Malam itu pak Fandy bersama istri dan Cory anak semata wayangnya, sedang makan bersama. Mereka makan sambil ngobrol, dan kemudian:
"Fiko tadi sudah kamu kasih tau kan, Cory?!" tanya pak Fandy.
"Sudah pak. Katanya dia juga sanggup kok!" jawab Cory.
"Tapi, sampai sekarang kok belum datang juga?!" celetuk ibunya Cory.
"Nahh, itu bu yang membuat saya terkejut saat pak Bono cerita tentang menolong orang tadi. Apalagi rumahnya Fiko sama dengan yang rumah orang yang diceritakan pak Bono!" jelas Cory.
"Yaaa, mudah-mudahan tadi tu bukan Fiko!" ujar pak Fandy.
"Besok kan kamu bisa tau saat ketemu dia di sekolah!" sambung ibunya.
"Iya, betul bu!" sahut Cory.
Esok harinya di sekolah...
"Rendi, kamu lihat Fiko kah?" tanya Ratri.
"Hah, iya... aku kok belum lihat dia sejak masuk tadi ya?!" sahut Rendi.
"Hai!" sapa Windi.
"Hai Windi!" sahut Ratri.
"Kok muka kalian pada serius, ada apa?" tanya Windi.
"Nggak ada apa-apa. Ini tadi berdua kan lagi bicara tentang Fiko, kok dia gak kelihatan sejak jam pertama tadi, begitu!" ungkap Rendi.
"Emangnya dia gak masuk hari ini?" tanya Windi.
"Sepertinya begitu Win!" kata Ratri.
Rendi tampak mengerutkan dahi, lalu:
"Kalau benar begitu, aku nanti pulang sekolah harus nengok dia, ada apa kira-kira. Karena aku dan dia teman baik!" gumam Rendi dalam hati.
"Kamu juga gak lihat kah, Win?" tanya Rendi.
"Aku juga gak lihat Fiko di sekolah hari ini!" jawab Windi.
Teman-teman Fiko di sekolah hari itu mulai banyak yang mempertanyakan keberadaan Fiko. Karena dia salah satu siswa yang cukup populer di lingkungan teman-teman sekolahnya.
Dia populer bukan karena dia aktivis di acara atau di kepengurusan sekolah, namun oleh sangat seringnya jadi bahan lèdèkan karena badan kurus dan rambut kaku berdiri. Namun dia punya otak yang sangat cerdas.
Siang sepulang sekolah...
"Selamat siang bu Ningsih!" sapa Rendi di depan rumah Fiko.
"Eeh, Rendi. Kok lama gak main sini lagi?!" ucap bu Ningsih.
"Hehehe, tapi gak ada masalah apa-apa kok bu. Antara saya dan Fiko masih baikan, dan di sekolah juga selalu barengan!" ungkap Rendi.
"Kebetulan ada kamu, nanti ibu minta tolong titip surat ijin untuk sekolahan ya? Bisa kan?!" ujar bu Ningsih.
"Surat Fiko?!" tanya Rendi serius.
"Iya, kemarin gak sempat bikin surat, lagian juga gak ada yang ngantar ke sekolah!" ujar bu Ningsih.
"Ada apa dengan Fiko bu. Saya sekarang ke sini sengaja nengok dia, karena tadi tidak kelihatan di sekolah!" ungkap Rendi.
"Fiko kemarin dapat musibah!" kata bu Ningsih.
"Apa itu bu?" tanya Rendi.
"Kemarin di jalan saat mau ke rumah Cory, dihadang orang dan dihajar hingga mengalami beberapa luka di tangan dan kaki, juga memar di mukanya!" cerita bu Ningsih.
"Sekarang di mana dia bu?" tanya Rendi.
"Dia barusan minum obat dan sekarang tidur!" jawab bu Ningsih.
"Mau nengok ke dalam?" tanya bu Ningsih.
"Biarkan kalau dia sedang istirahat bu, biar segera sehat, dan nanti habis magrib saja saya ke sini lagi. Kalau begitu saya permisi, pamit dulu bu!" ungkap Rendi.
"Eeh, nanti dulu ibu ambil surat ijinnya, titip untuk sekolah!" kata bu Ningsih.
Setelah bu Ningsih menyerahkan surat ijin, Rendipun langsung pulang.
Sesampainya Rendi di rumah:
"Kamu dari mana saja? Tu, temanmu sudah menunggu mu!" kata ibunya Rendi.
"Hehehe, sudah lama Ratri?" sapa Rendi.
"Enggak juga sih, sepuluh menitan. Dari mana Ren?" kata Ratri.
"Ayo, entar gak enak kalau lainnya kelamaan nunggu!" lanjut Ratri.
"Kok... ?!" kalimat Rendi terhenti.
"Kan sekarang belajar kelompok!" sahut Ratri.
"Oh iya, sori... gara-gara pikiran kebawa obrolan tadi jadi lupa!" kata Rendi.
"Ngobrol apa?" tanya Ratri.
Kemudian Rendi bercerita tentang pertemuannya dengan bu Ningsih.
"Mmm, bagaimana kalau belajar kelompok diganti besok, dan sekarang kita tetap kumpul, lalu bareng-bareng kita jenguk Fiko?" ucap Ratri.
"Itu yang sedang saya pikirkan!" sahut Rendi.
"Berarti kita sependapat ya. Kalau begitu kamu cepat siap-siap aja, agar tidak kemalaman!" kata Ratri.
Kemudian Rendi masuk untuk bersiap-siap. Sementara itu Ratri ngobrol dengan ibunya Rendi.
Setelah Rendi sudah siap, mereka berdua pun berpamitan ibunya Rendi, dan lanjut berangkat ke rumah Cory.
Sesampainya di rumah Cory, Rendi melihat sudah ada Cory, Windi, dan Jaka sedang ngumpul di teras rumah.
"Hallo semuanya!" kata Ratri seraya membuka pintu pagar rumah Cory.
"Ya, masuk, masuk!" sahut Cory.
"Saya usul, bagaimana kalau belajarnya diganti hari besok?!" kata Rendi tiba-tiba.
"Lho, kenapa? Kita kan sudah kumpul semua, berarti bisa semua! Kenapa kamu usul diganti... terus ngapain kita sekarang kumpul?" ungkap Windi.
"Justru ini baik kita sudah kumpul semua. Cuma saya ingin mengajak besuk ke rumah teman yang sedang sakit, begitu!" ungkap Rendi.
"Teman sakit?! Siapa?" tanya Windi.
"Saya ke sini sekalian bawa kabar tentang kawan kita!" ujar Rendi.
Mendadak Cory langsung kelihatan tegang mukanya. Lalu:
"Kabar apa?" tanya Cory.
"Saya tadi sepulang sekolah main ke rumah Fiko. Sampai di sana saya tidak ketemu dia, hanya ketemu ibunya. Karena Fiko baru saja tidur karena minum obat, jadi saya cuma ngobrol dengan ibunya. Dari beliau ini saya dapat berita buruk, saya sangat prihatin!" ungkap Rendi.
"Lho, ada apa Ren dengan Fiko? Pernahkah keadaannya?" tanya Cory mengerutkan dahi.
"Cukup parah, karena ada luka luar dan luka dalam juga. Sehingga dia kemarin dan mungkin untuk beberapa hari ke depan dia tidak bisa ke sekolah!" jelas Rendi.
"Waah, kok bisa sampai segitunya parah sih! Emangnya dia kecelakaan apa?" tanya Windi.
"Saya gak perlu cerita. Nanti kalau kita ke sana, sebaiknya kalian dengar langsung dari ibunya, syukur-syukur kalau Fiko sedang bangun, kita bisa dengar langsung pengakuannya!"
Sesaat kemudian mereka patungan sejumlah uang untuk belanja sesuatu yang akan diberikan kepada Fiko. Lalu:
"Yuuk, kita berangkat sekarang, karena kita masih harus mampir membeli sesuatu kan?!" ajak Windi.
Namun, saat semua sudah siap berangkat, tiba-tiba:
"Maaf teman-teman, aku gak bisa ikut ke sana, aku ada acara lain yang gak bisa ditinggalkan!" ucap Jaka sembari jalan keluar.
Beberapa saat semuanya menjadi bengóng melihat Jaka.
"Kenapa sih dia, kok tiba-tiba bilang ada acara lain yang gak bisa ditinggalkan?!" celetuk Ratri.
"Padahal kalau memang benar begitu, mestinya dia kan tidak bisa datang juga pada belajar kelompok!" lanjut Ratri.
Mereka sejenak memperbincangkan sikap Jaka yang dirasa janggal. Kemudi an:
"Sudah, sudah... berhenti bicarakan dia, kita ini kan harus mampir belanja!" ajak Windi.
"Baiklah, kita berangkat yuk. Masalah satu orang itu, kita bicarakan lagi nanti!" ucap Rendi.
Setelah itu mereka segera berangkat ke rumah Fiko.
*)bersambung ___