"Maaf ka, bajunya jadi kotor." "Kenapa minta maaf, itu kan bukan kesalahan kamu."
"Tapi bajunya kan mahal," Hanna berbicara sok tahu, "itu aku beli murah kok," jawab Taka jujur.
Taka tahu, Hanna tidak suka barang yang mahal, jadi dia membeli dress itu dengan harga satu juta tujuh ratus ribu rupiah.
Taka tidak tahu harga dress yang di belinya itu setara dengan harga handphone Hanna.
Sebelum Taka mengantarkan Hanna sampai rumah, Taka mengajak Hanna makan terlebih dahulu.
"Han, aku lapar, kita makan dulu di situ yuk?," Taka menunjuk warung sate yang ada di pinggir jalan.
Taka pun memesan dua porsi sate, mereka memakan satenya dengan lahap, hingga perut keduanya kenyang dan bersandar di kursi, setelah selesai makan, Hanna menoleh ke arah kirinya, melihat mas-mas pelanggan sate yang sedang merokok sehabis makan.
Sebenarnya, selama memakan sate, Hanna terganggu dengan asap rokok mas-mas yang ada di sampingnya itu, tapi Hanna mentoleransinya.
Kebetulan saja mas-mas itu sedang melemparkan puntung rokok di jalan terlihat oleh Hanna yang saat itu menoleh kearahnya.
Hanna pun menegurnya untuk tidak membuang sampah sembarangan. "Mas, bunga sampah itu di tempat sampah, Putung rokoknya jangan di lempar ke jalan dong."
Mendengar teguran Hanna mas-mas itu tidak terima dan berdiri dari duduknya "kamu tidak bisa melihat di sini tidak ada tempat sampah?."
Melihat itu Taka pun berdiri dari duduknya menatap mas-mas itu untuk melindungi Hanna dan berkata "kalau masnya tahu di sekitar sini tidak ada tempat sampah, Putung rokoknya taruh di saku celana saja."
Melihat Taka yang lebih tinggi dan lebih kekar darinya, mas-mas itu pun tidak berani melawan dan menuruti Taka, sambil merasa kesal mas itu terpaksa mengambil Putung rokok yang telah di lemparnya ke jalan itu di ambil dan dia bawa pergi dari hadapan Hanna dan Taka.
Melihat mas itu pergi Taka pun duduk kembali, melihat Hanan dan berkata "kamu itu gak berubah ya Han." "Gak berubah bagaimana?." "Ya begitu," "begitu gimana? ngomong yang jelas ka!." "Ya begitu."
Taka membuat Hanna penasaran, meski Taka terkena pukulan kecil Hanna, tetap saja Taka membungkam apa maksud dari perkataannya itu dan tidak memberi tahu Hanna.
Tak lama setelah itu mereka meninggalkan warung sate dan mereka melanjutkan perjalanan pulang.
Hampir dua puluh menit perjalanan, mobil Taka berhenti tepat di depan rumah Hanna,
"Makasih ya ka untuk malam ini." "tunggu Han," pinta Taka saat Hanna akan turun dari mobilnya.
Hanna yang baru membuka sedikit pintu mobil, menutupnya kembali, sambil menoleh ke arah Taka dan berkata "Kenapa ka?." Dengan serius Taka berbicara
"Aku yakin kamu tahu perasaanku masih kepada mu, aku tidak ingin memintamu macam-macam, hanya saja, aku ingin tahu bagaimana perasaanmu sesungguhnya terhadap aku Han." Dan dengan serius Hanna pun menjawab "sebenarnya aku juga masih suka sama kamu, hanya saja, banyak hal pribadi yang tidak bisa aku beritahukan kepada kamu." "Apakah hal itu penghambat bagimu untuk kita bersama lagi?." "Bisa jadi salah satunya itu dan juga aku belum siap, aku takut kita akan bertengkar dan akhirnya putus lagi."
Taka menerima semua alasan Hanna meski itu menyedihkan baginya, disisi lain Taka juga senang mengetahui perasaan Hanna yang sesungguhnya terhadap dirinya.
Hanna pun turun dari mobil Taka, melambaikan tangan pada Taka yang sedang melaju kembali pulang.
Hanna pun masuk ke dalam kamarnya dan merebahkan badannya di atas kasur, Hanna tidak bisa melupakan apa yang baru saja Taka dan dirinya perbincangkan.
Sambil memeluk jaket Taka yang masih di pakainya, Hanna menatap tembok dan berpikir dia tidak seharusnya berbicara seperti itu pada Taka dan bertanya pada dirinya apakah sebaiknya dia dan Taka bersama lagi dengan keadaan keluarganya yang sedang berantakan ini.
Capek dengan pikirannya sendiri, Hanna membangunkan diri untuk membersihkan diri, mandi dan mengganti baju. Sebelum mandi Hanan bercermin dan mendapati wajahnya terdapat bumbu sate, Hanan mengingat Taka yang sebelumnya berbicara bahwa dirinya tidak berubah. "Jadi maksud Taka itu bumbu sate yang cemot di pipi aku?!," Hanna yang berbicara sendiri di depan kaca, malam itu Hanna mengambil handuk dan berjalan menuju kamar mandinya sambil merasa kesal dengan Taka.
Keesokan harinya, hari Minggu pagi Hanna membantu nenek dan ibunya membersihkan rumah, memasak, menyiram tanaman, dan pergi ke mini market untuk membeli kecap yang disuruh neneknya, sekalian dia membeli snack.
Hanna sambil menggigit ice cream di mulutnya, membuka pintu keluar mini market dan bertemu seorang wanita yang tiba-tiba menyapanya "dek.. permisi dek." "Iya, kenapa bu?," tanya Hanna sambil mengeluarkan ice cream dari mulutnya itu, "bisa bicara sebentar?."
Mereka pun duduk di depan kursi mini market dan wanita itu menawarkan Hanan untuk menjadi model salah satu lembaga les bimbingan belajar untuk anak SMP
"Saya?," tanya Hanna sambil menaruh tangannya yang memegang ice cream itu ke dadanya, "iya, apakah adek bersedia?."
"Tapi saya pelajar kelas dua SMA bu bukan SMP," jelas Hanna "tapi postur tubuh adek cocok dengan anak SMP, jadi tidak apa-apa."
Hanna pun bersedia menerima tawaran itu, mereka pun saling bertukar nomor telepon dan Hanna menerima pesan jadwal pemotretannya, selesai itu Hanna pun kembali pulang.
Yang di perlukan Hanna hanya sepasang seragam SMP beserta atributnya yaitu dasi dan topi.
Di perjalanan pulang, Hanna baru mengingat bahwa seragam SMPnya berada di desa, dia tidak mungkin mengambilnya ke desa dalam waktu Minggu ini, apa lagi jadwal pemotretannya adalah pada hari Sabtu sepulang Hanna sekolah.
Dalam kepanikan Hanan tidak dapat menemukan solusi jadi dia terus saja berjalan pulang tanpa memikirkan solusinya.
Sampai di rumah dia meletakkan kecap di dapur dan meninggalkannya menuju kamar.
Di kamar dia duduk di meja belajar dan membuka laptonya untuk menulis kumpulan puisi nya yang akan di ikutkan lomba.
Sambil menekuk kedua kakinya di atas kursi, Hanna memakan snack yang di belinya di mini market itu hingga habis, hari itu Hanna tidak menemukan inspirasi untuk membuat puisi lebih banyak sehingga berjam-jam dia hanya meletakkan jari tangannya di atas kayboard laptop dan duduk memandangi pintu kamar mandinya lalu pindah ke arah jendela, dia hanya menyelesaikan satu puisi saja.
.....