Proses kehidupan memang tidak ada yang tau, keberuntungan, kekayaan sampai ada yang berusah payah untuk yang mengejar impian yang diimpikan. Mengekspetasikan sesuatu merupakan hal yang lumrah oleh semua orang, namun rantai tersebut menimbulkan banyak rasa kekecewaan, putus asa sampai memimpikan untuk bunuh diri karena tak sesuai apa yang diharapkan. Setelah lulus dari sekolah, Genta ingin sekali mendapatkan beasiswa ke luar negri, namun karena sebelumnya ia gagal mengikuti lomba inti, harapannya langsung runtuh seketika dan ia menyayangkan hal itu. Karena sahabatnya merasa sangat putus asa, Kinan berinisiatif untuk mencari beasiswa lain namun dengan kemampuan yang Genta kuasai dan masih bisa di jangkau.
"Nta, udahlah yang lalu biarlah berlalu, lu kan tau apa yang lu inginin tu ngga bakal semuanya terkabul." Pinta Kinan dengan cemas.
"Ta- tapi kan lu tau, Nan. Gue pengen banget dapet tuh beasiswa!!" Jawab Genta dengan nada tinggi.
"Ssttt, diem!! Mending lu tenang dulu, percuma kalo lu overthinking yang ada lu makin jatuh sakit, kasian badan lu!" Bentak Kinan agar emosi Genta mereda.
Setelah diam sejenak, akhirnya mereka berdua berada dalam kondisi stabil dan saling mengungkapkan pendapatnya.
"Gimana? Udah mendingkan kan ya?" Tanya Kinan penasaran.
"Udeh, udeh iya maap ngga tak ulangin lagi." Sahut Genta.
"Gitu dong, nih gua ada info beasiswa di kota sebelah dan itu lumayan cocok buat keahlian lu." Kinan sambil menyerahkan gawai yang berisikan informasi beasiswa kampus Kalingga dengan kemampuan yang diidam-idamkan oleh Genta. Menurut informasi yang tertera, persyaratan yang diharuskan oleh tiap calon mahasiswa baru wajib sudah pernah mengikuti lomba IT dengan membuat beberapa program di portofolionya. Karena info tersebut Genta sampai beranjak dan lompat kesana kemari bak anak kecil. Melihat sahabatnya senang seperti itu Kinan akhirnya merasa tenang dan tidak perlu khawatir kembali akan masa depannya.
Setelah beberapa hari mempersiapkan diri mulai dari pemberkasan, administrasi, seleksi bersama dan tahap-tahap lain yang begitu panjang, akhirnya Genta berhasil memperoleh beasiswa tersebut. Beasiswa Kalingga sendiri merupakan salah satu beasiswa yang ketat dalam persaingan namun mengedepankan kemampuan calon mahasiswanya, apabila ada kekurangan sedikit pun dalam tahap-tahapnya, camaba langsung cut off alias tidak bisa mengikuti tahap selanjutnya. Namun karena keberuntungan dan kemampuannya, Genta berhasil masuk di kampus tersebut dan memperoleh peringkat ketiga dari 100 camaba. Mendengar kabar tersebut kedua orang tuanya sangat bersyukur karena dengan hal tersebut mereka tak perlu memusingkan biaya kuliah yang tinggi dan harga kebutuhan semakin tinggi. Selain itu, Kinan juga berhasil masuk ke Kalingga dengan jalur prestasi lain dengan peringkat 1.
"Akhirnya aku bisa lanjut ke impianku dulu." Pinta Genta dengan senyumnya yang merekah.
Lancar tanpa ada hambatan mungkin sudah menempel pada diri Genta. Ketika ia sudah beberapa semester di Kalingga, ia selalu menjadi bahan cibiran dan sindiran oleh seniornya. Hal itu dikarenakan Genta sudah menjadi anak emas beberapa dosen, sehingga membuat beberapa seniornya terlanjur benci padanya.
"Lama-lama tuh bocah makin menjadi ya ges, apa kita beri pelajaran aja? Gua muak liat dia caper sama dosen-dosen." Sahut salah satu senior dijurusannya.
"Tapi apa dong, dia selalu sibuk sama urusannya dan tiap kali liat tuh dia nempel banget sama beberapa dosen, apalagi sama Kepala Prodi kita." Tanya dengan bingungnya.
"Gimana kalo kita cegat aja dijalan pas dia pulang, kita cepuin dia. Kalo masih ngeyel kita hajar aja" Dengan antusias salah satu senior itu.
"Boleh tuh, nanti lusa kita ceng cengin dia biar dia kapok dan sadar diri sama kelakuannya." Mereka pun merencanakan hal tersebut dengan matang, dengan mengumpulkan beberapa teman seangkatan mereka demi menyingkirkan Genta.
"Nta, lu besok keknya pulang sendirian dah. Soalnya gua mau ada agenda rapat Kompetisi Bahasa Inggris yang bentar lagi diadain sama pihak prodi, ngga papa kan?" tanya Kinan cemas, pasalnya ia selalu pulang bersamanya dan merasa khawatir kali ini karena dia punya firasat apabila Genta sendirian akan terjadi hal buruk padanya.
"Tenang aja, Nan. Lu kalem aja. Gua juga udah mulai terbiasa kuliah disini dan prodi lu jauh juga dari prodi gua, jadi tenang aja." Jawab Genta sambil menenangkan Kinan.
"Bener ye? Langsung pulang aja kalo dah selesai jangan keluyuran lagi," tanya Kinan kembali.
"Iye, iye lu ko berasa jadi bokap gua. Hiyaaa" goda Genta.
"Anjirr, diem atau gua tonjok tu muka lu!" Kinan jadi terbawa emosi.
"Etdah canda gua, serius amat jadi orang, bikin santuy napa?"
"Dah-dah, gua mau tidur. Besok gua berangkat pagi buat briefing dulu sama anak-anak himpunan sebelum kuliah."
"Yee, gua malah di tinggal tidur, nggak asik lu nan."
Firasat Kinan tak pernah sekali pun meleset ketika saat olimpiade yang diikuti oleh sahabatnya, ia akan memperkirakan apa yang akan terjadi, dan pada saat kompetisi berlangsung apa yang dikhawatirkan benar-benar terjadi. Begitu pula firasat yang sekarang dirasakan oleh Kinan bahwa Genta sudah babak belur oleh bekas pukulan beberapa orang.
"GENTA!!" teriak Kinan sambil menghampirinya. Ia sudah terlanjur terlambat karena jadwal kegiatan yang sangat padat. Ia segera menggendong Genta dan bergegas menuju klinik kampus, Ia tak peduli dengan pandangan orang lain yang heran dan cemas melihat darah yang berlumuran dari wajah Genta, yang ia pedulikan hanya keselamatannya.
"Liat dia tuh, dah saatnya kita maju." Sahut komando senior yang berperawakan teladan namun memiliki sifat licik dan penuh dengan misteri. Gerry namanya. Mahasiswa tingkat tiga namun sudah menjadi ketua himpunan jurusannya, karena prestasinya dan persaingan yang tidak sehat membuatnya menjadi mahasiswa peringkat nomor 1 dan diidam-idamkan oleh semua mahasiswi dikampusnya.
"Ayo gas! Kita buat tanda yang banyak dibadannya biar ngga berulah lagi tu bocah." Jawab anak buah Gerry.
Dengan beramai ramai mereka membuntuti Genta, dengan sigap kedua senior tersebut memegang tangan Genta dan menyeretnya langsung ke tempat yang sepi dan tidak banyak orang yang tahu. Genta sontak kaget dan bingung dengan apa yang terjadi padanya.
"Bang, ini ada apaan dah? Kok gua di bawa mari, emang gua salah apa?" tanya Genta dengan cemas, pasalnya ia merasa tak mengusik siapa pun dan tak mencari musuh, namun apa daya hal yang sepele di mata Genta bisa menjadi berarti bagi orang lain terutama Gerry.
"Salah apa lu nanya? Salah lu banyak an****!!" teriak Gerry sambil menghampiri Genta.
"Bang Gerry? Bang ini bercanda kan bang? Ini prank kan ya?" Genta semakin bingung dibuatnya, karena sosok Gerry menjadi salah satu panutan dan motivasi ketika Genta memasuki perkuliahan di Kalingga. Sosok pemimpin yang cerdas, patuh, disiplin dan terpandang kini mulai runtuh perlahan dihadapannya. Bingung, kecewa dan perasaan lain mulai bercampur aduk, tatapan Genta mulai kosong tak berongga, teriakan Gerry dan kelompoknya sudah tak terdengar olehnya. Pukulan melayang pun tak ia rasakan, Genta seolah jadi mayat hidup karena saking shocknya. Pukulan bertubi-tubi ia dapatkan namun rasa sakitnya ia tak pedulikan sampai tubuhnya terhempas ke tanah dan membuatnya pingsan. Melihatnya terkapar berdarah pingsan Gerry dan kelompoknya bergegas pergi meninggalkannya seorang diri, ia tak peduli dengan kondisinya yang terpenting rasa puasnya sudah terpenuhi. Selang beberapa menit setelah kepergian Gerry, Kinan merasakan hal yang tidak beres dan bergegas menghampiri lokasi Genta berada. Setelah kesibukan berakhir, ia mencoba menelepon Genta beberapa kali namun tak kunjung ada respon darinya sehingga Kinan memutuskan menuju lokasi yang ia pasang di aplikasi Genta. Benar saja, ketika ia sampai di lokasi, Genta sudah terbaring pingsan dalam kondisi muka penuh memar dan berdarah. Setelah bergegas membawanya, perawat yang berjaga di buat oleh mereka berdua, pasalnya klinik kampus jarang sekali dikunjungi oleh mahasiswa.
"Ada apa dengan temanmu mas?" Tanya perawat itu.
"Ngga tau bu, saya tadi habis kegiatan kampus tapi prasaan saya ngga enak, jadi saya langsung cari dia, setelah ketemu malah kaya gini."
"Cepat baringkan dia. Tunggu sebentar ya, saya akan segera kembali bersama dokter Prakas." Pinta perawat tersebut sambil meninggalkan mereka.
"Apa yang gua bilang bener kan! Lu nya aja yang bego! Ini gua harus ngapain, apa harus hubungin nyokap bokap lu atau gimana dah." Kinan semakin bingung apa yang harus dilakukan ketika sahabatnya berada di posisi yang sama seperti sebelumnya. Saat mendengar kabar Genta dulu, orang tua genta syok dan membuat salah satu mereka pingsan, sehingga Kinan masih maju mundur harus bagaimana ini.
"Permisi nak, bapak akan periksa dia dulu ya." Dokter bergegas memeriksa Genta dan segera membersihakan luka-luka yang ada padanya. Sudah banyak kapas yang terpakai, Genta kini bersih dari lukanya namun belum sadarkan diri, dokter sudah menyuntikan infus dan mengatakan kepada Kinan untuk tetap tenang tak perlu khawatir, karena kondisi Genta sudah lebih stabil dibandingkan dengan sebelumnya. Dokter pun segera meninggalkan mereka beserta perawat untuk tetap memantau kondisi dan perkembangan Genta.
Berjam-jam sudah terlewati, senja sudah berlalu sejak lama. Kampus Kalingga termasuk kampus yang buka 24 jam dengan keamanan yang ketat, sehingga kasus-kasus yang berkaitan dengan mahasiswa jarang sekali terjadi, namun kali ini mereka kecolongan akan kasus Genta. Lokasi mereka membawa Genta di luar kampus sehingga hal tersebut di luar tanggung jawab kampus.
Kejahatan tetaplah kejahatan, kabar mengenai pengeroyokan yang dilakukan Gerry akhirnya menyeruak keluar dengan sendirinya, berkat video viral yang di upload oleh anonim di laman tiktok. Pihak kampus segera bertindak akan aksi tersebut, surat skorsing dilayangkan kepada mereka yang bersangkutan dengan durasi 1 minggu lamanya. Walau pun singkat, namun di saat kondisi tersebut Genta berusaha semaksimal mungkin untuk pulih dan segera mendaftarkan diri mengikuti lomba jurnal internasional. Proses administrasi hingga hari pelaksanaan sudah ia lewati, kini Genta dan timnya sudah memasuki tahap presentasi akhir dari jurnal mereka. Gerry yang sudah mendengar kabar ini, semakin ingin menghancurkan Genta, ia memerintahkan orang untuk membuang semua berkas yang dimiliki Genta untuk perlombaan nanti.
Benar saja, ketika Genta berkemas untuk berangkat dari kos, berkas yang sebelumnya berada di dalam tas dan laptop hilang. Panik, cemas, tergesa-gesa kini menghantam dirinya.
"Apaan lagi ini Anjirr!! Kemane data-data gua?!!" Teriak Genta hingga membuat Kinan kaget dalam lamunannya di toilet. Ia bergegas beranjak keluar dan menanyakan apa yang terjadi pada sahabatnya itu.
"Heh! Lu ngapain pagi-pagi teriak, ganggu tetangga aja lu!" bentak pelan Kinan.
"Ini loh, Nan. Lu liat berkas gua di tas nggak? Masa ya nggak ada, perasaan kemarin dah gua masukin dalem tas dah." ucap Genta dengan kebingungannya.
"Inget-inget dulu, lu kemaren habis kemana dan ngapain aja, rewind dulu." jawab pasti Kinan.
"Gua habis diskusi sama tim gua di pendopo kantin kampus, dan udah selesai tuh." Genta dengan yakin. Tapi sesaat meyakinkan diri, ia teringat kembali ketika selesai diskusi. Genta meninggalkan barang-barangnya di pendopo ketika di panggil dosen untuk berdiskusi sejenak, disitulah mereka melancarkan aksinya dengan memberikan obat pencuci perut yang mana membuat orang meminumnya diare mendadak. Benar saja, setelah kembali dari percakapan bersama dosennya, Genta tiba-tiba melilit dan langsung bergegas pergi ke toilet. Pada saat yang sama, orang suruhan Gerry dengan sigap mengambil dan menghapus semua file yang berkaitan dengan perlombaan yang nantinya diikuti oleh Genta.
"Apa ada yang sentimen sama gua ya, Nan? Bang Gerry juga masih diskors, masa iya dia bisa masuk kampus buat nglakuin ginian."
"Lu mana tau kan ya, sebenci-bencinya orang bisa nglakuin apa aja buat lancarin tujuannya."
"Tapi masa iya dah?" ujar Genta dengan ragu.
Nasi sudah menjadi bubur, berkas dan file yang Genta persiapkan matang-matang kini sudah bersih tanpa sisa, Genta merasa tak enak hati dengan timnya, tanggung jawab yang seharusnya ia emban kini berubah hancur total. Beribu kali minta maaf ia ucapkan kepada mereka dan dosen pendampingnya atas kelalaian yang ia perbuat. Namun dengan ikhlas mereka merelakan kesempatan emas yang seharusnya didapatkan, karena kesialan dapat datang kepada siapa saja tanpa pandang bulu.
Semenjak kejadian tersebut, Genta mulai mawas diri dan tetap waspada dengan lingkungannya terutama kepada seniornya yang sudah habis masa diskors. Masa-masa perkuliahannya sudah mulai berubah menjadi tenang, dan Gerry bersama teman kelompoknya kini sudah selesai urusan dengan Genta, karena masa perkuliahan sudah habis dan segera melakukan sesi kelulusan mereka. Genta dan Kinan pun telah memasuki masa praktik di perusahaan yang mereka tentukan masing-masing, beruntungnya Genta mendapat persetujuan untuk magang di salah satu kantor yang selama ini ia dambakan.
Tugas pertama yang diberikan perusahaan untuk Genta adalah membuat sebuah aplikasi penampung data pasien yang bisa diakses oleh semua orang dengan menggunakan gawai ataupun mesin yang disediakan oleh perusahaan di kabin depan rumah sakit yang mana hal tersebut akan memudahkan beberapa orang mengetahui nama pasien, lokasi kamar, kondisi pasien dan beberapa hal lainnya dengan hanya memasukkan NIK dan nama orang tua saja. Setelah awal beroperasi, alat dan aplikasi yang dibuat oleh Genta sukses besar, respon yang diberikan oleh kerabat pasien di rumah sakit sangat senang dengan kehadiran aplikasi tersebut, mereka berpendapat dengan aplikasi tersebut, mereka bisa memantau kondisi keluarganya secara realtime sehingga rasa khawatir berkurang.
"Terima kasih atas respon positf yang diberikan bapak ibu sekalian, saya sangat bersyukur dengan hadirnya aplikasi yang saya buat ini bisa memberikan manfaat bagi banyak orang terutama keluarga pasien. Semoga kedepannya akan ada penambahan fitur yang bisa menambah kemudahan dalam hal mengakses kondisi pasien," ucap Genta dalam pidato persembahan yang ditayangkan televise nasional. Namanya kini dikenal sebagai pemuda revolusi, di umurnya yang masih kepala dua ia berhasil membuat perubahan cukup signifikan di dunia teknologi terutama bidang kesehatan.
Kesuksesan Genta menyebar dengan cepat, dan membuat rekannya tertarik padanya. Selain masih muda, Genta termasuk orang yang belum pernah merasakan yang namanya romansa. Sibuk, serius, dan terlalu fokus membuatnya jarang di dekati perempuan, namun kali ini berbeda. Perempuan satu ini terpesona oleh karisma yang dipancarkan oleh Genta dan jarang dimiliki oleh orang lain. Ia beranjak dari kursi kantin perusahaan dan duduk di meja yang sama.
"Genta kan?" Sahut perempuan itu.
"Iya, siapa ya?" tanya Genta, karena baru kali ini ia melihatnya di kantor, karena perusahaan Genta bekerja terdiri dari banyak divisi sehingga banyak pula orang-orang yang asing bagi Genta, termasuk perempuan satu ini.
"Kenalin, aku Gigi dari divisi marketing sekaligus punya tanggung jawab promosiin aplikasi kamu dibeberapa media sosial dan lainnya." Jawab perempuan itu dengan percaya diri.
"Wah, jadi kamu ya yang bertanggung jawab atas promosi aplikasi yang aku buat, terima kasih ya sebelumnya. Baru tau kalo yang bertanggung jawab atas iklan promosi aplikasi aku perempuan secantik kamu." Genta dengan kelepasan goda perempuan itu. Geli dan kaget tiba-tiba menyeruak kedalam dirinya. Pasalnya belum pernah sama sekali ia bertingkah demikian.
Dari jauh sosok lelaki memantau Genta dan Gigi, perlahan ia melangkah menghampiri mereka. Ia segera memandang Genta dengan pandangan sinis dan dengan segera melayangkan pukulan besar tepat diwajahnya. Genta terpental jauh dengan menabrak beberapa meja kantin. Rasa sakit yang dirasakannya mengingatkan kembali trauma ketika dikampus.
"Ma-Mahesa, kenapa lu ada disini? Tanya heran Genta.
"Udah ngga usah banyak nanya, sekarang lu ikut gua dan selesaiin urusan yang belum kelar." Mahesa segera menarik dan menyeretnya, karyawan lain melihatnya dengan tatapan biasa, karena ternyata perusahaan yang Genta tempati merupakan perusahaan milik orang yang Mahesa kenal yang sudah beroperasi cukup lama.