Chereads / Adios — Tentang Perpisahan / Chapter 6 - O6. Cerita Malam

Chapter 6 - O6. Cerita Malam

Hari selalu berganti setiap harinya dengan waktu yang selalu terasa lebih cepat. Hari ini, malam minggu, sudah kedua kalinya ia duduk bersila di atas karpet hijau di sebuah ruang kelas sekolah dasar. Kepalanya selalu menunduk dengan pantulan cahaya layar ponsel yang menyinari wajah tampannya, sikapnya ini total abai pada seorang pria dan wanita yang duduk di tengah sana sambil berbicara di mikrofon.

Entah pembicaraan tentang apa yang dua orang itu bahas, Kave sedari tadi hanya diam sambil memainkan ponsel. Sudah kedua kalinya ia dipaksa ikut oleh nenek dari pihak ibunya untuk mengikuti kegiatan Karang Taruna ini. Ah, memikirkan dua malam minggunya yang terbuang untuk hal ini membuatnya sedikit kesal.

"Rapatnya udah selesai, buat yang mau ijin pulang duluan boleh langsung pulang aja."

Kave mendongak, ia menatap si kembar yang tidak ada niatan untuk pulang. Jarum jam masih menunjukkan pukul sembilan lebih beberapa menit. Ponsel di genggamannya kini bergetar pelan, ada panggilan masuk dari oma, begitu panggilnya untuk wanita yang melahirkan ayahnya. Menggeser ke tombol hijau, lalu keluar untuk mengangkat telepon.

Panggilan rutin yang dilakukan Oma nya setiap malam minggu, yah tidak mengherankan, mengingat ia adalah cucu satu satunya digaris keluarga papanya. Mari kita anggap seperti ini.

Pembicaraan via telepon tidak berlangsung lama, hanya pembicaraan ringan tentang kabarnya, ia sedang apa, kegiatannya semenjak pindah, lalu juga tentang bagaimana suasana hatinya. Panggilan di matikan tepat ketika sekotak martabak telur ditaruh di hadapannya yang sedang duduk bersila di teras ruang kelas sekolah dasar. Beberapa orang ikut duduk di sampingnya, tiga laki-laki dan satu perempuan.

"Ikut mabar gak?"tanya pria yang menaruh martabak dihadapannya tadi. Jika ia tidak salah ingat, namanya adalah Pandu, iya benar Pandu.

"Boleh."

Kegiatan remaja laki-laki pada biasanya, jika bukan mengobrol tentang pacar ditemani rokok, pasti main game mobile bersama. Kave salah satunya, di antara beberapa pilihan ia lebih sering memainkan game bersama temannya di sebuah club sambil menyesap rokok dan menegak segelas wine. Asik dan bising, dua kata yang pantas untuk menjabarkan suasana club menurutnya.

Tiga putaran permainan dilakukan, tepat pada putaran ke empat Cyra menghampirinya. Berjongkok di sampingnya yang sedang duduk selonjoran bersandarkan dinding.

"Kamu mau pulang sama siapa? Aku mau pulang sekarang, Andika katanya mau pulang nanti," tanya gadis itu padanya.

Kave tidak menoleh, mata dan jarinya masih terfokus pada ponsel. Berseru sebentar ketika berhasil menumbangkan satu musuh lalu menjawab pertanyaan Cyra, "lo pulang sama siapa? Lo gak bisa pakai motor kan?"

"Mungkin cari tebengan atau enggak ya jalan kaki, tadi aku berangkatnya jalan kaki barengan sama yang lain."

"Andika gak bawa motor?"

"Enggak bisa, belum belajar naik motor. Dia nanti pulang sama Mas Abid."

Kave terdiam sejenak, berfokus pada gamenya dan mengabaikan Cyra yang masih menunggu jawabannya.

Bersorak ketika permainannya selesai dengan kemenangan, menutup game dan berdiri.

"Ayo pulang," ucapnya sambil membenahi pakaian.

Cyra mengangguk, keduanya berpamitan kepada orang-orang disana. Kave tadi datang terlambat, ia harus mengikuti bimbel yang mendadak digantikan malam ini. Sedangkan di pertemuan pertama, ia datang jalan kaki beramai-ramai kemari.

Berdiri di samping Cyra yang sedang mencari sandalnya di antara tumpukan sandal lain. Baju gadis itu tipis, Kave mengeluarkan ponsel dan kunci motor dari kantong jaketnya, melepas jaketnya lalu mengulurkan pada Cyra untuk dipakai tanpa berbicara apa-apa.

"Lo tunggu disini aja, motor gue disana," tunjuknya pada motor yang diparkirkan di area cukup gelap disana.

Kave berjalan, menghampiri motornya lalu menghidupkannya. Suara motor yang terkesan gagah memecah keheningan malam, Kave melajukannya menuju tempat Cyra berada. Sudah hampir beberapa bulan ia tinggal disni namun ini kedua kalinya ia menaiki motor besarnya, ia masih belum hafal jalanan menuju sekolahnya. Jujur saja, jalanan itu terlalu rumit.

"Mampir ke minimarket dulu gak apa-apa? Mau beli gorengan titipan ayah dulu," tanya Cyra ketika motor besar Kave sudah berhenti di depannya.

Kave yang sedang membenahi letak ponsel di saku celananya menoleh, mengangguk lalu mengisyaratkan Cyra untuk segera naik ke motornya.

Kakinya diam-diam menurunkan pijakan motor agar memudahkan gadis itu untuk naik, membiarkan pundaknya yang digunakan untuk naik ke motor meski sedikit bersusah payah.

"Aku pegangan kamu, boleh?" tanya gadis itu padanya yang sedang sibuk membenarkan letak kaca spion.

"Pegang aja," jawabnya, tangannya sudah selesai membenahi, membiarkan Cyra memegangi baju bagian sampingnya sebagai pegangan.

Membunyikan klakson dan mengangguk sekilas sebagai pamitan pada orang-orang disana, melajukan motornya dan meninggalkan suara motor yang terdengar tampan bagi beberapa orang.

Motor melaju dengan tampan, dua kombinasi yang tidak pernah bisa di diamkan. Kave yang tampan menaiki motor yang tak kalah tampannya, benar-benar kondisi minta di puji. Haha.

Motornya berhenti di parkiran mini market, sudah beberapa kali ia kemari untuk membeli sesuatu. Menunggu Cyra yang sedang membeli gorengan yang dibuka di samping parkiran mini market.

"Aku mau masuk sebentar, gak apa apa kan?"

Kave mengangguk, memainkan ponselnya sambil menunggu Cyra yang entah sedang membeli apa di minimarket.

Gadis itu keluar, cukup lama dan sempat membuat Kave yang tanpa jaket kedinginan. Yah, resiko juga karena memberikan jaket pada Cyra, toh dirinya adalah pria, tidak mungkin membiarkan seorang gadis hanya mengenakan pakaian tipis. Hanya beberapa kondisi saja sih ia akan membiarkannya, hehe.

Setelah selesai dengan urusan disini, ia kembali melajukan motornya menuju rumah mamanya. Memasukkan motornya ke ruang tamu karrna suruhan mamanya yang takut motornya di maling orang, rumah mamanya tidak ada pagar yang mengelilingi seperti di rumahnya.

Kave tidak mau ambil pusing, hanya masalah sepele saja kenapa ia harus memikirkannya.

"Kaven sudah pulang? Sudah makan atau belum? Mau mama masakkan?"tanya mamanya ketika melihat Kave masuk bersama Cyra.

"Sudah kenyang."

"Gitu ya, yaudah kamu tidur saja. Besok mama antar beribadah ya, mama sekalian mau belanja di pasar."

Kave mengangguk, mengucapkan selamat malam lalu berjalan memasuki kamarnya. Berganti pakaian, keluar untuk mencuci muka dan minum, lalu merebahkan badannya di kasur sambil memainkan ponselnya.

Masih terlalu dini untuknya tidur, tapi tidak banyak yang bisa ia lakukan disini. Biasanya ia akan duduk di ruang keluarga sambil memainkan PlayStation di temani ayahnya yang terkadang sedang mengutak-atik pekerjaannya di tablet. Terkadang pak tua itu juga ikut main dengannya meski Kave harus berulang kali berseru karena kekalahan. Keduanya bahkan saling mengejek jika salah satu kalah, pak tua itu benar-benar seperti pria muda, haha.

Menguap, mengucek matanya yang kini sudah berair. Mematikan ponselnya dan menaruh di nakas, matanya tertutup lalu membiarkan dirinya terlelap di alam mimpi.

Sekelebat pertanyaan tentang apakah ayahnya beristirahat cukup lewat di pikirannya, ia langsung tertidur lelap setelahnya.