Watsa hal Mina menatap gusar ke arah panglima Haga hal Paksi.
"Apa kau membela Kundh hal Vasuki, Haga?!"
"Jangan salah sangka! Menjauhlah dari mereka, Watsa!"
Watsa dan Haga berada di tepi arena pertarungan Kundh dan Gosha, yang sosok keduanya menghilang di balik awan debu dan kilatan senjata.
"Gosha di ujung tanduk! Aku tak akan membiarkannya mati diamuk Kundh. Lihat? Kundh telah gila! Rajanya pun gila!"
"Jaga mulutmu! Kita jangan terpancing situasi yang samar seperti ini!"
"Samar? Apakah pertarungan di sana samar menurut matamu?" bentak Watsa. "Meski hidupku di lautan dan jarang melihat angkasa luas seperti ini, bukan berarti aku tak bisa melihat apa yang baik dan buruk!"
"Kalau kau ikut bertarung bersama mereka, kau akan celaka! Kau pertaruhkan juga nama baik kerajaanmu!" Paksi bersikukuh.
"Aku seorang panglima! Telah lama kudengar desas desus yang akhirnya benar-benar terjadi di depan mata," Watsa mengingatkan.
"Jangan percaya desas desus! Kau seorang panglima!"
"Karena itu aku membuktikannya sendiri sekarang. Dan lihatlah, Kundh merangsek menyerang Gosha tanpa ampun seperti itu!"
Paksi menahan amarah Watsa yang melesat keluar dari samudera. Tubuh birunya yang ramping dan bersirip, berubah menjadi sosok pemuda anggun dengan jubah warna langit dan mahkota kerang. Kedua lengannya beralih menjadi gurita raksasa dengan mulut-mulut penghisap. Walau tenaga Watsa dapat terkuras di daratan, kesaktian Watsa dapat mematikan musuh dengan segera. Ia penguasa samudera, panglima air, seluruh cairan seperti tunduk padanya. Sekali mengerahkan tangan tentakelnya, Watsa dapat menyerap air dari tubuh Kundh dan membuatnya mati kering seketika. Tapi tentu dalam situasi pergumulan seperti itu mustahil melakukannya.
Kundh dan Gosha saling mengunci satu sama lain!
Haga hal Paksi tak mengubah wujud diri.
Ia tetap dalam bentuk burung raksasa dengan mata cemerlang dan paruh tajam. Sayap-sayap kokoh bagai dinding yang menghalangi amukan Watsa. Panglima Paksi bukan sosok yang mudah dikecoh apalagi dikalahkan. Watsa bisa saja mengeluarkan mantra dan melumat Haga dengan tentakel, atau mengisap seluruh cairan tubuh Haga. Tapi sayap-sayap Haga juga bukan barang mati yang tak punya manfaat. Bulu-bulu indah di seluruh tubuh dapat menjadi panah yang siap mencincang. Walaupun cairan Haga dapat terserap Watsa, panglima Mina itu pun tak yakin dirinya dapat keluar hidup-hidup dari arena.
"Sejak kapan kau menghamba pada raja gila Vasuki, hah? Setahuku, raja Ame hal Paksi adalah raja tangguh yang tak gentar pada musuh!"
"Aku dan rajaku tak menjadi budak siapapun. Sejak kapan pula kau, Watsa hal Mina, dan raja Rohid hal Mina menjadi cepat naik darah? Kalian dikenal sebagai bangsa yang lembut dan berlapang dada!"
Watsa mengangguk.
"Kami bangsa yang selalu menerima apapun perlakuan buruk penghuni dunia. Sekarang, melihat seorang sahabat dianiya, kesabaran itu tak selalu harus seluas samudera!"
Watsa melompat mendekati arena pertarungan Gosha dan Kundh yang juga makin menggila.
Haga tak tinggal diam.
Dengan kekuatan sayap dan kaki-kaki yang berkuku, tubuhnya membentuk hambatan kokoh yang sulit diterjang. Watsa mengamuk, mulai bersikap kasar. Tentakelnya melukai beberapa ruas sayap Haga. Tak tinggal diam, bulu-bulu sayap yang berubah menjadi panah meluncur, menghujani panglima samudera.
Watsa meringis kesakitan.
Lengan tentakelnya terluka cukup dalam hingga ia mengecilkan ukuran. Cairan tubuh membasuh lukanya sendiri agar mudah sembuh. Panah Haga tak mengandung racun, namun ujung panahnya seorang diselimuti ribuan jarum kecil yang mengoyak permukaan kulit.
"Kalau kau memang akan membela Kundh, saksiksan , Haga! Akupun membela Goshaaa!!!"
Watsa menarik tubuh ke belakang, seolah mundur.
Namun sejatinya ia tengah melentingkan tubuh menggunakan lengan-lengan tentakel yang lentur seperti karet. Memang, lengan itu mengecil sedikit ukurannya, demi mengurangi rasa sakit akibat panah-panah Haga.
Haga berteriak bertahan. Rasa sakit mulai menjalar.
Mulut-mulut penghisap di lengan Watsa menempel kuat pada sayapnya. Mengambil cairan di ruas-ruas hingga terasa tulang-tulang di lengan sayap bagai rantai kering pohon musim kemarau terpanggang matahari.
Krrrk.
Krrrk.
Krrrk.
Watsa mematahkan ruas demi ruas sayap Haga. Sedikit demi sedikit.
Sembari menahan sakit tak terjabarkan, Haga hal Paksi berusaha membentengi medan pertempuran dua panglima Aswa dan Vasuki yang makin buas. Haga tak ingin pertempuran itu pecah menjadi pertermpuran wangsa Pasyu yang lebih besar!
Raja Rohid hal Mina telah berpesan, mereka harus mampu menjadi pemersatu, bukan pemecah belah. Wangsa Paksi harus menjembatani perbedaan, bukan memperuncingnya. Bila menjadi penengah harus lebih sulit daripada menjadi petarung, itu akan dilakukan oleh raja Rohid, panglima, prajurit, serta seluruh penghuni kerajaan Paksi.
Menggunakan sisa tenaga, Haga mengepakkan sayap walau Watsa terlihat makin nekat menggunakan tentakel untuk menghisap cairan. Nyaris separuh tubuh Haga lumpuh. Ia mengerahkan kekuatan dan kesaktian yang paling purna, mengepakkan sayap dan menggulung Watsa di dalamnya. Mereka saling mengisap, menggulung, menekan, menyakiti, melukai, berteriak, mematahkan, memukul.
Pertempuran tiga hari tiga malam, mengikuti pertempuran Gosha dan Kundh yang seolah tak berkesudahan.
❄️💫❄️
Watsa dan Haga terkapar, tak jauh dari arena Kundh dan Gosha yang telah sepi.
Tubuh keduanya terluka cukup parah. Walau mencoba bergerak, tak mungkin melangkah jauh, apalagi kembali ke kerajaan masing-masing.
Watsa memejamkan mata. Haga pun demikian.
Mungkin, mereka harus mati di awal pertempuran yang sama sekali tak penting itu.
Sebelum kesadaran benar-benar hilang, sosok cemerlang melayang, melintas mendekat. Jubah dan gaun indah sewarna cahaya rembulan melambai. Watsa menyangka, ia seperti sosok bercahaya yang melerai Gosha dan Kundh.
Wajahnya ayu, dengan mata seperti malam dan rambut lebih kelam dari gulita. Kulitnya sewarna mutiara. Ia bukan Milind, walau sosoknya mirip. Watsa tak sempat berpikir, sebagaimana Haga pun demikian. Sosok itu menggunakan kedua lengannya untuk membawa panglima Mina dan panglima Paksi, terbang cepat menuju kerajaan Aswa.
❄️💫❄️