Sebenarnya, Evan mendengar perkataan Estella kepada Alexandra. Dan ia merasa tidak tega sekretarisnya dihina seperti itu. Ia tau bagaimana kehidupan Alexandra melalui orang yang ia perintahkan untuk menyelidiki keluarga gadis itu. Dan, Evan tidak heran jika memang penampilan Alexandra jauh berbeda dengan Estela yang notabene anak orang kaya.
"Kenapa bengong di situ? Ayo masuk!" kata Evan demi melihat Alexandra yang hanya diam di depan pintu masuk.
"Saya masuk juga?"
Evan berdecak kesal dan langsung menarik tangan gadis itu untuk masuk ke dalam. Saat mereka masuk, pemilik butik yang kebetulan sedang duduk di meja kasir langsung menghampiri Evan.
"Evan, sama siapa? Mamimu mana? Tante di sini lagi tunggu mamimu, loh."
Evan hanya tersenyum dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal lalu menoleh ke arah Alexandra.
"Tante, ini Alexandra. Dia sekretaris saya yang baru. Apa Tante bisa membantu untuk mencarikan beberapa stel pakaian kerja, dress pesta dan juga beberapa baju santai juga tas, aksesoris dan sepatu yang cocok?" tanya Evan.
Mendengar permintaan Evan, Alexandra jelas langsung melotot kaget. Dengan cepat ia pun menarik tangan Evan untuk menjauh.
"Pak, saya nggak punya uang buat bayar. Saya juga nggak mau nanti gaji saya dipotong," kata Alexandra panik.
Tawa Evan meledak seketika membuat kedua pipi gadis itu memerah karena malu dan juga panik.
"Ini fasilitas kantor. Kau tidak perlu membayar, jadi diam saja dan menurut. Ini perintah!"
Pemilik butik yang bernama Natasha itu hanya tertawa kecil. Ia dan Liliana ibunda Evan adalah teman dekat dan dia tau betul jika Evan selama ini belum mendapatkan jodoh. Dan melihat gerak gerik Evan, Natasha sangat yakin jika gadis yang saat ini tengah bersama Evan pastilah gadis yang istimewa di mata anak sahabatnya itu.
Wanita yang elegan itu pun menghampiri keduanya.
"Kau belum memperkenalkan Tante sama temanmu ini, Van," kata Natasha hangat sambil merangkul Alexandra.
"Em ... nama saya Alexandra, Bu."
"Jangan Ibu, dong. Saya berasa udah tua banget kalo dipanggil ibu. Panggil tante aja seperti Evan. Pakaian apa saja, tadi, Van? Biar Tante pilihkan untuk Alexa."
"Tolong sepuluh pakaian kerja, sepuluh gaun malam dan juga gaun resmi tapi santai. Juga sepatu yang cocok dan tas serta aksesorisnya Tante. Scraff, kalung, semuanya. Termasuk juga dompet. Saya nggak mau nanti kolega bisnis saya mengira kalau saya nggak perhatian sama sekretaris saya."
Natasha tersenyum, ia melirik pada penampilan Alexandra saat ini. Memang jauh dari kata menarik meski wajah gadis itu cukup cantik dan menarik.
"Baik, Tante akan pilihkan. Yuk, ikut Tante," ajak Natasha pada Alexandra. Dan dua jam kemudian, Alexandra sudah menenteng banyak sekali pakaian, tas, sepatu dan aksesoris.
Belum puas dengan semua itu, Evan meraih sebuah dress cantik berwarna biru dan menyerahkannya kepada Alexandra.
"Ganti pakaianmu yang sekarang dengan yang ini, lalu tinggalkan tasmu di sini. Masukkan semua isi dalam tas mu ke tas yang ini. Ganti juga sepatumu dengan sepatu yang aku pilih," kata Evan.
"Tapi, Pak ... ini kan sudah banyak sekali, sa-"
"Ini perintah! Cepat kerjakan," kata Evan.
Mau tak mau Alexandra pun mengikuti perintah atasannya itu. Dan saat ia keluar dari ruang ganti, mata Evan tak berkedip menatapnya. Ternyata memang apa yang kita pakai akan sangat berpengaruh sekali. TIdak ada lagi itik buruk rupa yang tadi masuk ke dalam butik. Saat ini penampilan Alexandra tampak sangat elegan dan berkelas sekali.
"Wah, cantik sekali. Kalian kalau tante lihat cocok loh, apa memang kalian sedang pendekatan?"
"Siapa yang sedang pendekatan? Van, ini siapa? Cantik banget deh."
Evan dan Natasha menoleh ke belakang dan wajah Evan pun terlihat panik saat melihat siapa yang datang.
"Hai, Li. Ini loh anakmu. Ini Alexandra sekretarisnya Evan. Evan sedang antar dia belanja di sini," kata Natasha.
Liliana tersenyum penuh arti dan langsung mengulurkan tangannya pada Alexandra.
"Liliana. Saya maminya Evan. Sudah lama menjadi sekretaris Evan?"
"Baru hari ini, Nyonya," jawab Alexandra dengan sopan. Namun, LIliana langsung mengerutkan dahinya.
"Nyonya? Aduh, kok saya berasa tua sekali. Panggil saya Tante saja. Nat, kau masukkan saja semua tagihan Alexandra ke dalam tagihanku, ya. Biar aku yang bayar," kata Liliana.
"Eh, nggak usah, Ma. Ini udah Evan bayar semua," kata Evan.
"Bener, Nat?" tanya Liliana.
"Iya, dia udah bayar, kok."
"Ya udah kalau gitu, nanti malam bawa Alexandra ke rumah. Mama nggak mau dengar alasan."
"Tapi, Tante ... saya belum izin kepada ibu saya di rumah," jawab Alexandra dengan cepat. Ia tidak mau ibu dari bosnya ini mengira jika ia dan Evan memiliki hubungan.
"Ya sudah, nanti malam Evan sekalian meminta izin kepada ibumu. Tante tunggu di rumah."
Evan dan Alexandra saling pandang, sementara Liliana melenggang sambil menggandeng tangan sahabatnya menuju lantai atas butik itu.
"Kita pulang," kata Evan kepada Alexandra. Ia pun membantu Alexandra membawa barang belanjaan yang cukup banyak itu ke mobil. Tak lupa ia pun membuang tas dan pakaian lama milik Alexandra ke dalam tong sampah tanpa bisa dicegah.
"Kita ke kantor, Pak. Tapi, sebelumnya kita mampir dulu ke restoran siap saji. Ada yang kelaparan sejak tadi soalnya," kata Evan. Pak Soleh langsung mengangguk dan dengan cepat ia pun mengemudikan kendaraan menuju ke kantor.
Tak lupa, Pak Soleh juga mampir di sebuah restoran siap saji. Evan langsung menarik tangan Alexandra turun dan masuk ke dalam restoran.
"Tunggu di sini," ujarnya.
Alexandra hanya bisa menuruti ucapan Evan. Dan ia cukup girang saat melihat Evan kembali dengan big burger dan juga kentang goreng serta segelas susu coklat dingin. Alexandra memang sudah sangat lapar sejak tadi.
"Lain kali, kalau saya mengajak meeting sambil makan siang, jangan ragu untuk pesan makanan. Kau adalah karyawan saya, artinya saya bertanggung jawab penuh. Jangan takut, saya nggak akan potong gajimu. Mengenai permintaan mami, nggak usah didengarkan. Nanti saya akan memberikan alasan. Habis ini, kita ke kantor dulu untuk mengantar saya, lalu kamu akan diantar Pak Soleh pulang. Nggak usah membantah, saya yakin akan sulit membawa barang sebanyak itu pulang ke rumahmu," kata Ethan.
"Terima kasih banyak, Pak. Padahal saya baru sehari saja bekerja."
"Eh, pakaian itu fasilitas kantor, jangan lupa. Kalau setelah sebulan kerjamu nggak bagus ya pakaian dan tas juga sepatu-sepatu itu saya ambil kembali," kata Ethan.
Alexandra hanya mendelik sebal, 'Baru aja seneng, eh dijatuhkan lagi. Emang dasar bos nggak berakhlak,' makinya dalam hati.