuk membuka pagar.

Ia aku tahu karena kulihat seorang perempuan paruh baya memakai daster jumbo, keluar dari rumah dengan gulungan rambut di kepalanya, berlari ke pintu gerbang dan membuka pagar, kemudian mobil itu masuk ke dalam.

Aku masih memperhatikan tetanggaku itu, rumah kami hanya di batasi oleh pagar besi sebahu, membuat aku leluasa melihatnya. Terlihat seorang laki-laki paruh baya keluar dari mobil itu dan disambut oleh wanita tadih, kemudian di salim takzim,

" ohh, perempuan itu istrinya to!". Gumam ku pelan.

Aku senyum-senyum sendiri, membayangkan seandainya posisi ku jadi perempuan itu. Alangkah indahnya. Tapi apalah daya ku, masih jomblo akut. Hedeewww.

"Aaawww, panas!"

Aku tersentak dari khayalan ku, rupanya knalpot motorku sudah sepanas itu dan tidak sengaja bersentuhan dengan betis ku.

"Untung tetangga udah masuk rumah!". Gumam ku lagi.

Aku tidak bisa membayangkan seandainya mereka memergoki ku, betapa malunya aku ini.

Selepas dari depan kontrakan, aku langsung siap-siap berangkat ke kantor dengan tak lupa menghubungi BESTie ku yaitu Maura, dia adalah teman sekantor ku yang sudah ku kenal dari jaman kuliah dulu, meski Maura itu sedikit nakal, tetapi buat aku, dia tetap teman yang the best, hanya dia yang mengerti akan aku, beda dengan saudara perempuan ku, apa lagi bapak ku.

"Apa salah dan dosaku sayang, cintaku suci ku kau buang-buang....". Baru saja aku menaiki motor, handphone di dalam tas kerjaku berbunyi dan ku yakini itu telepon dari Maura sebab dia sendiri yang mengubah nada di handphone ku.

"elo dimana si ras?, Cepetan kesini de lo, itu pak Dirga udah panas dari tadih!". Baru juga ku angkat telepon nya, tetapi dia main cerocos saja dengan suara panik.

"Hei hei, bisa santai gak si lo, inikan baru jam tujuh, emang si Dirga itu lagi mengigau?". Balasku santai sembari melirik jam di tangan ku.

"Elo yang mengigau Ras, mending cepetan lo kesini, kalau nggak mau hidup lo kelar secepatnya! Tuut"!. Balasnya lagi, masih dengan nada khawatir dan langsung mematikan telepon secara sepihak, tapi buatku itu sangat lucu, Aku yakin itu cuma akal-akalan Maura saja.

Hanya butuh 5 menit, aku sampai juga di kantor. Kulihat sudah banyak kendaraan para karyawan, membuat aku sedikit heran karena tidak biasanya sepagi ini. Ruangan ku ada di lantai tiga dan harus memakai lift untuk sampai ke atas, mana mau aku naik tangga darurat.

"Larasati Aswari, darimana saja anda, kenapa anda baru datang?". Baru saja pintu ruang kerjaku kubuka, sudah di sambut oleh suara bariton dari sang bos Pak Dirgantara namanya. Dia adalah sosok bos yang sangat kami takuti, karena selain terkenal dengan sebutan bos yang berwibawa, dia juga di kenal dengan sifatnya yang tidak pandang bulu khusus nya dalam berbisnis.

Apapun yang tidak sesuai dengan keinginan dan aturan nya maka dia tidak akan segan-segan untuk mengambil tindakan termasuk memecat karyawan nya.

"Mati Aku!". Tentu saja Aku berucap dalam hati.

"Apa kamu tuli?". Ucapnya lagi dengan suara yang sudah naik satu oktaf dan membuat nyaliku benar-benar menciut.

Di barengi dengan perasaan syok dan heran aku diam saja, meski semua pertanyaan dari Pak Dirga saya dengar.

Tiba-tiba handphone Pak Dirga berbunyi dan rupanya itu telepon penting karena dia langsung keluar dari ruangan kami dengan melewati ku.

"Selamat, selamat!". Ucapku dalam hati sambil mengusap dada dan menghembuskan nafas dengan lega, rupanya kali ini aku benar-benar selamat.

"Elu masih waras nggak si ras?, Atau karena efek jomblo lu itu sekarang rada malas ke kantor ha?". Tiba-tiba Maura menghampiri ku.

"Maksud lu apaan si Maura?". Balasku sedikit sewot

"Kenapa juga lu nggak bilang tadih kalau lu itu lagi serius?". Kataku dengan perasaan sedikit jengkel.

"Hello Larasati, aku udah nelpon lu dari pagi ya!, Tapi lu nya aja yang ngeyel. Lagian kenapa si lo bisa telat?".

"Telat?". Aku malah bertanya balik dan benar-benar bingung.

"Haa, lo kemana aja semalam, emang lo nggak lihat di grup Kantor?.

"Grup Kantor?". Masih Dengan keadaan yang tidak bisa ku mengerti

"Iya, semalam udah di umumkan di sana. Lu cek aja sendiri de!".

Aku langsung mengambil handphone ku dan membukanya, betapa kagetnya aku karena ternyata aku keluar dari grup tanpa ada yang menyadari.

"Mati aku Maura, aku keluar dari grup, dan ini udah dari Minggu lalu!'.. ungkap ku takut.

"Emang disana ada apaan?" Tanyaku pada Maura dan perasaan ku sudah makin was-was. Sepertinya kali ini aku benar-benar salah.

"Aduh Laras, disana tu kita di suruh masuk kantor tepat jam tujuh, la elu udah mau jam 8 baru nyampe, lu kan tau pak dirga itu bagaimana!'. Maura menjelaskan panjang lebar dan membuat aku semakin tidak tenang.

Aku tahu betul bagaimana pak dirgantara itu, dan apa lagi kesalahan ku adalah keterlambatan yang paling tidak dia suka.

Ku coba menenangkan sedikit pikiran ku, bukan kah pak dirgantara lagi sibuk menelpon, aku berdoa semoga setelah ini dia melupakan kesalahan ku. Bukankah kesalahan ini juga bukan murni kesalahan ku.

"Larasati, di panggil pak dirgantara untuk segera menghadap di ruangan beliau!". Siska, sekertaris pak dirga memanggil ku di balik pintu.

Baru saja aku berharap Pak dirga melupakan keterlambatan ku, tapi ternyata malah aku di panggil langsung.

"Iya mbak, Makasih!". Kataku pada Mbak siska sembari meletakkan tasku di atas meja dan bergegas mengikuti nya.

Berjalan menuju lantai ruangan pak dirgantara, mendadak perasaan ku tidak tenang, serasa menuju ruang eksekusi. Begitu pula dengan waktu yang seakan berjalan cepat, maupun jarak antara lantai tiga dan empat yang seolah sangat dekat, meski kami memakai tangga darurat yang terdiri dari sekitar dua puluh anak tangga itu.

Semakin dekat dengan ruangan Pak Dirgantara, bukan nya aku fokus dengan jawaban nantinya jika di tanya justru aku fokus pada tubuh ku yang bergetar hebat.

Kriet..

Pintu warna coklat itu terbuka perlahan oleh mbak Siska, yang sebelumnya tentu telah di ketuk, menampakkan sosok Pak Dirga yang sedang duduk di singgasana nya. sebuah kacamata bertengger di hidung mancung nya itu menambah kesan yang tegas menurut ku.

"Mau sampai kapan anda disana?". Tiba-tiba dia berkata membuat aku sedikit tersentak. Rupanya aku hanya berdiri diam di pintu sedangkan Mbak Siska sudah berdiri di dekat meja kerja Pak Dirga.

"Maaf Pak!" Hanya itu yang bisa saya ucapkan. Mendadak lidahku keluh.

"Masuk dan silahkan duduk!". Ucapnya dengan tegas sambil mengeluarkan kaca mata nya dan melotot tajam ke arahku.

"Kamu tahu, apa salah mu?" Sambungnya lagi masih dengan mata melotot Tajam ke arahku.

"I..iya Pak, maaf saya benar-benar mohon maaf!".

"Jelaskan alasan mu, kenapa kamu bisa terlambat, kamu tahu kan apa konsekuensinya jika terlambat di kantor saya?". Sentak nya membuat ku semakin gugup.

"Maaf sebelumnya pak, saya tidak melihat pengumuman di grup, di karenakan saya keluar dari grup entah bagaimana dan tadih pagi ketika saya sampai disini baru nyadar!". Ku beranikan diri menjelaskan secar rinci penyebab ke keterlambatan, meski dengan suara yang bergetar dan parau akibat rasa takut dan gugup.

"Tidak usah kau takut, saya bukan pemakan orang!". Suaranya sudah melunak sedikit, seakan dia tau isi hatiku.

"Bukan kah kalau takut itu berarti anda bersalah!". Aku kira sudah baik ee dia berubah lagi dan memanggil ku kembali dengan sebutan anda.

"Saya hanya kaget Pak!". Alibi ku, padahal saya benar-benar takut.

"Saya..

Drett.. drett.. drettt..

Baru saja dia akan berbicara kepadaku tetapi ponsel di samping nya bergetar membuat dia terdiam, kemudian melihat ke arahku sekilas kemudian berdiri dan mengangkat teleponnya itu.

"Iya, hallo, ada apa ma?

-----------

"Iya tara segera kesana!".

Rupanya itu telepon dari Mama nya. Dan segera dia bergegas untuk pulang, mungkin dia di panggil entah apa.

"Siska, untuk meeting hari ini kamu batalkan semuanya, saya ada urusan penting!". Ucap nya pada sekertaris nya itu yang di iyakan oleh mbak Siska.

"Dan kamu, urusan kita belum selesai, hari ini kamu boleh kerja seperti biasa!". Kali ini dia menoleh ke arahku sembari meraih jaz hitamnya.

Bersambung