Claudya menatap ponsel Arjuna yang tergeletak di atas nakas, yang sejak tadi terus berdering. Karena Arjuna saat ini tengah berada di kamar mandi.
Ingin rasanya Claudya melihat siapa si penelepon, tetapi dia sadar itu tindakan yang tidak sopan. Lagipula untuk apa dia ingin tahu? Claudya merasa tidak berhak.
Cklek.
Pintu kamar mandi terbuka, Arjuna keluar dengan handuk yang melingkar sepinggang. Sontak Claudya mengalihkan pandangan, detak jantungnya semakin cepat melihat perut Arjuna yang memiliki enam roti sobek.
Kejadian malam itu kembali melekat di ingatan Claudya, Arjuna memang memiliki tubuh atletis yang diidamkan banyak orang.
"Kamu mandi sana. Apa kamu akan tidur dengan keadaan seperti itu? Lagipula, apa kamu tidak merasa risih menggunakan kebaya itu sejak tadi siang?" Arjuna menatap Claudya yang masih mengenakan kebaya.
"Em ... Tidak ada baju ganti di sini," ucap Claudya yang sebenarnya sudah tidak betah dengan pakaian yang tengah dia kenakan.
"Mandilah, biar nanti aku suruh pelayan membawakan baju untukmu."
Claudya mengiyakan dan bergegas masuk ke kamar mandi. Tubuhnya sangat lengket dan butuh untuk dibersihkan.
Arjuna mengambil ponselnya, alisnya bertaut melihat ada belasan telepon yang tidak dijawab dari Mamanya. Lantas Arjuna menghubungi Arabel kembali.
[Bagus, Mama sudah menelepon berkali-kali, kamu baru merespon?]
Arjuna tahu Mamanya pasti marah. "Maaf, Ma. Aku baru selesai mandi," ucap Arjuna.
[Sekarang kamu di mana? Apa masih bersama perempuan itu?] Arabel bertanya dengan nada yang tidak mengenakkan untuk didengar.
"Iya, Ma. Mungkin aku akan pulang besok," ucap Arjuna.
[Jadi maksud kamu, kamu mau bermalam bersama perempuan itu?! Tidak boleh!] Di sebrang sana Arabel mengepalkan tangannya, hatinya panas memikirkan Arjuna akan melakukan kegiatan sepasang suami istri dengan perempuan asing itu.
Kening Arjuna mengerut, tidak suka dengan tingkah Mamanya yang menjadi semakin parah saja. "Memangnya kenapa? Aku dan dia juga sudah resmi menjadi suami istri."
[Pokoknya kamu tidak boleh tidur bersama dengannya! Mama tidak setuju, bahkan Mama tidak sudi membayangkan kamu berduaan dengan dia di satu kamar!]
"Ma! Stop bersikap egois." Kesabaran Arjuna banyak dipermainkan hari ini. Tingkah Mamanya benar-benar membuat Arjuna lelah. "Lebih baik Mama istirahat, aku lelah seharian ini dan ingin istirahat juga."
[Mam-]
Tut ... Tut ... Tut ....
Arjuna mematikan sambungan telepon dengan perasaan dongkol. Dia sangat lelah hari ini, tidak bisakah Mamanya mengerti keadaan. Lagipula, memang benar kan, kalau dirinya dan Claudya sudah menjadi suami istri, jadi tidak ada yang salah kalau mereka tidur di tempat yang sama.
Cukup lama Arjuna berkutat dengan kekesalannya, sampai dia mengingat Claudya membutuhkan baju ganti, Arjuna kemudian memanggil nomor pihak hotel.
Suara sambutan ramah terdengar, tetapi hal itu tidak membuat perasaan Arjuna lantas membaik.
"Saya butuh baju ganti untuk perempuan. Antarkan ke kamar Rose 203 segera," ucap Arjuna.
Setelah permintaannya diiyakan, panggilan tersebut akhirnya berakhir. Kini Arjuna hanya terdiam sembari memejamkan mata, sedikit mengistirahatkan diri.
-----
Ketukan pintu membuat Arjuna melangkah malas untuk membuka pintu.
"Ini pesanan Anda, Pak."
Petugas hotel tersebut menyerahkan baju yang dipesan. Arjuna meraihnya dan kembali memasuki kamar. Kaki Arjuna melangkah menuju kamar mandi, dia mengetuk pintu.
"Apa kamu belum selesai?" tanya Arjuna.
Pintu terbuka sedikit, kepala Claudya menyembul. "Aku sudah selesai."
"Ini, pakailah," ucap Arjuna memberikan baju tersebut.
"Terima kasih." Setelahnya, Claudya kembali masuk ke dalam kamar mandi untuk berganti pakaian.
Tidak butuh waktu lama, Claudya keluar dengan pakaian yang ternyata pas di tubuhnya. Pakaian itu juga terasa nyaman dan premium.
"Istirahatlah, aku tahu kamu pasti capek," ujar Arjuna seraya menepuk sisi kasur yang tidak terisi.
Claudya ragu, tetapi perkataan Arjuna benar kalau dirinya ingin istirahat. Maka dari itu, Claudya mendekat dan duduk di samping Arjuna.
Ponsel Arjuna kembali berdering, Claudya heran, apakah si penelepon tidak merasa lelah karena terus diabaikan.
Untuk kesekian kalinya, ponsel Arjuna terus berdering. Arjuna tahu bahwa yang menelepon adalah Arabel. Dia berusaha mengabaikan karena tahu tujuan wanita itu menelepon.
Claudya melirik Arjuna, dia penasaran kenapa Arjuna tidak mau mengangkat panggilan itu.
"Kamu tidak mau angkat saja teleponnya? Siapa tahu itu penting," ucap Claudya memberikan saran.
Arjuna menghela napas pelan, barulah dia meraih ponsel tersebut dan mengangkat telepon dari Arabel.
[Arjuna! Kamu kemana saja? Mama sudah menelepon berkali-kali!]
"Aku sudah bilang kalau aku lelah, aku ingin istirahat," jawab Arjuna kesal.
[Mama sudah meminta kamu untuk pulang, kenapa kamu masih ngeyel?!]
"Aku akan pulang besok, Ma."
[Tidak, pulang sekarang!]
Berkali-kali Arjuna harus menahan kemarahannya, karena dia tidak ingin membuat Mamanya sedih. Saat ini, Arjuna bimbang untuk meninggalkan Claudya seperti tadi. Dia takut kalau kejadian seperti tadi akan terulang.
[Arjuna, kamu dengar Mama, kan? Pulang atau Mama akan marah!]
"Iya-iya, aku pulang," putus Arjuna pasrah.
Mamanya selalu punya banyak cara untuk membuatnya menyerah. Sekarang dia merasa bersalah karena harus meninggalkan Claudya.
"Aku harus pergi ke suatu tempat, kamu tunggu di sini. Aku akan segera kembali, besok pagi-pagi aku akan menjemputmu," ucap Arjuna.
Claudya tidak membantah dan hanya mengangguk saja. Sebenarnya dia mendengar suara Arabel yang marah-marah, jadi Claudya cukup tau diri untuk tidak memaksa Arjuna tetap di sini.
"Aku akan ke sini lagi, tunggu aku di lobi dan jangan kemana-mana," ucap Arjuna sekali lagi, lalu pergi dari sana.
-----
Matahari menyingsing masuk ke celah-celah jendela. Claudya membuka mata dan melirik jam dinding.
"Apa dia belum datang?" Claudya bertanya-tanya.
Tidak ingin membuang-buang waktu, Claudya memutuskan untuk mandi terlebih dahulu, lalu ke lobi untuk menunggu Arjuna sesuai perintahnya tadi malam.
Setengah jam kemudian, Claudya sudah selesai mandi dan bersiap-siap. Dia keluar dari kamar hotel, pagi hari terasa menyegarkan. Senyuman tersungging melihat pemandangan pagi ini.
Claudya menghampiri resepsionis yang sudah siaga di tempatnya. "Mba, apa laki-laki atas nama Arjuna Dirgantara sudah sampai?"
"Belum ada, Bu."
"Oh." Claudya pikir Arjuna sudah datang. "Terima kasih, Mbak."
Claudya berjalan menuju kursi yang tidak jauh di tempatnya dan mendudukkan diri. Claudya berharap Arjuna segera datang.
Pandangan Claudya sesekali menatap sekelilingnya, tetapi Arjuna belum juga datang. Waktu berlalu lama, tetapi sosok yang Claudya harapan tidak memunculkan batang hidungnya.
"Kemana sih dia? Katanya mau jemput pagi-pagi," gumam Claudya.
Ini kedua kalinya Claudya ditinggalkan tanpa kepastian seperti ini oleh Arjuna. Kalau tidak bisa menepati ucapan, tidak perlu berjanji.
Meski dia merasa kesal, tetapi Claudya masih setia menunggu kedatangan Arjuna.
"Sepertinya dia lupa denganku," lirih Claudya dengan perasaan sedih.
Sudah tiga jam waktu berlalu, Arjuna benar-benar mengingkari janjinya untuk datang menjemput.