Karena kejadian waktu itu membuat Arjuna segera mencari tempat tinggal untuk dirinya dan Claudya. Arjuna tidak akan membiarkan istrinya itu luntang-lantung di jalanan lagi. Lagipula, tidak mungkin Arjuna membawa Claudya ke rumah, sementara mamanya masih tidak menyukai Claudya.
Maka dari itu, Arjuna memikirkan cara yang tepat agar semua tetap baik-baik saja. Bangunan mewah dan besar hampir mencapai satu gedung mall berada di hadapan mereka. Claudya bahkan tidak mampu berkedip, merasa semua ini adalah mimpi.
"K-kita benar akan tinggal di sini?" tanya Claudya gugup.
Arjuna membalas pertanyaan itu dengan anggukan pasti. Hal itu mampu membuat Claudya terdiam bak patung, tidak pernah sekali pun dia membayangkan bisa tinggal di tempat semewah ini, bahkan untuk menjadi pembantu sekali pun. Tapi ini! Claudya justru menjadi tuan rumah di tempat bak istana ini.
"Apa kamu tidak suka? Mau mencari tempat yang lain?" tanya Arjuna karena keterdiaman sang istri.
Arjuna telah berjanji pada dirinya sendiri agar tidak mengecewakan Claudya lagi. Sudah cukup kejadian kemarin Arjuna jadikan pelajaran.
"T-tidak usah," jawab Claudya cepat.
Hei, bahkan tempat ini sudah sangat lebih dari cukup. Siapa yang akan menolak untuk tinggal di sini? Bukan karena dia matre, tetapi dia realistis.
"Kalau kamu merasa ada yang kurang katakan, aku bisa mencarikan tempat yang lain," ucap Arjuna yang tidak ingin Claudya merasa tidak nyaman dengan pilihannya.
"Bukan begitu, aku hanya terkejut karena bisa tinggal di sini. Sementara, kamu tahu aku ini orang biasa," lirih Claudya.
Ketidaksetaraan harta memang membuat banyak orang mencemooh, berpikir bahwa Claudya hanya memanfaatkan Arjuna. Sering dia dengar, apalagi saat di acara pernikahan banyak sekali tatapan sinis tertuju padanya. Kalau saja Claudya tidak bisa menguatkan diri, dia lebih baik tidak menikah dengan Arjuna meski nantinya dia benar-benar hamil anak laki-laki itu.
Namun, kembali akal sehat membuat Claudya tersadar. Kalau suatu saat akan terjadi bencana yang lebih besar kalau dia hamil dan ketahuan hamil tanpa sosok suami.
"Sekarang kamu adalah istri dari Arjuna Dirgantara, jadi jangan pernah merasa rendah diri."
Manik hitam itu saling berpadu. Claudya tidak tahu apakah dia harus marah atau bersyukur dengan insiden yang mempertemukan dirinya dengan Arjuna.
"Aku sudah tahu bagaimana hidup kamu sebelumnya, tetapi jangan jadikan itu patokan untuk membuat diri kamu menjadi berkecil hati."
"Terima kasih karena kamu sudah mau bertanggung jawab, juga terima kasih atas semua hal yang kamu berikan," ucap Claudya tulus.
"Kamu adalah istri aku, jadi aku akan berusaha memberikan yang terbaik untuk kamu," sahut Arjuna membuat Claudya berkali-kali merasa lebih bersyukur.
"Yaudah, yuk. Kita masuk," ajak Arjuna.
Claudya mengiyakan dan mereka berdua berjalan beriringan memasuki tempat yang akan mereka tinggali. Semakin dalam mereka masuk, semakin Claudya tidak mampu berkata-kata untuk mengungkapkan perasaan bahagianya.
Semua interior di rumah itu sempurna, bahkan dia lagi-lagi dibuat tercengang saat melihat banyak barang yang berwarna keemasan.
Tidak mungkin itu mas beneran, kan? Claudya meyakinkan diri bahwa barang tersebut hanya hiasan yang terbuat oleh besi yang dicat sedemikian rupa hingga terlihat seperti emas asli.
"Bagaimana menurutmu?" tanya Arjuna.
"Sangat besar," jawab Claudya.
"Kamu suka? Apa perlu ada yang dirubah?"
"Tidak ada, semuanya sangat bagus. Terima kasih."
Untuk kesekian kalinya Claudya mengucap rasa terima kasih. Mulai dari hari ini hidupnya akan sangat berbeda jauh dari yang dulu.
Jika dulu, Claudya akan bekerja dari pagi hingga malam demi memenuhi kebutuhan hidup. Sekarang hal itu tidak dibutuhkan lagi, karena Arjuna dengan sukarela memberikan semua yang Claudya inginkan.
-----
Dua hari semenjak Claudya menempati rumah ini. Sesuai dugaan hidupnya berubah drastis. Pakaian yang dia kenakan serba mahal.
Terkadang Claudya tidak enak hati, tetapi lagi-lagi Arjuna memberikan lebih dari apa yang dia inginkan.
"Aku berangkat kerja, kamu kalau butuh apa-apa minta pada pelayan. Kalau ingin pergi, sopir sudah siaga di luar. Dan ini, gunakan untuk membeli barang yang kamu inginkan."
Kartu berwarna hitam itu disodorkan Arjuna kepada Claudya. Claudya bukan orang bodoh yang tidak bisa mengetahui jelas bahwa kartu itu merupakan kartu yang bisa diisi ratusan juta bahkan milyaran.
"Aku sepertinya tidak butuh apa-apa. Kamu bawa saja kartunya," ucap Claudya menolak.
"Kamu ambil kartunya, sekarang memang kamu tidak butuh, tapi nanti kamu akan membutuhkannya."
Tetap Claudya menolak. Kenapa Arjuna sangat baik, apa dia tidak takut kalau Claudya akan menipunya? Claudya tidak habis pikir, Arjuna menghabiskan uang tanpa peduli berapa yang dikeluarkan.
Arjuna yang tidak ingin dibantah lagi menatap Claudya kesal. "Terima, aku tidak mengijinkanmu untuk menolak."
Tatapan Arjuna mampu membuat Claudya ketakutan, ingatan Claudya tentang bagaimana seramnya Arjuna saat marah membuat dia menerima kartu tersebut dengan tangan yang sedikit bergetar.
Senyuman Arjuna mengembang. "Aku berangkat sekarang," ucapnya lalu melangkahkan kakinya keluar dari rumah.
Di sisi lain, Claudya kembali merasakan debaran jantungnya yang semakin kencang. "Apa aku mulai jatuh cinta dengannya?"
Triiing! Triiing!
Lamunan Claudya buyar karena suara dering ponselnya. Benda itu berkedip menampilkan nama dari si pemanggil. Dia memencet layar untuk menerima panggilan.
"Ibu?"
[Claudya, bagaimana rasanya menikah dengan orang kaya? Terus, bagaimana dengan tempat tinggal kamu? Apakah sangat bagus.]
Pertanyaan Aira yang secara bertubi-tubi dengan antusias membuat Claudya bingung untuk menjawabnya.
[Kenapa kamu diam? Oh, sekarang kamu sombong ya, karena bisa menikah dengan orang kaya raya.]
"Aku bingung harus menjawab yang mana, Bu. Tanyakan satu-satu saja, pasti aku jawab."
[Halah! Bilang saja kamu malas bicara dengan Ibu. Setelah kamu jadi orang kaya, kamu jadi lupa dengan keluarga sendiri.]
Claudya tidak pernah berpikir seperti itu. Mana mungkin dia melupakan kedua orang tuanya yang telah merawat dari kecil.
"Aku minta maaf kalau Ibu merasa aku seperti itu, tapi aku berani bersumpah kalau aku tidak mungkin melupakan Ibu dan Ayah," jelas Claudya.
[Bohong kamu! Kalau kamu benar-benar masih peduli dengan kami, harusnya kamu ingat kewajiban kamu untuk memberi kami uang!] ucap Aira sewot.
Memang Claudya adalah tulang punggung keluarga. Setiap mendapatkan gaji, uang itu lebih banyak dia berikan kepada ibunya.
"Berapa yang Ibu butuhkan? Aku akan usahakan."
[Ibu mau dua ratus juta!]
Bola mata Claudya membulat sempurna. Bagaimana bisa Ibunya meminta dengan enteng seperti itu.
"Itu sangat banyak, Bu." Meski saat ini Claudya tengah memegang black card milik Arjuna, yang dipastikan isinya lebih dari yang diminta Ibunya. Namun, Claudya tidak bisa memberikan begitu saja, karena uang ini milik Arjuna bukan dirinya.
[Kamu kan sekarang sudah jadi orang kaya, masa segitu dibilang banyak? Kamu jangan pelit-pelit sama Ibu!]
"Tapi, Bu. Aku tidak punya sebanyak itu."
[Bohong! Pokoknya Ibu mau kamu segera mengirimkan dua ratus juta ke rekening Ibu. Kalau tidak, Ibu akan datang ke tempat kamu dan memintanya langsung kepada suamimu.]