Alexandra hanya bisa diam terpaku di tempatnya berdiri. Ia sama sekali tidak menyangka jika pemuda yang bertengkar dengannya adalah CEO ini.
'Sial,' gumam Alexandra dalam hati.
"Kau mau terus berdiri di situ sampai besok? Silakan duduk ... Nona-"
"Alexandra," sahut Alexandra dengan cepat.
Gadis itu pun mulai menguasai dirinya dan berjalan dengan perlahan lalu duduk di kursi di hadapan Ethan.
Jika saja memiliki jurus menghilang ingin rasanya Alexandra pergi jauh dari tempat itu. Tetapi, ia sangat membutuhkan pekerjaan ini. Jika ia sudah bekerja, Andini- ibunya tidak perlu lagi bekerja sebagai wanita malam.
"Fresh graduate ... usia dua puluh tiga tahun. Sarjana S1 administrasi perkantoran Universitas Indonesia. Cumlaude ... wow! Kau minta gaji berapa sebulan jika diterima bekerja di sini?" tanya Evan sambil menatap tajam ke arah Alexandra.
"Saya minta enam juta rupiah perbulan, Pak," jawab Alexandra tanpa ragu.
Mendengar jawaban Alexandra, tawa Evan pecah seketika.
"Enam juta rupiah? Apa jaminannya jika kau bisa bekerja dengan baik?" tanya Evan.
"Bapak bisa melihat nilai-nilai saya. Rata-rata A, bukan. Dan saya jamin jika saya tidak hanya menguasai teori dengan baik tapi juga prakteknya, Pak. Anda tidak akan pernah menyesal memberi saya gaji sebesar itu."
"Bagaimana jika kau ternyata tidak bisa bekerja?" tanya Evan sambil mengetuk-ngetukkan tangannya di atas meja.
"Bagaimana jika kita coba dulu selama satu bulan? Jika dalam satu bulan Anda tidak puas dengan hasil kerja saya, Anda cukup membayar transportasi saya saja sebesar satu juta lima ratus ribu rupiah."
Evan tersenyum, ia mecondongkan wajahnya ke depan. Ia menatap wajah Alexandra dari dekat selama beberapa saat. Kemudian ia pun mengedipkan mata dan mengulurkan tangannya.
"Baik, deal. Sekarang kau ke ruang HRD dan berikan surat ini kepada ibu Diana. Besok, kau harus sudah masuk kantor pukul delapan pagi. Nanti ibu Diana akan memberi tahu apa saja tugas-tugasmu," kata Evan.
Alexandra menyambut uluran tangan Evan dan setelah itu ia pun segera melangkah keluar dengan wajah yang ceria. Sementara Evan sendiri langsung mengangkat telpon dan memberikan perintah kepada seseorang.
"Cari tahu semua tentang keluarganya dan beri kabar kepadaku. Aku mau semua hal sampai yang terkecil tentang Alexandra Sanjaya Putri," kata Evan lalu menutup telepon.
Sementara itu Alexandra langsung menujuke ruang HRD untuk memberikan surat dari Evan kepada wanita cantik bernama Diana.
"Ini rupanya sekretaris Pak Evan yang baru. Semoga saja betah, ya," kata Diana dengan ramah.
"Terima kasih banyak, Bu."
"Saya berharap kamu bisa bekerja dengan baik. Tugasmu seperti tugas sekretaris pada umumnya. Tapi, sebagai tambahan ... setiap pagi ketika Pak Evan datang kamu harus menyiapkan kopi dan roti bakar rasa coklat atau keju. Pak Evan tidak suka jika sekretarisnya telat dan juga kau harus selalu siap kapan pun Pak Evan membutuhkan bantuanmu. Jadi, tidak boleh matikan ponsel."
Alexandra terdiam, 24 jam? Apa tidak salah?
"Maaf, Bu ... harus selalu siap dua puluh empat jam? Jika saya sedang tidur?"
Diana tertawa kecil. "Kau bisa tidur saat Pak Evan tidur. Tenang saja, beliau juga bukan orang yang tidak tau aturan. Beliau selalu menghargai jerih payah setiap karyawannya. Hanya saja memang hanya orang yang istimewa yang bisa bekerja dengan beliau. Saya harap kau adalah orang yang istimewa. Jujur saja, kau adalah sekretaris kelima di bulan ini. Empat sekretaris sebelum dirimu hanya bertahan paling lama seminggu saja."
"Seminggu?" kata Alexandra mengulangi perkataan Diana.
"Iya. Jadi, saya tegaskan di awal saja. Jika kau merasa tidak sanggup lebih baik mundur saja. Jujur saya lelah mencarikan pak Evan sekretaris."
Alexandra menghela napas panjang dan mengembuskannya perlahan.
"Saya sangat membutuhkan pekerjaan ini, Bu. Saya rasa saya sanggup untuk menghadapi Pak Evan," jawab Alexandra sambil tersenyum.
Diana memerhatikan gadis di hadapannya. Ia mencoba untuk menilai gadis itu. Dari sorot matanya Diana melihat ada sesuatu yang berbeda dari Alexandra dan feelingnya kali ini baik. Ia berharap jika Alexandra bisa bertahan dan bekerja dengan baik. Juga bisa menaklukan keangkuhan Evan. Rasanya lelah juga jika seminggu sekali harus membuka lowongan pekerjaan sebagai sekretaris.
"Besok sudah harus ada di kantor sebelum pukul delapan. Pak Evan biasanya pukul delapan sudah tiba di kantor."
"Baik, besok saya akan datang tepat waktu."
"Ingat apa saja tugasmu, kan?" tanya Diana meyakinkan. Alexandra menganggukkan kepalanya .
"Ibu jangan khawatir, saya meminta gaji yang cukup besar pada Pak Evan dan saya tentu akan bekerja dengan sebaik-baiknya sesuai dengan apa yang saya minta," jawab Alexandra dengan tenang.
Diana memicingkan mata dan sedetik kemudian tersenyum manis.
"Saya percaya."
Alexandra pun pulang ke rumah dengan perasaan gembira. Dan saat ia sampai di rumah tampak Andini sang ibu sedang sibuk menyiapkan makan siang.
"Kamu udah pulang, Lexa?"
"Iya , Bu. Ibu masak apa?"
"Sayur asem kesukaanmu. Bagaimana, kamu berhasil mendapatkan pekerjaan?"
Alexandra tersenyum dan memeluk Andini dengan hangat. Gadis itu mencium pipi sang ibu kemudian menganggukkan kepalanya perlahan.
"Mulai besok aku sudah masuk kerja, Bu," jawab Alexandra dengan bahagia. Andini tersenyum dan mencium dahi Alexandra lalu mencubit hidung sang anak.
"Selamat, Sayang. Kamu bekerja sebagai apa dan di mana?" tanya Andini.
"Aku diterima sebagai sekretaris di LA RUE INTERNATIONAL COSMETIC, Bu."
Andini terdiam, mendengar nama LA RUE membuat dadanya terasa sesak.
"LA RUE?"
"Iya, Bu. Ibu tau tidak aku minta gaji berapa? Di atas lima juta rupiah, Bu," kata Alexandra dengan mata berbinar.
"Apa tidak ada tempat lain, Nak?" tanya Andini.
Alexandra menatap Andini sambil mengerutkan dahinya.
"Bu, LA Rue itu perusahaan yang cukup besar, Bu. Banyak orang yang ingin bekerja di sana. Aku termasuk beruntung bisa bekerja di sana, Bu. Ibu kan tau sendiri jika aku sudah lama mencari pekerjaan. Kenapa sih, Bu?"
Andini menghela napas panjang, ada sesuatu yang tidak bisa ia katakan kepada Alexandra selama ini. Dan ini ada hubungannya dengan La Rue.
"Di sana kan perusahaan besar, Nak. Apa kamu punya pakaian? Maksud Ibu ...."
Alexandra tersenyum mendengar alasan Andini. Ia langsung memeluk Andini dengan erat.
"Nggak apa-apa, Bu. Nanti aku cicil membeli pakaian yang layak. Sementara waktu aku akan memakai pakaian yang ada saja dulu."
"Apa perlu ibu kasbon pada mami Carla?"
"Jangan! Aku bekerja supaya ibu bisa cepat keluar dari tempat itu. Aku nggak mau ibu bekerja di sana lagi," jawab Alexandra dengan tegas.