Ponsel Ethan kembali berdering. Nama Dokter Prima terpampang di layar depan.
"Halo, Dok?"
"Nah bagaimana sekarang. Ibu Caroline sudah dipindahkan ke ruang VIP I belum?"
"Sudah, Dok. Semuanya aman terkendali. Terima kasih banyak ya, Dok."
"Baik,. Sama-sama."
Tak lama setelah dipindahkan ke ruang perawatan intensif VIP, yang merupakan ruang terbaik di rumah sakit itu, Caroline akhirnya siuman.
"Akhirnya Mama sadar." Ravella langsung mendekati Caroline.
"Aku ada di mana?"
"Mama di rumah sakit."
"Kok kayak di hotel?" Caroline bertanya pada putrinya seperti orang linglung.
"Iya, Ma. Ini ruang VIP. Ruangan paling mewah di sini," dengan sengaja Ravella mengeraskan suaranya.
"Kok bisa..." Caroline yang masih terlihat lemah tidak menyelesaikan kalimatnya. Ia memandang ke sekeliling ruangan yang memiliki interior pilihan.
Mulai dari tirai berbahan premium di jendela, karpet bulu, sofa kualitas terbaik, fitur multimedia, dan terakhir ia meraba kasur lembut tempatnya berbaring sekarang. Ia memandang kepada putrinya dengan penuh tanya.
Lalu tanpa diminta, Ravella menceritakan kronologis kejadian yang menimpa papanya.
Ravella bercerita runut sekali seolah ia sedang membaca buku. Dimulai dari saat Caroline pingsan di rumah, lalu Ravella yang sibuk menghubungi pihak rumah sakit.
Tak lupa dia menceritakan tentang Ethan yang datang terlambat ke rumah sakit, kemudian diakhiri dengan cerita bombastis bagaimana atas campur tangan Jayson, Direktur Utama Rumah Sakit itu sampai turun tangan sendiri untuk mengurus kepindahan Caroline dari UGD ke ruang perawatan VIP ini.
"Jayson, terima kasih ya. Kau memang anak mama yang paling berbakti," Caroline memandang Jayson dengan bangga.
Tante Yona datang mendekat dan menepuk-nepuk bahu Jayson, "Pokoknya menantu Caroline yang satu ini beda banget sama menantu yang satunya deh."
Sesaat kemudian dokter datang memasuki ruangan dengan membawa hasil pemeriksaan lab.
"Selamat malam semuanya," sapa dokter.
"Selamat malam juga, Dok. Gimana hasil pemeriksaan Mama saya, Dok?"
Dokter mendekati ranjang pasien dan mengeluarkan stetoskop, lalu memeriksa Caroline yang masih terbaring lemas di ranjang.
"Untuk saat ini kondisi Ibu sudah lumayan stabil, jangan dulu banyak bergerak ya. Jantungnya masih lemah. Oh iya, berikut hasil pemeriksaannya," Dokter mengambil beberapa lembar file yang dibawa seorang perawat dan menyerahkannya pada Jayson.
Jayson menerima hasil pemeriksaan dan langsung melihat isinya.
"Berdasarkan hasil pemeriksaan," Dokter kembali melanjutkan, "serangan jantung yang ibu alami kemarin adalah karena jamur."
Megan yang duduk di sisi bawah ranjang Caroline hanya diam sambil memijit kaki Caroline.
Jangan sampai ada yang menyadari bahwa sesungguhnya Jayson adalah penyebab utama mertuanya harus dirawat di rumah sakit. Bisa rusak semua reputasi yang sudah ia bangun selama ini.
Tak lama kemudian dokter selesai dan keluar dari ruangan. Semua wajah terlihat sudah lega karena kondisi Caroline sudah tidak kritis lagi.
Akhirnya Megan dan Ethan pamit untuk pulang.
"Ma, Megan pamit dulu ya. Cepat sehat ya," Megan membungkuk untuk mencium tangan mamanya.
"Iya, hati-hati di jalan ya," jawab Caroline sambil mengusap rambut Megan.
"Kami duluan ya," pamit Ethan pada keluarga Megan. Tak ada seorang pun yang menjawab pamitan Ethan.
Berdua mereka berbimbingan keluar dari ruang VIP yang mewah dan elegan. Hari itu Megan mengenakan baju terusan berwarna kuning kunyit, dan melapisi luarnya dengan jaket. Warna terang terusan Megan terlihat sangat kontras dengan kulitnya yang putih bersih, sehingga terlihat sedikit pucat. Terusan berbahan kaos itu membingkai pinggang rampingnya dengan sempurna.
Sementara Ethan seperti biasa hanya mengenakan celana jeans yang sudah pudar warnanya, dipadu dengan kaos oblong. Kaos oblong yang dipakai Ethan terlihat sudah tipis sekali karena keseringan dipakai, menampakkan dada bidang dan bahu kokoh Ethan dengan nyata.
Bagian lehernya yang sudah sedikit melar membuat sedikit bulu dadanya menyembul dari tepi kerah kausnya.
"Sayang, kita langsung pulang apa gimana?"
"Ya pulang langsung boleh. Tapi, aku lapar."
"Cari makan dulu berarti."
"Ke Blok M aja yuk," ajak Megan pada suaminya.
"Boleh. Udah lama tidak makan angkringan."
"Iya. Aku kangen makan soto betawi."
"Katanya takut gemuk?"
"Kan udah lama tidak makan itu, sesekali tidak apa-apa kan..." rajuk Megan sambil bergelayut manja di lengan suaminya yang hangat.
"Ha ha."
Mereka pun akhirnya sampai di Blok M dan berjalan di sepanjang salah satu teras Mall yang dipenuhi dengan para penjual makanan. Mulai dari angkringan, bakso, aneka soto, sate, nasi goreng, aneka mie, sop iga, sop buah, aneka jus dan minuman, serta banyak lagi yang lain.
"Kau udah deal makan soto ya?"
"Iya."
"Ya udah kita nongkrong di tempat soto aja. Nanti aku pesannya nyusul, masih belum tahu nih mau makan apa."
"Oke. Nih, sebelah sini aja nih kosong," Megan menarik suaminya begitu melihat ada kursi yang kosong. "Di sini di sini. Bang sotonya satu ya. Isinya campur, lengkap, tomatnya kasih yang banyak kalau bisa."
"Siap. Minumnya apa?"
"Teh tawar hangat aja deh," kemudian ia berpaling pada suaminya, "Kau udah tahu mau makan apa?"
"Belum."
"Katanya tadi mau makan angkringan?"
"Iya sih, tapi lihat lauknya jadi tidak selera. Bosan."
"Udah kau tunggu sini aja, biar aku yang pilihin. Nanti malah tidak jadi makan kau."
"Ya udah terserah deh. Aku mau yang keringan ya lauknya."
"Oke."
Tidak menunggu lama, Megan kembali ke meja dengan membawa nasi dan beberapa lauk. Di meja, pesanan Megan juga sudah tersedia. Soto dengan kuah santannya yang mengepulkan aroma harum aneka rempah.
"Ambil apa jadinya?"
"Nih aku ambilin nasi bakar, ayam suwir, gudeg, sama telur semur," Megan meletakkan piring di tangannya di hadapan suaminya.
"Kayaknya enak nih. Tahu aja aku suka telur yang dimasak sampai merah gitu. Makasih ya,"
"Hehe," Megan langsung menambahkan acar, kecap, perasan jeruk limau, dan sambal ke dalam sotonya. "Mau cobain sotonya tidak?"
"Nggak ah. Lagi malas makan kuah-kuah. Ini aja udah cukup. Kau mau telurnya? Kayaknya enak kalau dimakan sama kuah soto."
"Boleh, dikit aja tapi."
Ethan mengerat telur semurnya sebagian dan meletakkannya di piring istrinya. Mereka makan dengan lahap dan saat bersiap pulang, ada seorang pria yang memanggil Megan.
"Kau Megan kan?" Sapa pria muda itu.
Megan menoleh pada arah suara, "Ariel?"
Megan tak menyangka bisa kebetulan bertemu dengan Ariel di tempat ini. Ariel adalah mantan pacarnya.
"Well, tidak nyangka ya kita bisa ketemu di sini."
Mereka berdua berjabat tangan. Lalu Megan menarik Ethan ke dekatnya, "Kenalin, Ethan, suami aku."
Mereka berdua berjabat tangan canggung. Ariel memperhatikan Ethan dari atas ke bawah. Mulai dari kaos oblongnya yang sudah melar, sampai sandal jepit yang ia kenakan.
"Oh jadi ini suamimu. Ngapain makan di emperan kayak gini? Selama jalan sama aku mana pernah kau kuajak makan di tempat kayak gini."