Chereads / Adios — Tentang Perpisahan / Chapter 10 - 1O. Cerita Panjang

Chapter 10 - 1O. Cerita Panjang

Hari sudah menunjukkan pukul setengah tujuh tepat, ketiganya sudah siap untuk pergi ke sekolah. Kave hanya membawa satu koper ukuran kecil yang ia bawa kemarin dan satu bucket bag berwarna hitam dengan logo merk terkenal. Kopernya hanya berisi beberapa pakaian yang di penuhi dengan kaos, Kave merupakan orang yang gampang risih jika berkeringat.

Di lehernya ada sebuah headphone putih yang sama merknya dengan ponselnya.

"Semua sudah dibawa kan?" tanya suami mamanya pada mereka.

"Sudah, yah, tadi sudah di cek sebelum berangkat," balas Cyra.

Mendengar ucapan suami mamanya, ditambah dengan melihat Andika yang sibuk membersihkan kaca kacamatanya, Kave langsung mengecek letak kacamatanya. Baru-baru ini, ia melakukan cek mata ke dokter mata karena pandangannya sedikit memburam. Dokter berkata bahwa ia membutuhkan kacamata, minus 0,75 di bagian kanan dan 0,25 di bagian kiri yang mana membuatnya harus membeli kacamata.

"Ah, kacamata," gumamnya ketika tidak menemukan dompet kacamatanya di bucket bagnya.

"Kacamata Kaven tertinggal? Mau mama ambilkan?" tawar mamanya yang baru saja bersiap mengantar ketiganya.

Kave menggelengkan kepalanya, melepas seoatu tanpa membuka talinya kemudian berlari masuk ke dalam rumah. Mengambil satu kacamata dan baseball cap yang ternyata ikut tertinggal di atas meja. Ia lalu keluar sambil memasukkan kacamatanya ke dalam bucket bag, ah untung saja ia ingat.

"Sudah? Cyra dan Andika juga cek lagi coba. Mumpung masih di rumah," peringat mamanya pada si kembar.

"Sudah kok bu," balas Andika.

"Pamit dulu ke nenek."

Ketiganya mendekat, Kave hanya menyalaminya sedangkan si kembar meminta didoakan agar selamat sampai tujuan. Memasuki mobil yang di kemudikan oleh suami mamanya, sedangkan mamanya duduk di bangku samping kemudi.

Suasana sekolah sudah ramai dengan murid satu angkatannya yang juga ikut studytour, Kave menurunkan koper yang dibantu dengan suami mamanya.

"Kave!" panggil seseorang membuatnya menoleh mencari si pelaku.

Matanya menemukan segerombolan kakak kelas dengan seragam di depan pos satpam. Kave mengangguk, tangannya mendorong koper miliknya untuk di titipkan sementara waktu pada Cyra. Iya, seharusnya pukul setengah 7 mereka akan segera berangkat, namun sepertinya mundur lantaran beberapa guru pendamping belum sampai. Biasalah.

"Kamu mau kemana?" tanya Cyra padanya.

Kave menunjuk pos satpam yang berisi laki-laki disana, beberapa bulan belakangan Kave menjadi bahan pembicaraan karena beberapa kali terlihat bersama gerombolan kakak kelas yang cukup terkenal. Ada satu mantan ketua osis, lalu anak ekstrakulikuler futsal, ada juga anak badung yang berapa kali ikut tawuran, dan juga mantan anggota PMR, dah pokoknya 4 orang manusia yang banyak orang tahu namanya deh.

"Kenapa?" tanyanya ketika sudah sampai di sana.

"Duduk lah dulu, masih lama itu," ucap salah satu dari mereka.

Kave duduk di bangku panjang, sampingnya ada mantan ketua osis di sekolah ini. Pria itu bahkan merangkulnya dengan akrab.

"Lo dulu studytour ngapain aja, kak?" tanyanya dengan tiba-tiba.

"Sama aja sih, studytour ya gitu-gitu aja. Palingan cari tempat buat ngerokok doang," jawab salah satu dari mereka, namanya kak Rangga, si pentolan klub futsal karena katanya sudah tembus ke timnas.

"Dulu ada yang sampai mabuk-mabukan," jelas pria lainnya yang diberi anggukan setuju dari lainnya.

"Lah, bisa?" tanyanya dengan terkejut.

"Bisa, asal pintar cari tempat aja."

"Keren."

"Apanya yang keren, bikin masalah itu," sahut si mantan ketua osis, kak Rio namanya.

"Oh, Rio dulu masih ketua osis ya," ejek Agus, si pria badung.

"Gara-gara teman kamu itu, Gus," ucap kak Rio dengan kesal.

"Udah, yang penting gak usah aneh-aneh aja kamu Kav, bahaya. Di tempat orang soalnya, ngerti kan?" ujar si waras, Nanda, anggota PMR yang katanya sih paling ganteng satu angkatan.

"Ngerti," balasnya sambil mengangguk.

"Kalau udah begitu harusnya sih bawa oleh-oleh ya," sindir Agus padanya.

"Dih, males. Lo dulu study tour gue gak dikasih oleh-oleh, Gus," candanya, si Agus ini kakak kelas begundal tapi kalau udah akrab gak pernah mau dipanggil kak.

"Kon durung pindah, jancok." (Kamu belum pindah.)

"Nah kan, keluar Jawanya," ejek kak Rio pada Agus, si paling Jawa, gitu sih ejeknya.

Kave hanya tertawa mendengarnya, meskipun yang ia pahami hanya bagian umpatannya saja tapi mendengar nada berbicaranya membuat ia tertawa. Ia sudah beberapa kali ikut bergabung dengan orang-orang ini dan ternyata memang asik.

Bel masuk berbunyi, Guru pun sudah memanggil untuk berkumpul. Kave berpamitan pada kakak kelasnya ini untuk datang karena panggilan dari guru.

Pembukaan, absen, lalu beberapa penjelasan tentang tempat tujuan study tour ini. Hampir satu jam mereka mendengarkannya.

"Kaven harus senang-senang ya disana, gak usah bawa oleh-oleh gak apa-apa tapi Kaven harus senang ya?" ucap mamanya.

Wanita itu tidak henti-hentinya mengatakan hal serupa padanya setelah guru mempersilahkan murid untuk masuk ke bus.

"Ma," panggilnya dengan lemah.

"Kalau ada orang yang nawarin kamu minum jangan diambil ya, mama takut Kaven kenapa-napa."

"Ma, aku bukan anak kecil," jawabnya dengan lemah.

Hey, meskipun sering menjadi korban penculikan semasa ia kecil dulu dan sering hampir di culik ketika ia remaja, bukan berarti ia tidak pernah belajar dari pengalaman.

"Mama tahu, pokoknya jangan ya. Maafin mama ya, nak? Mama terlalu khawatir sama kamu."

"Gak apa-apa."

"Boleh mama peluk Kaven?"

Kave mengangguk, membiarkan wanita cantik ini memeluk tubuhnya dengan hangat. Ah, ini yang namanya pelukan asli seorang ibu.

"Kaven masuk sana, hati-hati terus jangan lupa kabari papa Kaven kalau Kaven sudah akan berangkat."

Ia hanya mengangguk sebagai balasan, menaiki bus sebagai absen terakhir karena berbicara dulu dengan mama kandungnya yang kelewat khawatir itu.

"Titip anak saya ya, bu."

Duh, ia kan bukan anak kecil.

***

Kave sebenarnya tidak memiliki bangku pasti, ia terkadang duduk bersama seorang gadis yang dapat dikatakan centil, lalu ia juga kadang pindah ke bagian belakang bersama teman satu kelasnya tapi ia juga terkadang duduk di samping Andika. Anak tiri mamanya itu sangat ansos, tidak memiliki banyak teman, ketika Kave masuk tadi ada seorang yang sama ansosnya dengan Andika sedang duduk berdua dengan pria itu. Namun pria itu pindah ke samping bangku guru, bertukar bangku dengan seseorang karena dia mabuk.

"Kave-Kave, kamu kenal Langga gak?" tanya seorang gadis dengan kerudung pashmina putih.

Wajah gadis itu manis dengan kulit putih yang terlihat terawat, gadis itu menahan tangannya ketika ia sedang berjalan menuju bangku belakang.

Kave menoleh, memegangi sandaran bangku bus ketika bus itu berbelok.

"Langga Danuwaksa, anaknya Ucup?" tanyanya memastikan.

"Namanya bener tapi bapaknya Gibran bukan Ucup."

"Iya, Gibran Yusuf, lo kenal?" tanyanya dengan penasaran.

"Langga lagi gebet si Daniar katanya, Kave. Temenmu si Langga Langga itu?"sahut teman satu bangku gadis yang ia ketahui namanya Daniar.

"Sering nongkrong bareng, jauh amat gebetnya sampai ini."

"Sepupu ku temenan sama Langga, terus aku di comblangin gitu."

Kave mengangguk-angguk, "lo ini iseng tanya ke gue?"

"Enggak, aku lihat kamu di postingannya dia tadi malam."

"Oh, lanjut aja kalau cocok, si Langga baik kok anaknya."

"Banget, aku sering di kirimin gofood."

"Sukses lah, kalau jadian kabarin aja," ucapnya sambil bercanda.

Ia berjalan menuju bangku belakang ketika mendengar rengekan gadis itu, duduk di salah satu bangku disana sebelum mengobrol dengan orang yang sudah menunggunya untuk main game bareng. Biasalah, cowok, gak ada takut-takutnya ponsel mati sebelum sampai tempat tujuan.