Chereads / Air mataku / Chapter 5 - part 4

Chapter 5 - part 4

"ma, ini kirana!". ucap ansel pada mama nya.

Aku mengulurkan tangan pada wanita itu, lantas dia tersenyum, lalu menyambut uluran tanganku. Kami bersalaman dan kemudian aku mencium tangannya.

"Silahkan duduk na Ana!". Ucapnya padaku. Rupanya dia sudah tahu nama panggilan sehari-hariku. Aku mengangguk dengan sopan.

"Ans anak Tante sering cerita Tentang kamu!". Ucapnya lagi ketika kami sedang duduk sembari melirik ke arah Ansel.

"Ah Mama bisa aja de!". Ucap Ansel dengan sedikit malu.

"Kan memang benar begitu nak, buktinya Mama tahu namanya Ana".

Aku hanya senyum menanggapi interaksi antara kedua nya. Coba saja Mama masih ada, mungkin Aku juga sering cerita padanya. Tapi takdir berkata lain, Mama lebih dulu menghadap yang Maha Kuasa.

"Gak usah sungkan ya nak disini, anggap aja rumah sendiri, trus itu anak tante kalau nakal, tak laporin aja sama tante". Ucap mamanya Ansel.

"Iya tante, Ansel baik kok!". Sambil melirik ke arah Ansel, rupanya yang di puji lagi sibuk sendiri dengan handphone nya.

"Panggil aja Tante Zenith ya sayang, gak usah sungkan!'. Ucapnya lagi

"Iya Tante". Hanya itu jawaban ku. Karena jujur aku benar-benar gugup dan sungkan. Untung Tante Zenith itu banyak pertanyaan juga, kalau tidak mungkin kami akan diam saja.

"Oh iya Ma, Papa kemana kok gak kelihatan?". Tanya Ansel. Memang sejak kami tiba, Papanya Ansel atau Pak Hangga Utomo tidak kelihatan.

"Papa lagi ke bengkel sayang, tadih si jono mogok lagi!". Ucap Tante Zenith dengan ketus. Jono adalah motor antik milik Pak Hangga, aku tahu karena sudah pernah di jemput Ansel dengan motor itu dan Ansel pun memanggil nya Jono.

"Ah haha pantes Mama ku bete banget, ternyata suami tercintanya lagi sama istri kedua!". Ucap Ansel yang membuat Mama nya semakin geram.

Ansel adalah dua orang bersaudara, sang kakak yang gila kerja, nyaris tidak pernah di rumah. Dia lebih suka menghabiskan waktu di kantor untuk kerja. Sedangkan Ansel kekasih ku, berbanding terbalik, dia macam anak rumahan dan itu juga membuat nya lebih dekat pada Mama nya. Sedikit cerita yang di berikan oleh Tante Zenith ketika Ansel pamit untuk mengangkat telepon, katanya dari sang kakak.

Tak terasa sudah hampir sore, artinya aku sudah hampir seharian berada di rumah Ansel. Mamanya yang ramah dan baik membuat ku nyaman berada disini dan lupa waktu.

"Ana sebelum pulang makan dulu ya sayang!". Ucapnya padaku.

"Gak usah Tante, takut Ayah di Rumah cariin".

"Yaa , kalau gitu sering-sering mampir ya ke sini!". Ucapnya dengan sedikit kecewa. Membuat ku tidak enak.

"Iya tante, pasti!."

"Ya udah kami pamit dulu ya ma!". Tiba-tiba Ansel menyela, rupanya dia tidak sabaran sekali.

"Iya kalian hati-hati!".

***

"Selamat pagi, berhubung hari ini kepala Staf Marketing kantor pusat sudah pindah ke sini, maka jabatan yang sempat kosong akan terisi lagi. Saya berharap dengan adanya kepala staf baru Disini, target marketing kita bulan ini akan lebih baik dari sebelumnya, terimakasih ". Ucap Pak Dirgantara ketika kami berada di ruang kerja bagian marketing kemudian pergi lagi.

Ruang kerja kami berada di lantai dua, staf marketing di sini hanya tiga orang, satu perempuan dan dua laki-laki.

Di cabang kenanga ini, tidak dipimpin langsung oleh Pak Dirgantara. Beliau punya orang kepercayaan yang menjabat sebagai kepala cabang. Setahuku.

"Oke, sebelum memulai pekerjaan kita hari ini, ijinkan saya selaku kepala staf marketing untuk memperkenalkan diri.". Laras pun langsung memperkenalkan dirinya pada rekan-rekan kerjanya.

"Hai, nama mu siapa?" Laras menyapa teman kerja perempuan nya, ketika jam istirahat dimulai.

"Hai juga buk, nama saya febry!". Balasnya dengan senyum yang sopan.

"Ah jangan panggil ibu dong, panggil aja mbak atau panggil nama aja, kita mungkin seumuran!" Kataku padanya, karena sungkan juga di panggil ibu.

"Oh iya mau makan di luar gak, kalau mau yuk kita samaan!". Ucapku lagi dengan Febry.

"Yaudah mbak, kita jalan bareng!". Jawabnya lagi sembari berdiri hendak berangkat.

sambil jalan, kami juga bercerita banyak hal dan saling menyapa dengan karyawan lain jika berpapasan.

***

Tak terasa Laras sudah enam bulan kerja di cabang perusahaan. Sekarang Laras sudah pindah kontrakan dan memilih untuk ngekos di dekat kantor barunya itu.

"Pagi Mbak Laras!" . Febry langsung menyapa Laras, ketika sampai di kantor membuatnya sedikit tersentak.

"Ngagetin aja kamu Mbak!". Balasnya

"Hehehe, lagian Mbak kok bengong pagi-pagi si, gak takut kalau ke sambet apa?. Dengan sedikit menyenggol lengan Laras yang berdiri di dekat meja kerjanya.

"Auh!" Laras hanya meringis sesaat, kemudian langsung duduk lesu di kursinya.

"Mbak Laras sakit?, Itu mukanya beneran pucat lo?". Febry kembali bersuara sambil memperhatikan wajah Laras yang sedikit memang terlihat pucat.

"Ah mungkin karena efek begadang aja Mbak!". Dengan sedikit tegang Laras menjawab.

Febry sedikit heran dengan jawaban Laras, pasalnya yang dia tahu Laras nyaris tidak pernah begadang dan dia juga sedikit menangkap raut wajah tegang Laras ketika di tanya.

"Ow iya ini laporan Mingguan kita Mbak, coba di periksa kembali, takut masih ada yang keliru." Febry mengalihkan pembicaraan Sambil menyodorkan map coklat yang berisikan laporan itu.

Karena Laras adalah kepala staf mereka, maka dia hanya akan memeriksa hasil pekerjaan para anggota Nya. masing-masing staf akan mendapatkan bagian mengerjakan laporan mingguan, dan minggu ini adalah bagian Febry.

"Simpan aja dulu Mbak ya, Nanti kalau Pak Ryan sudah datang baru ku ambil. Aku ke toilet dulu". Pak Ryan adalah kepala kantor cabang.

Febry hanya ternganga melihat sikap rekannya itu. Baru sepagi itu, sudah kedua kalinya dibuat bingung dengan sikap Laras. Laras adalah tipe orang yang tidak ceroboh menurut nya, termasuk dalam hal laporan, setiap akan memberikan laporan pada atasan, dia akan memeriksa pekerjaan dari para stafnya dengan sangat teliti, tapi pagi ini benar-benar berbeda.

Karena melihat dari gelagat Laras, Febry sedikit melupakan soal laporan, justru dia jadi panik karena Laras terburu-buru ke toilet.

"Apa Mbak Laras beneran sakit ya?. Ucapnya sambil menggigit ujung jarinya.

Aku susul aja deh, Febry langsung menyusul Laras ke toilet yang terletak di luar dan ujung bangunan lantai dua itu. Dia langsung masuk ke dalam toilet wanita, dia menemukan Laras di depan cermin wastafel dengan muka pucat pasi sedikit menunduk.

"Mbak sakit ya?, Yo Febry antar ke rumah sakit aja!." Ucap Febry sambil mengelus belakang Laras.

"Sebentar juga baik ko mu.... Hoek hoek hoek hoek".belum juga menyelesaikan perkataannya, dia langsung memuntahkan lagi isi perut nya di wastafel itu. Febry hanya mengelus-elus belakang nya sambil sesekali memijitnya.

"Bagaimana udah baikan?. Tanya Febry ketika Laras sudah agak tenang.

"Iya Mbak, udah baikan kok". Jawabnya

"Yakin gak mau ke RS, atau kita ke klinik terdekat aja Mbak" . Febry sangat khawatir dengan keadaan Laras.

"Gak usah Mbak, aku baik-baik aja kok, ini hanya masuk angin, di kasih minyak angin udah baikan juga kok!. Lagi-lagi Laras mengatakan dia baik-baik saja.

"Yaudah, kita kembali ke ruangan aja ya Mbak".

***

Setelah drama pagi itu, kembali mereka fokus ke pekerjaan masing-masing. Namun tidak bagi Laras, ia hanya duduk sambil melamun. Dia memikirkan keadaan nya sekarang. Sudah beberapa hari terakhir dia merasa aneh dengan dirinya sendiri. Kadang dia pengen makan sesuatu yang sebelumnya ia tidak suka tetapi akhir-akhir ini dia mau sekali. Akan tetapi kembali dia teringat kejadian waktu itu.

"Tidak, tidak mungkin!" Laras tersentak dari pikiran nya.

"Apa yang tidak mungkin Mbak?. Apa laporan yang kemarin masih ada yang salah?". Febry yang mendengar ucapan Laras itu lantas bertanya karena ia mengira Laras sedang memeriksa laporan nya.

Namun yang di tanya hanya tersenyum. " Gak kok Mbak, ini aku teringat sama kerjaan di kost saja".

"Oh kirain laporan to Mbak ".

"Laporan nya sudah di Pak Ryan Mbak dari tadih." Saking fokusnya sampai-sampai dia tidak menyadari Laras pernah keluar.

"Ah syukurlah Mbak, oh ya kita makan bareng di warteg depan kan Mbak, ada menu baru lo katanya". Ucap Febry antusias.

"Yaudah kita kesana sekarang, ini udah jam istirahat!".

***

Sesampainya di warteg depan kantor mereka rupanya sudah mulai ramai. Pelanggan disana memang sebagian besar berasal dari kantor yang sama hanya berbeda bagian saja.

"Jadi siapa yang menggantikan posisi Pak Nathan sekarang Mer? . Teman di belakang mereka tiba-tiba berkata pada rekannya yang bernama Mery itu. Mereka masih sekantor dengan Laras dan Febry, hanya berbeda bagian saja.

"Belum tau juga si. tapi gak ada yang gantikan juga gak apa-apa, to kalau Pak Nathan mengundurkan diri kita bakalan bebas." Disambung dengan tawa cekikikan khas tertawa sembunyi-sembunyi oleh mereka.

Deg!.

Laras bak disambar petir di siang bolong mendengar semuanya. Ia masih berharap jika yang di dengarnya adalah hoax semata-mata atau orang yang di maksud bukanlah Nathan yang di kenal nya.

Apa yang terjadi jika seandainya apa yang di pikiran nya saat ini benar-benar nyata dan Nathan justru seolah menghindarinya. Ia sejak kejadian itu Nathan sudah tak pernah menghubunginya lagi. Di kantor jika mereka akan berpapasan, maka dia akan memilih mundur atau pergi. Akan tetapi saat itu tidak terlalu di pikirkan oleh Laras, karena menurutnya, mungkin dia sibuk dan profesionalitas saja sebagai karyawan yang sama.

"Mbak, kok cuma di anggurin tu makanan, ntar ngamuk lo mereka?" Febry memperingati Laras sambil bercanda.

"Eh, aku udah gak selera mbak. Aku duluan aja ini uang ku tolong di bayarin." Laras berdiri dan meninggalkan uang biru di meja.

Laras bukannya pergi ke ruangan nya melainkan pergi ke ruangan Nathan di lantai satu. Ia ingin memastikan sendiri kebenarannya.

"Nathan nya ada Mas?" Tanyanya pada seorang karyawan yang kebetulan baru keluar dari ruangan itu.

Bersambung