Chereads / Cinta Sepanjang Tiga Masa / Chapter 3 - Kecemburuan

Chapter 3 - Kecemburuan

Sore hari Windi dan Rendi baru pulang dari rumah Fiko. Rendi saat itu mengendarai agak kencang menuju rumah Windi.

"Jangan ngebut Ren, ngapain juga buru-buru!" kata Windi mengingatkan.

"Supaya nanti tidak terlalu malam ke rumah Cory!" sahut Rendi.

"Lho ngapain ke sana? Kita nanti tidak ada belajar kelompok, kemarin dudah sepakat diganti besok lusa, karena Cory pergi sekeluarga sampai malam!" jelas Windi.

"Wah, kok aku gak ngerti ya?!" sahut Rendi.

"Oh iya, aku lupa sampaikan ke kamu. Cory bilang itu bertepatan kamu keluar ke warung bakso depan sekolah!" kata Windi.

*Esoknya...

"Fiko, nanti sore ke rumahku ya?" ucap Cory saat di kelas.

"Ada apa?" tanya Fiko.

"Aku minta tolong kamu bantu kerjakan tugas Matematika dan gambar, aku kesulitan!" jelas Cory.

Tanpa diketahui, bersamaan waktu mereka lagi ngobrol, Jaka melintasi depan pintu ruang kekas Fiko, dan Jaka pun melihat Cory sedang ngobrol dengan Fiko.

Seketika itu Jaka meghentikan langkah, menyelinap di balik dinding.

"Ngobrol apa mereka di situ?" kata Jaka dalam hati.

"Hmm, awas kamu Fiko... jangan berharap kamu akan bisa bertandang ke rumah Cory, gak bakal kubiarkannitu terjadi!" lanjut gumam Jaka dalam hati.

Sementara itu, obrolan di dalam kelas:

"Cory, tugas Matematika kan cuma dua soal! Mari, sini bukumu, biar kerjakan di sini saja!?" kata Fiko.

"Ah, nanti di rumah saja. Sekalian saya mengundang kamu makan malam bersama!" ungkap Cory.

"Aduh, gak mau aku... malu sama orang tuamu!" ucap Fiko.

"Justru ini ajakan bapakku!" kata Cory.

"Hah!" Fiko terbelalak.

"Iya, serius, aku gak bohong. Pokoknya saya tunggu kamu di rumahku nanti sore ya, DEAL!" kata Cory.

"Ya udah, aku ke sana nanti!" jawab Fiko.

Sore itu, saat matahari terlihat kemerahan dan hampir tenggelam, Fiko tampak sudah berpakaian rapi.

Dengan yakin dan semangat Fiko mempersiapkan diri, serta membawa beberapa bukunya dengan maksud sekalian belajar di rumah Cory.

"Terima kasih Cory untuk kesempatan hari ini. Rasanya hari ini akan jadi hari yang sangat sulit terlupakan bagiku!" lamunan Fiko di sepanjang jalan menuju rumah Cory.

Begitu gembira tampaknya hati Fiko saat itu, hingga sesekali dia jalan sambil bersenandung sebuah nyanyian.

Tiba-tiba Fiko dikejutkan suara motor yang cukup kencang dari arah belakang nya. Fiko berjalan makin ke tepian, berusaha menghindari, namun lebih dulu:

"Sseett!" motor yang ditumpangi dua orang melaju sangat dekat serta menabrak tas yang dibawanya.

Fiko reflek memutar pundaknya ke samping, berhenti sambil melihat motor yang ditumpangi dua orang itu. Sedangkan tasnya dilihat terpental jauh di depannya.

Dan saat Fiko melangkah sedikit hendak mengambil tasnya, dengan cepatnya motor itu berbalik serta melindas tasnya:

"Kraaak!" suara tas Fiko terlindas.

Setelah melindas tas Fiko, motor itu terlihat tidak berbelok, namun jalan lurus, kemudian...

"Aduuhh... !" pengendara menendang Fiko ke bagian pinggul.

Fiko berteriak kesakitan dan terguling jatuh di dekat tasnya. Sesaat sempat terdiam menahan sakit di pinggangnya.

Ketika Fiko bangun dan hendak meraih tasnya, tiba-tiba motor yang ditumpangi dua orang tadi berputar dan balik arah menghampiri Fiko.

Saat tangan Fiko menjulur meraih tasnya, sebuah tendangan keras mengarah ke tangannya:

"Daahk!"

"Aduuh..!" Fiko teriak kesakitan.

Lalu salah satu dari orang itu turun serta memberikan beberapa pukulan telak ke tubuh dan muka Fiko.

Belum selesai sampai di situ. Ketika Fiko duduk sambil memegangi pelipisnya yang sakit, orang itu menjambak rambut Fiko, menarik serta katanya:

"Awas... berani nekad bertandang ke rumah Cory lagi, aku temui kamu, dan ku buat kamu lebih parah dari ini!" sambil mendorong kepala Fiko.

"Cory sendiri yang minta aku untuk datang ke sana!" sahut Fiko sembari memegangi tangannya yang sakit.

Saat itu juga, satu orang lainnya mendekat, kemudian:

"Tutup mulut mu!" bentaknya keras sambil menempeleng mulut Fiko.

"Plak, plak!" dua tempelengan mendarat di pipi dan mulut Fiko.

Setelah itu kedua orang tersebut berbalik dengan tenang menuju motornya, sembari meludahi Fiko, lalu melaju meninggalkan Fiko kesakitan di pinggir jalan.

Beberapa detik sebelum motor itu pergi, Fiko sempat memandangi mereka berdua, lalu katanya dalam hati:

"Jaka?!" Fiko terkejut sambil meringis menahan nyeri.

Jalan yang sepi pada jam itu membuat Fiko menjadi semakin bersedih, karena belum juga dilihatnya ada orang melewati.

Sehingga dengan menahan rasa sakit dan nyeri di beberapa bagian tubuh dan kepalanya, Fiko berusaha berdiri. Lalu:

"Aku tidak mungkin melanjutkan ke rumah Cory dalam keadaan ku seperti ini. Namun aku juga takut untuk langsung pulang, karena ibuku pasti marah, karena disangkanya aku berkelahi, ibuku tidak suka hal itu, apalagi melihatku memar-memar begini!" Fiko kebingungan harus bagaimana.

Akan tetapi Fiko akhirnya memutuskan untuk pulang. Sambil berjalan dan menahan rasa sakit, dia berpikir:

"Aku berkata apa bila nanti ibuku bertanya!"

Tiba-tiba terlihat cahaya terang dari sebuah mobil yang mendekati Fiko, lalu berhenti dan sang sopir pun turun:

"Aduh, mas mau ke mana? Mari saya antar!" tanya si sopir.

"Mau pulang pak!" jawab Fiko.

Kemudian Fiko naik ke mobil itu, dan pak sopir mengantar sampai rumah. Setelah menyerahkan pada ibu Fiko, si sopir langsung berpamitan pulang.

Sebagaimana yang dikhawatirkan Fiko di luar sana, ibunya tampak panik serta merta bingung melihat beberapa bagian tubuh anaknya yang tampak memar dan ada yang berdarah juga.

Sementara itu di tempat lain, di rumah Cory:

"Tumben lama betul ya pak Bono!?" ucap pak Fandy.

"Mungkin langganan kita lagi tutup, lalu pak Bono mencari warung yang lain!" sahut istri pak Fandy.

"Kenapa tadi tidak masak sendiri aja bu?" sambung Cory kemudian.

"Mmm...!" suara bu Fandy terhenti, lalu..

"Tu, orangnya datang!" kata 0ak Fandy.

Sesaat kemudian pak Bono masuk dengan membawa beberapa kantong dan bungkusan makanan.

"Tumbèn agak lama?!" celetuk pak Fandy.

"Maaf pak, tadi saya sudah dapatkan belanjaan ini, tapi saat belok jalan yang ke arah sini, saya melihat anak laki-laki di pinggir jalan itu sangat kasihan, dia sangat kesakitan dan mukanya memar, lalu sata antarkan dia pulang pak!" cerita pak Bono sopir pak Fandy.

"Ooh, pantesan kok lama. Jauh ya rumahnya?" tanya pak Fandy.

"Tidak terlalu jauh pak. Saya kasihan aja lihat dia jalan agak sempoyongan, dan beberapa luka pada kaki dan memar mukanya. Kalau rumahnya di jalan Century itu lho pak, sekitar 5 rumah dari gapura!" ungkap pak Bono.

Mendengar cerita pak Bono, tiba-tiba Cory tampak terkejut, lalu:

"Pak, itu kan rumahnya Fiko!" kata Cory pada bapaknya.

Kedua orang tuanya Cory tampak tercengang seraya mengerutkan dahi, kemudian:

"Rumahnya menghadap Timur, separuh kayu dan separuh tembok, dan di sampingnya ada kios kecil!" tambah pak Bono.

"Betul pak, saya tau itu rumah Fiko!" tegas Cory.

*)bersambung ___