Siang hari pada jam istirahat sekolah...
"Windi!" panggil Fiko.
Windi menoleh, dan setelah tau bahwa Fiko yang memanggilnya, Windi tidak mau meladeni, dia melanjutkan jalannya.
"Kenapa Windi mendadak seperti itu?" kata Fiko dalam hati.
Fiko hanya bisa diam, kemudian menuju kantin. Sambil minum teh panas, Fiko coba berpikir.
Saat jam pelajaran di kelas, Fiko melihat semua teman kelompok belajar nya sesekali melirik sinis terhadapnya. Fiko semakin merasa bertanya-tanya:
"Mengapa mereka sekarang melihatku sinis seperti itu ya?!" gumam Fiko dalam hati.
Melihat temannya kelompok belajar mulai sinis, Fiko semakin merasa tidak mengerti, namun malu untuk menanyakannya.
*Dua hari berikutnya...
"Nanti sore jadwal belajar kelompok di rumah Cory. Bila aku datang, seandainya semua diam atau mengusir ku, pasti aku akan sangat malu. Padahal ini kesempatan ku bisa mendekati Cory, karena aku tidak memiliki keberanian untuk bicara secara langsung!" Fiko melamun.
Di saat itu Fiko beranggapan bahwa hanya melalui belajar kelompok itulah dia punya peluang sekaligus alasan bertemunya dengan Cory. Akhirnya sore itu Fiko nekad berangkat ke rumah Cory.
Seperti waktu-waktu sebelumnya, Fiko ke rumah Cory hanya dengan berjalan kaki. Sebenarnya juga tidak dekat jaraknya dari rumah Fiko, namun demi bisa bertemu dan melihat Cory, dia rela berjalan jauh.
Rupanya sore itu Fiko belum juga beruntung. Sesampai di sana dia tidak melihat satupun teman nya, akan tetapi bapaknya Cory yang menemui dengan wajah garangnya.
"Temannya Cory ya mas?" tanya pak Fandy bapaknya Cory.
"Betul pak, saya Fiko kelompok belajar Cory!" jawab Fiko.
"Saya dengar cerita, katanya kamu minta pindah kelompok, karena tidak suka kelompoknya Cory?!" ungkap pak Fandy.
Lalu...
"Kenapa sampai-sampai bapaknya Cory juga tau urusan kelompok belajar anaknya?!" gumam Fiko dalam hati.
"Kok diam?" ucap pak Fandy.
"Enggak pak, saya tidak pernah ngomong siapapun minta pindah Kelompok!" kata Fiko.
"Teman-teman mu kemarin cerita bahwa Fiko gak senang kelompok ini, sehingga tidak datang dengan diam-diam!" ungkap pak Fandy.
"Tapi sekarang belajar kelompok atau tidak ya pak?" tanya Fiko.
"Mereka tetap belajar kelompok, cuma tempat nya untuk malam ini gantian di rumah Ratri!" jelas pak Fandy.
"Mmm, ya udah pak, kalau begitu saya pamit pulang dulu. Permisi pak!" ucap Fiko.
"Iya, Fiko!" sahut pak Fandy.
Setelah itu Fiko langsung jalan pulang. Hatinya merasa sangat kecewa, bukan karena tidak belajar kelompok, namun merasa tidak bisa lagi melihat Cory.
*Tiga hari setelah nya, ketika Fiko baru pulang sekolah, duduk di teras rumah sembari melamun:
"Nanti sore aku akan coba lagi nekad datang ke belajar kelompok. Karena kalau gak begitu, aku tidak bisa melihat Cory. Sebab sekarang di kelas aku hanya bisa lihat punggung dan rambutnya semenjak dia pindah ke bangku depan lurus tempat dudukku!"
Dan pada sore harinya...
"Hallo Windi!" sambut Cory saat melihat Windi di depan pagar rumah nya.
"Sudah pada datang atau belum lainnya?" tanya Windi.
"Belum tu!" jawab Cory.
Tidak lama setelah itu, teman lainnya mulai berdatangan. Dan mereka pun segera mulai membuka buku pelajaran dan kerjakan tugas dari sekolahan.
Belum lama mereka memulai kerjakan tugas, terdengar suara pintu pagar dibuka.
"Tolong Ren lihat, siapa itu?" pinta Cory pada Rendi yang kebetulan duduk dekat pintu.
Ketika Rendi melihat luar pintu:
"Lho, kok kamu?!" ucap Rendi terkejut.
Mendadak Jaka berdiri dan ikutan melihat luar, kemudian:
"Hey si bandel, ngapain masih saja datang!? Kamu itu bukan kelompok ini lagi? Sana, sana... pulang aja kamu!" tegas Jaka sambil mendorong keras badan Fiko.
Fiko yang memiliki tubuh lebih kecil dari Jaka menjadi sempoyongan, dan terjatuh di rerumputan.
Sebentar kemudian Ratri mendekat juga, lalu:
"Mangkanya, kalau sudah bilang gak senang itu di rumah saja, ngapain capai-capai datang kemari?!" celetuk Ratri seraya melotot.
Ingin rasanya memberontak dan menjelaskan, namun rasa malu dalam diri Fiko begitu kuat menguasai pikirannya, sehingga diam adalah satu-satunya cara menyikapi situasi.
Fiko berdiam sesaat sembari melihat Jaka, lalu keluar meninggalkan rumah Cory.
Sementara itu di dalam ruang tamu Cory:
"Anak itu maunya apa sih?! Kemarin minta-minta sendiri tukar kelompok, sekarang nongol kemari tanpa diundang!" ocehan Jaka.
"Apa... jangan-jangan dia gak nyaman dengan kelompoknya Rudi, terus maksudnya pingin balik ke kelompok ini lagi?!" ucap Windi tiba-tiba.
Di saat bersamaan, Cory berpikiran hati:
"Bapak cerita, bahwa Fiko tidak pernah minta pindah kelompok. Kok aku mendadak merasa ada yang gak benar ya?!"
Setelah itu Cory diam-diam menulis pada bukunya, lalu segera menunjukkannya pada Windi. Windi membacanya, lalu manggut-manggut setuju.
Sore itu setelah selesai belajar kelompok, semua teman Cory pulang, kecuali Windi yang madih tertinggal di sana.
"Ada apa kamu tadi menulis aku harus pulang belakangan?" tanya Windi.
"Aku mendadak merasa percaya pada Fiko!" ucap Cory.
"Emangnya dia bicara apa sama kamu?" tanya Windi.
"Dia tidak bicara apa-apa sih, tapi dia bincang-bincang sama bapakku!" jawab Cory.
"Bagaimana mungkin dia bicara sama bapakmu? Sama kita-kita ini aja dia suka malu-malu gitu lho!" ungkap Windi.
"Saat kita kumpul yang ke-dua kali, kan tidak di sini! Naah, Fiko saat itu datang ke sini, disangka Belajar Kelompoknya disini. Saat itulah dia bincang-bincang dengan bapakku!" ungkap Cory.
"Sebentaaarr... aku ingat sesuatu. Beberapa hari lalu di sekolah, dia panggil saya, tapi saya tidak menggubrisnya. Kemudian wajahnya tampak gelisah. Jangan-jangan dia ingin menyampai kan tentang itu!" ungkap Windi.
Setelah beberapa saat obrolan mereka berdua selesai, Windi pun segera pulang.
Sejak sore itu, Fiko tidak pernah belajar kelompok lagi. Dan ketika ibunya bertanya:
"Iya bu, semenjak kejadian saya balik pulang karena baju kotor oleh air di pinggir jalan itu, saya tidak boleh gabung kelompoknya Cory lagi!" jelas Fiko.
*Esoknya, di sekolahan...
"Rendi, nanti siang sepulang sekolah, kita main ke rumah Fiko yuuk?!" ajak Windi.
"Hehehe, tumben ngajak main ke sana? Kangen ya?! Hahaha!" canda Rendi.
"Baiklah, kita boncengan aja ya?!" lanjut Rendi.
"Siap boss!" sahut Windi.
Siang sepulang sekolah...
"Permisi bu, Fiko ada?" tanya Rendi saat tiba di rumah Fiko.
"Ooh, silahkan masuk dulu, saya panggilkan. Tadi di kamar!" kata bu Ningsih.
Setelah Windi dan Rendi beberapa menit menunggu, bu Ningsih muncul, lalu:
"Maaf, dia gak mau keluar, katanya ngantuk berat, begitu! Apa hari ada belajar kelompok?" kata bu Ningsih sembari bertanya juga.
"Hari ini tidak ada belajar kelompok, bu!" jawab Windi.
"Apa kalian ini kelompoknya Fiko ya?" tanya bu Ningsih kemudian.
"Betul bu, tapi sekarang Fiko sudah pindah kelompok lain!" jelas Windi.
"Setau ibu sampai hari ini anakku belajar sendiri, tidak pernah belajar kelompok!" ungkap bu Ningsih.
"Apa tidak pernah pamit keluar belajar kelompok, bu?!" tanya Rendi.
"Pernah, dia berangkat dua kali, setelah itu tidak pernah lagi. Yang pertama, belum nyampèk tujuan dia balik pulang karena baju dan celana kotor semua oleh air di pinggir jalan yang diterjang motor!" jelas bu Ningsih.
"Terus yang ke-dua, dia nyampèk tujuan tapi temannya tidak ada semua, katanya pindah tempat, begitu!" lanjut bu Ningsih.
"Apa setelah itu dia tidak cerita apa-apa bu?" tanya Rendi.
"Dia hanya cerita, bahwa dia tidak boleh gabung lagi, gara-gara dia pulang kotor pakaiannya itu, disangka temannya tidak datang tanpa pemberi tahuan!" jelas ibunya.
*)bersambung ___