Satu bulan, dua bulan, tiga bulan pun berlalu, meski belum merasa akrab Kave sudah sedikit terbiasa hidup disini. Harinya selalu sama saja, tidak ada yang spesial baginya.
Besok adalah hari dimana tour sekolah dilaksanakan, tour empat hari tiga malam dengan tujuan Bali. Tempat yang sudah menjadi hal biasa baginya, meski ia harus membujuk ayahnya dengan alasan syarat kenaikan kelas. Terlalu malas mencari referensi lain untuk membuat proposal kegiatan baginya.
Berbeda dengan si kembar yang sangat bersemangat dengan ini, ia dengan malas-malasan memasukkan berbagai camilan kesukaannya di keranjang belanja. Hari ini lagi-lagi terjebak di antara si kembar dan mamanya yang sedang berbelanja keperluan untuk besok. Menyebalkan ketika ia harus pergi tepat setelah guru bimbingan belajarnya menyelesaikan pembelajaran.
"Kamu sudah selesai belanjanya?"
Kave menoleh, menemukan Cyra yang tadinya berada di lorong per-sabunan kini sudah berada di sampingnya.
"Lo udah?" tanyanya sambil kembali menatap berbagai merek makanan ringan di rak depannya.
"Ibu dan Andika sudah menunggu di kasir, kamu sudah beli semuanya kan?" tanya gadis itu ketika hanya melihat makanan ringan saja di keranjang milik Kave.
"Ada simpan," jawabnya dengan singkat.
Cyra mengangguk paham mendengar balasan pasti dari Kave, berjalan beriringan menuju antrian kasir sambil membawa keranjang miliknya. Sengaja memisahkan belanjaannya sendiri akibat terlalu malas kesana kemari menunggu si kembar memilih.
Dasar Kave si pemalas, haha.
Mengeluarkan debitnya untuk membayar belanjaan, hanya makanan ringan sehingga tidak mengambil terlalu banyak saldo. Ia tidak membawa uang tunai, cashless lah intinya. Toh, ayahnya juga selalu rutin mengisi saldonya setiap bulan, lebih banyak dibanding biasanya malah.
"Kaven, semua sudah dibeli?"tanya mama ketika melihatnya selesai membayar.
"Sudah."
"Kamu mau tunggu di tempat makan depan sana bersama Andika, atau ikut mama dan Cyra masuk ke situ?"tunjuk mamanya pada sebuah ruangan yang berisi skincare, make up, dan barang barang lain yang serupa.
Matanya melirik Andika yang sedang menatapnya, ia melirik tempat makan di depan, sebuah tempat makan yang menyediakan ayam goreng siap saji.
"Andika saja."
"Kalau begitu, ini kunci mobil mama, Andika mama titip milik Cyra ya. Kamu pesan aja dulu gak apa-apa, nanti mama dan Cyra menyusul,"ucap mamanya sambil menitipkan barang belanjaan milik Cyra.
Kave berjalan ke parkiran dengan kunci mobil di tangannya, memasukkan belanjaan pada bagasi bagian belakang lalu menguncinya lagi ketika Andika sudah selesai menaruh juga. Menyebrangi jalan untuk pergi ke tempat makan itu, keduanya mencari tempat duduk. Tidak terlalu besar membuat mereka memilih duduk di area tertutup, sedikit terhindar dari keramaian jalanan dan juga panas karena tempat cukup terbuka.
"Biar aku yang pesan, kamu mau pesan apa?"tanya Andika padanya, Kave yang baru saja menaruh ponsel dan dompetnya ke meja langsung mendongak.
"Lo apa?"tanyanya kembali.
"Aku sama Cyra biasanya steak, kamu mau apa?"
"Samain aja, milo ada gak?"
"Gak tau, nanti kalau gak ada terserah ya?"
Kave mengangguk, membiarkan Andika memesan sedangkan ia duduk diam sambil memainkan ponselnya.
Tak lama kemudian, Andika masuk bersama mama dan Cyra, ditangan mereka sama sama membawa nampan berisi empat hotplate dan juga empat botol kaca teh dingin dan satu gelas milo.
"Kaven, hp nya taruh dulu. Ayo makan,"peringat mamanya yang ia balas dengan anggukan.
Menutup ponselnya sambil menatap hot plate yang sudah berada di hadapannya, sebuah chiken katsu yang diberi saus steak dan juga satu gelas milo kesukaannya. Kave memegang alat makannya, satu garpu dan satu pisau kecil yang dibalut dengan tisu. Mengelapnya sebentar kemudian mencicipinya.
Tidak buruk.
Menghabiskan makanannya dan meminum minumannya, Kave menunggu mereka selesai makan. Seperti hal nya manusia pada umumnya, Andika memesan satu piring nasi putih dan menjadikan ayamnya sebagai lauk. Kave hanya menatap namun tidak berkomentar apa-apa.
Toh, bukan makan di tempat yang mewah.
***
"Ma,"panggilnya dari ambang pintu kamar mamanya.
Wanita cantik yang sedang menata lipatan pakaian ke almari dengan rapi itu menoleh, menyunggingkan senyum manisnya ketika melihat anak kandungnya berada di ambang pintu kamar.
"Kaven, kenapa nak? Kaven ingin ngobrol sama mama?"tanya wanita itu.
Mamanya duduk di pinggiran kasur kemudian menepuk sisi lainnya yang membuat Kave bertanya, "boleh?"
"Tentu, sini nak. Kaven mau ngobrol apa sama mama? Kaven ada kerepotan sama sesuatu?"tanya mamanya dengan lembut.
Kave menggeleng, duduk berdampingan dengan mamanya membuatnya canggung. Tidak ada hal serius yang ingin ia sampaikan, hanya sebuah permintaan ringan saja.
"Ingin minta ijin,"ucapnya dengan pelan.
"Ijin kemana? Kaven ingin pergi kemana?"
"Kota, menemui teman."
"Sekarang? Tapi Kaven besok berangkat pagi untuk study tour."
"Iya, nginep di hotel sama teman, pagi-pagi sekali pulang."
"Kalau mama gak ijin, Kaven mau kabur?"tanya mamanya dengan lembut. Hari diluar sudah hampir petang, tentu saja bukan masalah bagi Kave untuk kabur di malam hari dengan alasan pergi ke minimarket.
Kave diam, tidak menjawab. Diamnya seolah menjadi jawaban bahwa ia mengiyakan ucapan mamanya.
"Mama ijinin Kaven asalkan pakai mobil ya? Mama khawatir Kaven naik motor pagi buta."
Kave mendongak, ia kemudian mengangguk. Yah, tidak apa-apa, selagi ia bisa menemui temannya ia tidak akan masalah.
"Mama bilang dulu ke suami mama, Kaven siap-siap dulu untuk ketemu temannya."
Kave berjalan keluar dari kamar mamanya, memasuki kamarnya untuk mengambil pakaian yang kemudian ia bawa ke kamar mandi. Bersiap-siap kemudian berjalan menghampiri mamanya yang sedang duduk di teras bersama sang suami dan ibunya.
"Ma,"panggilnya yang membuat ketiga orang itu ikut menoleh.
"Sini nak, ijin dulu ke om dan nenek."
Kave mendekat, meminta ijin dan juga terima kasih karena sudah memperbolehkannya memakai mobil malam ini.
"Kamu bisa naik mobil, Kaven?"tanya suami mamanya ketika ia sudah selesai memasukkan motornya ke ruang tamu atas suruhan neneknya.
Ia mengangguk, ia menerima kunci dari sang mama yang sempat menawarinya membantu mengeluarkan mobil dari garasi.
"Kaven hati-hati ya, kalau ada apa-apa sms ke mama kamu."
"Iya nenek, Kave pinjam mobilnya sebentar om, pulang besok pagi."
"Iya, asal hati-hati ya. Kabari mama kamu kalau sudah sampai, dari rumah ke kota itu lumayan jauh loh atau kamu mau om suruh Andika atau Cyra temani?"
Kave menggeleng, membuka pintu mobil kemudian menaruh hoodie, sepatu, ponsel dan dompetnya ke kursi samping kemudi. Ia menaiki mobil, menyalakan mesin kemudian mengendarai mobil keluar dari garasi.
Kave mengecek barang bawaannya kemudian menyadari bahwa ia meninggalkan sesuatu di kamarnya. Sebuah powerbank dan juga sebuah baseball cap dengan logo merk terkenal.
"Kamu mau kemana, Kaven?"tanya Cyra yang baru saja pulang dari mengaji di masjid.
Disana ada Andika dan beberapa remaja seusianya yang ia tebak baru saja pulang mengaji, berdiri di sampingnya yang sedang mengatur hoodienya di mobil.
"Kota, lo mau ikut?"tanyanya hanya untuk formalitas saja.
"Diantar ibu?"tanya gadis itu lagi.
"Sendiri."
"Emangnya kamu bisa naik mobil?"tanya Andika dengan penasaran.
"Naik doang kan?"tanyanya dengan jahil.
Ya, aneh. Sudah tahu dia sendirian naik mobil ya pasti ia bisa lah mengendarainya.
"Kamu mau ngapain ke kota?"
"Main, udah lah keburu macet jalannya. Lo berdua gak mau ikut kan,"ucapnya sambil berbalik untuk menyalami orang-orang di teras.
"Kaven hati-hati ya, benar kabari mama kalau ada apa-apa,"peringat mamanya yang hanya ia angguki saja.
Memasuki mobil, menyalakan mesinnya lalu menekan klakson sebagai pamitan.