Chereads / AIMILIOS by Project Mentari / Chapter 10 - Teka-Teki

Chapter 10 - Teka-Teki

Langit bergemuruh, bintang pun menghilang, hanya ditemani cahaya bulan yang mulai meredup. Seorang gadis cantik menatap langit.

"Ah, sudah malam rupanya."

Gadis tersebut menatap langit dengan sendu. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Bagaimana bisa semuanya justru kacau seperti ini? Virus yang menakutkan telah datang ke dunianya, sedikit demi sedikit ia mulai kehilangan semuanya. Semua orang terdekatnya pun sudah pergi meninggalkannya.

"Apa kabar yah kalian semua?" Ucapnya menatap sang bulan.

Tetes hujan mulai turun ke bumi, seolah-olah merasakan kesedihan yang dialaminya. Gadis itu beranjak masuk ke rumahnya.

"Tidurlah, Kak Ajeng." Ucap Bhatari.

"Iya, ini mau tidur." Ucap Ajeng.

Ajeng merebahkan diri, ia mulai memejamkan mata. Pikirannya berkelana memikirkan banyak hal yang terjadi dalam hidupnya hingga ia jatuh tertidur.

Sebuah ruangan aneh yang berisi cairan kimia hingga peralatan canggih berada di sini.

"Tempat apa ini?" batinnya berjalan menyusuri sekitar.

"Apa aku berada di mimpi seseorang lagi?" batin Ajeng, karena ia tidak hanya sekali melihat atau masuk ke mimpi seseorang.

"Apa ini mimpi Bhatari?" Bingungnya.

Ia terus berjalan, matanya tak berhenti menantap sekitar.

"Apa aku berada di ruang laboratorium?"

"Apa aku masuk ke dalam mimpi seorang ilmuwan?" Lagi-lagi ia bermonolog pada dirinya sendiri.

Ia menatap barang-barang aneh di laboratorium tersebut, barang-barang asing yang membuatnya bingung.

"Apakah tidak ada orang di sini?"

Sampailah ia di tengah-tengah laboratorium tersebut, hingga ia menemukan sosok laki-laki yang mengenakan pakaian berwarna putih yang dihiasi beberapa tombol berwarna dibajunya. Laki-laki tersebut sedang sibuk dengan hal-hal yang dilakukannya, ia menekan tombol berwarna hijau yang melekat pada bajunya.

Ajaib, layar pesergi panjang tiba-tiba muncul di hadapan pria tersebut, ia berkutat dengan hal-hal rumit di depannya. Tangannya begitu lihai mengetikan code rumit yang tak kunjung selesai.

"Merry." Ucap Pria itu.

Sebuah robot berpakaian pelayanan menghampirinya. Ia menunggu sang tuan menyelesaikan perintahnya.

"Ambilkan aku cairan dalam tabung itu."

Robot itu bergegas mengambil cairan yang di perintahkan tuannya. Merry menyerahkan cairan tersebut pada pria berbaju putih.

"Bersabarlah, chip ini akan selesai. Aku pasti bisa menyelamatkan dunia." Ucap pria tersebut optimis.

"Apa yang dilakukannya? Apa yang sedang dibuat oleh pria itu?" Batin Ajeng masih melihat dari kejauhan.

Waktu terus berjalan, hingga pria itu telah selesai dengan hal-hal ajaib yang dilakukannya. Pria tersebuti menekan tombol berwarna biru dengan begitu semangat.

"Selesai" ucapnya, bertepatan dengan itu sebuah benda aneh muncul tiba-tiba. Laki-laki itu menatap benda aneh dengan senyum puas.

Senyum lelaki itu sebagai penutup dari mimpi Ajeng, ia terbangun dengan nafas yang tersengal-sengal.

"Apa yang aku mimpikan tadi? Laboratorium? Seorang Pria? dan benda aneh yang ia ciptakan?"

"Apa maksud mimpi itu?" Ia termenung memikirkannya.

"Kak Ajeng sudah bangun?" Bhatari menatap Ajeng.

"Sudah kok." Ajeng tersenyum tipis, ia menatap Bhatari lekat.

"Kak Ajeng kenapa?"

"Aku mimpi lagi, Tar. Mimpi kali ini aneh," ucap Ajeng dan memikirkan mimpinya tadi.

"Aneh kenapa, Kak? Apa kak Ajeng masuk ke mimpi seseorang lagi?"

"Entahlah, Tar. Aku juga tidak tau apakah aku masuk ke dalam mimpi orang lagi? Kamu kan tau, populasi manusia di dunia ini sudah menipis. Kita saja hanya tinggal berdua, Tar." Ucap Ajeng lesu.

"Tapi kan nggak menutup kemungkinan, Kak. Emangnya mimpi seperti apa?" Ucap Bhatari penasaran

"Aku bermimpi masuk ke ruangan laboratorium yang memiliki peralatan canggih dengan berbagai macam cairan yang tidak aku ketahui. Aku melihat seorang pria yang memiliki postur tubuh tinggi, ia mengatakan bahwa sesuatu yang diciptakan akan menyelamatkan dunia." Pikiran Ajeng berkelana ke mimpi tersebut.

"Menyelamatkan dunia? Apa maksud dari mimpi kak Ajeng?" Beo Bhatari.

"Entahlah, Tar. Bisa jadi itu hanya bunga tidur saja."

"Jika mimpi itu muncul dalam tidur Kak Ajeng, aku sangat yakin jika itu bukan bunga tidur. Kak Ajeng ingatkan dengan ini?" Bhatari memegang tato Ajeng.

"Lalu itu apa? Apa maksud dari mimpiku, Tar?" Ajeng semakin bingung.

"Apa itu pertanda masa depan?" Beo Bhatari.

"Tidak mungkin, Tar. Aku hanya bisa mengendalikan mimpi. Bagaimana mungkin aku bisa melihat masa depan?" Ajeng tak percaya.

"Tapi bagaimana jika itu benar, Kak?" Bhatari mencoba meyakinkan Ajeng.

"Itu tidak mungkin. Sudahlah, aku mau berlatih." Bantah Ajeng dengan nada kesal.

"Bhatari makin lama makin menyebalkan saja. Bagaimana bisa dia berfikir bahwa aku dapat melihat masa depan? Kekuatanku hanyalah melihat dan memasuki mimpi." Batin Ajeng.

Malam telah tiba, dan lagi-lagi Ajeng memimpikan hal yang sama.

"Ini bukanlah kebetulan semata, apakah benar ini pertanda? Apakah benar jika aku bisa melihat masa depan seperti kata Bhatari?"

Ajeng bersiap untuk tidur lagi, tetapi kali ini ia tidak memimpikan hal yang sama. Ia bermimpi berada dalam sebuah kota yang telah mati. Kakinya terus melangkah, ia menatap keselilingnya.

Di depannya berdiri, terlihat sekumpulan orang yang sepertinya sedang berdiskusi penting. Ia melihat sosok pria yang akhir-akhir terus menghantuinya dalam mimpi. Pria yang mengenakan pakaian berwarna putih yang dihiasi beberapa tombol dalam ruangan laboratorium. Tapi kali ini, pria tersebut menggunakan baju yang tertutup rapat dan berdiri di hadapan beberapa orang yang menggunakan pakaian mirip dengannya.

"Apa yang sedang mereka lakukan?" Batin Ajeng dan memusatkan pendengarannya.

"Apa yang harus kita lakukan lagi, Genta?" Ucap seorang wanita

"Tunggu dulu, mengapa wanita tersebut memiliki suara yang mirip denganku?" Batin Ajeng, ia dilanda kebingungan

"Kita masih bisa melakukan cara lain, virus ini harus segera dihentikan." Ucap Pria tersebut

"Bagaimana cara menghentikannya?" Ucap seorang wanita yang memiliki suara mirip dengan Ajeng

"Kalian tidak lupa bahwa aku sangat ahli dalam bidang IT dan sebagainya, kan? aku akan berusaha meneliti virus ini dan membuat sesuatu untuk menghentikan virus ini." Ucap pria tersebut dengan begitu optimis.

"Baik Pemimpin, tidak sia-sia kami menjadikan kamu sebagai pemimpin," ucap beberapa orang tersebut serempak.

'Pemimpin' Jadi pria berpakaian putih yang mengganggu mimpinya akhir-akhir ini adalah seorang pemimpin? Apakah pria itu pemimpin di masa depan? Tanpa sadarAjeng mengeluarkan suaranya dalam mimpinya itu. Ia pantang mengeluarkan suara karena dapat membuat kacau mimpi seseorang.

Tanpa sadar, wanita yang memiliki suara mirip dengannya itu menatap Ajeng. Mereka saling bertatapan, Ajeng seketika dilanda pusing dan mual. Ia seolah di tarik alam bawah sadarnya dan terbangun dari mimpi.

"Ah, harusnya aku tidak berbicara tadi. Jika aku tak berbicara, aku tidak mungkin terbangun dari mimpi. Jadi, apakah pria tersebut seorang pemimpin?" Ia termenung memikirkannya. pikiranya berkelana dan sedikit pusing dengan teka-teki mimpi yang akhir-akhir ini muncul.

"Sepertinya aku harus mendiskusikan mimpi ini dengan Bhatari." Ucap Ajeng.

Ajeng melangkah, ia mencari Bhatari.

"Bhatari, kamu dimana?!" Ia berteriak, namun sang empu nama tak kunjung menyaut.

"Kemana sih tuh anak?" Ajeng celingukan, ia lelah mencari Bhatari. Hingga ia memutuskan untuk berlatih sedikit.

"Loh, Kak Ajeng udah bangun?" Ucap Bhatari.

"Udah, kamu kemana aja? Aku nyariin." Jawab Ajeng

"Tadi kak Ajeng masih tidur, pules banget. Jadinya Tari pergi sendiri, ini Tari abis cari buah-buahan buat makan kita nanti." Ucapnya tersenyum.

"Baiklah, sekarang kamu duduk. Ada yang ingin aku kasih tau ke kamu." Ucap Ajeng sembari menepuk tempat disampingnya.

"Iya, Kak." Ucap Bhatari dan duduk disamping Ajeng

"Aku mimpi lagi." Ucap Ajeng memulai obrolannya.

"Mimpi apa lagi, Kak?" Bhatari menatap Ajeng lekat

"Kamu inget mimpi ku tentang laboratorium dan seorang pria yang menciptakan sesuatu itu?" Bhatari mengangguk.

"Sebenernya kak Ajeng sudah memimpikan itu beberapa kali?" Bhatari menaikan alisnya, menunggu kelanjutan dari perkataan Ajeng.

"Aku sudah memimpikan itu beberapa kali, awalnya aku berfikir kalau itu hanya bunga tidur. Tapi tidak mungkin jika terus memimpikannya, bukan?" Lagi-lagi Bhatari mengangguk

"Lalu tadi malam, aku memimpikan hal yang berbeda. Aku bermimpi melihat beberapa orang berkumpul. Pria yang memakai pakaian putih tersebut adalah pemimpin mereka." Ajeng menarik nafas, ia menatap Bhatari.

"Yang lebih anehnya lagi, beberapa orang yang berkumpul tadi itu ada aku dan kamu, Bhatari." Bhatari menatap Ajeng tak percaya.

"Jadi pria berpakaian putih yang sering Kak Ajeng lihat adalah pemimpin kita? Apakah benar kak Ajeng bisa melihat masa depan?" Bhatari menatap Ajeng lagi dengan pandangan sumringah.

"Sepertinya begitu," ucap Ajeng tidak terlalu yakin.

"Wah, kabar bagus. Kita bisa menghentikan virus ini. Kita bisa menyelamatkan manusia. Ayo kita jemput pemimpin kita, Kak. Dunia ini membutuhkannya. Aku bisa membuka portal untuk menjemput pemimpin baru kita di masa depan, kak." Bhatari begitu semangat.

"Tapi aku tidak tau dia dimana, Tar. Aku hanya mengingat bahwa ia memiliki postur badan tinggi dan memiliki bakat di bidang IT. Aku tidak tau hal lain tentangnya. Penglihatanku terbatas." Ajeng semakin lesu.

"Kita bisa menjelajah melalui portal yang aku buat, aku harap salah satu portal yang sudah aku buat bisa membuat kita bertemu pemimpin. Sembari menunggu Kak Ajeng mendapatkan penglihatan lagi dalam mimpi. Yang terpenting kita sudah berusaha" Bhatari optimis, ia yakin bahwa dunia yang di huninya dapat selamat.

Ajeng selalu menunggu malam tiba, ia berharap dapat memimpikan tentang pria itu. Tetapi akhir-akhir ini ia tak memimpikan apa pun, ia sudah mulai putus asa. Kali ini ia mencoba tidur saja, ia tak begitu mengharapkan memimpikan pria itu lagi. Tapi justru ia memimpikan sesuatu, ia berada di atas gedung-gedung pencakar langit. Di depannya berdiri seorang pria yang terlihat putus asa. Pria tersebut menatap langit, ia berteriak dan mengatakan bahwa Tuhan tak adil dalam hidupnya. Ia menatap sekeliling, kakinya berada di atas pembatas tersebut.

"Lebih baik mati aja." Ucapnya seraya menjatuhkan diri dari atas gedung.

"Aaaaaaaaaa". Ajeng terbangun dengan keringat bercucuran. Pria yang selalu menghantui mimpinya terlihat putus asa dan berniat bunuh diri.

"Bhatari, bangun. Kita harus bergegas." Ajeng membangunkan Bhatari dengan panik.

"Ada apa, Kak?" Ucap Bhatari dengan wajah bangun tidurnya

"Kak Ajeng bermimpi, pria itu akan bunuh diri. Kita harus bagaimana?" Ucap Ajeng panik.

"BENARKAH?!!" Bhatari kaget. Nyawanya sudah kumpul sekarang.

"Benar, kita harus melakukan sesuatu agar ia tak bunuh diri." Ucap Ajeng

"Kita harus menjemputnya. Apakah kamu tau di mana ia berada?" Ajeng mengangguk. Ia sudah tau harus kemana. Ia melihat penglihatan dimimpinya itu.

"Baiklah, ayok bersiap dan menjemput pemimpin masa depan. Ia tak boleh mati, bagaimana pun hidupnya sangatlah berharga." Ucap Bhatari dan bersiap-siap membuat portal sesuai dengan instruksi Ajeng.