Chereads / LOVE AND THE REVENGE / Chapter 8 - AKU SUKA GADIS ITU

Chapter 8 - AKU SUKA GADIS ITU

"Tugasmu kan hanya membawa gadis tadi ke rumah ini, Van. Apa susahnya sih membawanya ke sini. Mama lihat dia cantik dan juga sangat menarik. Siapa orang tuanya? Natasha bilang, dia sekretaris barumu. Apa betul? Mama nggak keberatan kok, meski dia berasal dari keluarga sederhana. Yang penting dia gadis yang baik," omel Liliana saat Ethan baru tiba pukul 8 malam di rumah.

Bagaimana tidak kesal, ia sangat berharap jika putra sulungnya itu lekas menikah. Dan saat ia bertemu gadis cantik yang terlihat malu-malu di butik sahabatnya itu, ia sudah berpikir jika itu adalah wanita yang bisa menarik hati putranya. Dan malam ini ia sudah menyediakan hidangan istimewa. Tapi, sampai jam 8 anaknya datang sendiri dengan wajah tak berdosa.

"Sudahlah, Sayang. Nanti kalau anakmu ini bertemu jodoh, dia pasti bawa ke rumah ini," kata David yang masih menikmati makan malam masakan istri tercintanya itu.

"Kau tidak tau saja, Mas. Dia menghabiskan uang hampir seratus juta rupiah untuk membelikan gadis itu pakaian, tas, sepatu yang aksesoris lain di butik Natasha. Kau kan tau sendiri di sana mana ada pakaian di bawah satu juta rupiah. Anakmu ini rela membelikan sekretaris barunya. Padahal biasanya mana ada sekretaris yang betah bekerja dengannya. Dan dia sendiri selalu mengomel karena kinerja sekretarisnya. Tapi, ini baru bekerja sehari. Wajar kalau aku berpikiran yang macam-macam," cicit Liliana.

David langsung menyambar gelas berisi air minum dan meminum isinya dalam sekali teguk.

"Ya ampun, yang betul?" tanyanya memastikan.

"Tepatnya sembilan puluh dua juta delapan ratus delapan puluh ribu rupiah."

"Ma, mama tidak tau bagaimana penampilan gadis itu. Tadi, saat aku meeting bersama klien, sekretaris klienku menghinanya di toilet karena penampilannya, ja ... aduh! Kok aku dipukul, Ma?"

Ethan mengelus dahinya yang terkena sentilan Liliana yang cukup keras. Wajah cantik sang ibu kini tampak menyeramkan dengan mata melotot dan juga rahang yang mengeras.

"Lagian ngapain nguping sampai ke toilet?! Mau mesum?!" hardik Liliana.

"Nggak sengaja kedengaran, Ma. Bukan mau nguping. Mama ni, nething duluan sama anak sendiri," protes Ethan.

Liliana hanya mendelik.

"Kalau hanya itu alasanmu, nggak perlu kau bawa dia ke butik Tante Natasha. Kau kan tinggal berikan dia uang untuknya belanja sendiri. Jadi, jawab dengan jujur, kau sebenarnya ada hati kan kepada gadis itu?" cecar Liliana.

Ethan hanya bisa menghela napas panjang, apes sekali ia tadi bisa tertangkap basah oleh sang ibu yang instingnya lebih kuat dari detektif hebat di mana pun.

"Coba saja sesekali bawa ke sini, Van. Papa juga mau kenal," celetuk David sambil melirik ke arah Liliana yang masih cemberut.

Ethan menghela napas panjang lalu mengembuskannya perlahan.

"Baiklah, nanti jika pekerjaannya baik di kantor aku akan membawanya ke sini sebagai reward."

"Loh ...."

"Iya dong, Ma. Bisa bertemu papa dan mama itu reward buat dia. Hadiah karena dia bisa bekerja dengan baik, jadi aku kasi hadiah bisa kenal Mama dan Papa. Orang yang paling spesial dalam hidupku," kata Ethan.

"Ah, lebay kamu. Bisa aja kamu rayu-rayu Mama," kata Liliana kesal.

David yang ingin tertawa terpaksa menahan. Ia tidak mau malah nantinya tidak mendapatkan jatah malam dari sang istri.

"Pokoknya, mama nggak mau tau. Minggu ini kau harus membawa dia ke sini."

"Mama ini kenapa sih, kepengen banget aku cepet nikah?"

"Ya iya dong. Masa mama mau suruh adik-adikmu Cheril dan Dion untuk menikah? Mereka itu masih kuliah. Bisa ngamuk oma dan opamu. Van, mama ini kesepian. Mama pengen gendong cucu. Umurmu sudah berapa sekarang?"

"Baru juga dua puluh delapan, Ma."

"Ish, umur segitu udah cukup buat nikah. Sudah ah, Mama nggak mau tau pokoknya. Tahun ini juga kau mesti menikah dan tahun depan mama mau cucu!" tegas Liliana sambil beranjak pergi meninggalkan ayah dan anak itu berdua di ruang makan. Tak lupa wanita cantik itu mengentakkan kaki sebagai tanda jika ia benar-benar merasa kesal.

"Mama kenapa sih, Pa? Sewot banget deh, kayaknya. Apa ada kejadian yang bikin moodnya jelek?" tanya Ethan.

"Biasalah, tadi Tante Nadine mampir ke sini bersama calon menantunya. Dan, gaya gadis itu cukup membuat mamamu sebal luar biasa. Jadi, ya begitulah hasilnya."

Ethan hanya bisa menggelengkan kepalanya. Ia sangat maklum jika sang mama dan tantenya yang bernama Nadine itu memang selalu tidak mau kalah. Mengingat masa lalu di antara mereka.

"Ah, Mama juga sih terlalu sensitif sama tante Nadine. Udah tau mulutnya kayak gitu ya ngapain sih didengerin," kata Ethan sambil menyendok nasi dan mengambil lauk.

"Enak banget masakan mama, tumben-tumbenan lagi bikin pepes ikan gurame kayak gini, Papa udahan ni, makannya?"

"Habisin aja, Van. Papa udah kenyang. Ya ini gara-gara gadis yang namanya Alexandra. Mamamu langsung masak sebanyak ini."

"Bilang mama, lain kali nggak usahlah cape-cape begini. Kan ada Mbok Iyem yang masak juga. Ngapain juga sih Mama repot begini," kata Ethan.

"Tau sendiri mamamu, Van. Mamamu itu paling hobby kan ngacak dapur. Kalau sehari aja nggak bikin makanan dia bisa stress," kekeh David.

Ethan hanya tertawa geli mendengar perkataan sang ayah. Ia pun melanjutkan acara makannya karena memang sejak tadi ia belum sempat makan lagi. Tetapi, mengingat kepolosan Alexandra tadi membuatnya begitu semangat untuk melahap makanan yang dihidangkan meski sudah tidak hangat lagi.

"Tapi, papa jadi penasaran, Van. Seistimewa apa sih gadis itu? Biasanya kau mana pernah mau membelikan ini dan itu untuk sekretarismu? Jangan pikir Bu Diana nggak laporan sama papa kalau dalam sebulan kau bisa ganti sekretaris tiga kali bahkan pernah lima kali," kata David.

Meski ia sudah tidak menjalankan perusahaan, David tetap komisaris di LA RUE dan ia masih memantau pekerjaan sang anak.

"Ya wajar aku memecat mereka. Katanya sekretaris, tapi tidak bisa ini itu. Kerjanya bersolek, make-up. Bikin kopi aja nggak bisa. Setiap aku perlu handphonenya mati. Ya aku pecatlah," jawab Ethan santai.

David hanya bisa menggelengkan kepalanya. Hal itu mengingatkannya akan satu hal. Dulu, sebelum Liliana menjadi sekretarisnya ia sendiri berkali-kali ganti sekretaris meski tidak seekstrim sang anak yang bisa sebulan lima kali. Ternyata benar, buah jatuh itu tidak akan jauh dari pohonnya.

"Tapi, ya tidak sebulan lima kali juga, Van. Seharusnya kau beri kesempatan kepada mereka untuk bekerja. Lagi pula masa hanya karena masalah kopi saja kau memecat mereka?" kata David.

"Aku mau sekretaris yang serba bisa, Pa. Kalau aku keluar kota misalnya, aku harus minta tolong siapa kalau bukan sekretarisku?" jawab Ethan.