Raja mengangkat kepala dengan tatapan sedikit menerawang.
"Aku tidak tahu Citra. Itu muncul begitu saja ketika aku melihat hal-hal tidak benar terjadi di depan mataku. Mungkin karena ada dua jiwa di dalam badan wadagku. Entahlah." Raja tertunduk lesu. Citra merasa iba. Dielusnya bahu Raja dengan halus.
"Aku yakin kau bisa mengendalikannya. Ayo kau tidur saja. Bisa juga karena kau terlalu tegang dan kelelahan sehingga mudah marah." Raja mengangguk. Bisa saja. Dia akan tidur. Lagipula pemuda itu yakin gerombolan dari Padepokan Lebak Naraka tidak akan kembali malam ini. Mereka sudah menerima pelajaran keras darinya.
Malam memang berlalu dengan tenang. Saat Sin Liong dan Citra terbangun dalam waktu hampir bersamaan, Raja masih tertidur dengan begitu nyenyaknya seolah tidak tidur sama sekali selama seminggu penuh.
Sin Liong dan Citra tidak mau membangunkan. Merasa sangat kasihan. Saat Sin Liong dan Citra masih terjaga semalam, mereka menyaksikan sendiri bagaimana Raja dalam tidurnya nampak sangat gelisah. Terkadang malah mengeluarkan suara geraman rendah yang sangat menakutkan. Di lain saat mengigau seperti orang yang sangat kepanasan.
Sebelum tengah hari, barulah Raja terbangun dari tidurnya. Sambil duduk bermeditasi sebentar untuk memulihkan perasaan, Raja mengomel pelan.
"Kenapa tidak ada yang membangunkan aku? Kita akan kemalaman lagi di tengah hutan kalau baru berangkat tengah hari begini."
Citra tersenyum sabar.
"Tidak apa-apa kita menginap lagi di hutan. Toh kita sudah sepakat untuk menikmati setiap detik perjalanan ini bukan? Sayangnya Kedasih tidak ikut berada di sini."
Sin Liong tidak berkata apa-apa. Dia sedang membereskan semua perbekalan. Tak lama lagi mereka siap untuk berangkat.
Perjalanan setengah hari itu memang terus menyusuri hutan demi hutan. Tidak ada lagi kampung atau ladang-ladang penduduk. Menjelang sore mereka tiba di pinggir sungai kecil yang jernih. Mereka memutuskan untuk berhenti dan bermalam di tempat ini. Perkiraan Citra mereka akan mulai memasuki Tlatah Ujung Kulon besok tengah hari.
Sampai tengah malam tidak ada peristiwa istimewa. Namun mendekati dinihari terjadi perubahan cuaca yang cukup drastis. Angin bertiup kencang dan membawa hawa dingin luar biasa. Citra sampai harus memakai 2 lapis selimut dan tanpa sadar tubuhnya mendekat ke api yang terus ditambahkan kayu bakar oleh Raja.
Pemuda itu mengatakan dia akan berjaga hingga menjelang fajar dan membiarkan Sin Liong dan Citra tidur terlebih dahulu. Dia tadi berjanji akan membangunkan Sin Liong namun tidak dilakukannya meski Sin Liong sudah tidur semenjak usai makan malam.
Citra tiba-tiba terbangun lalu berbisik lirih kepada Raja yang sedang duduk bersila di dekatnya.
"Raja, hati-hati! Perubahan cuaca ini tidak sewajarnya." Citra duduk bersila dan memejamkan matanya.
Raja hanya berdehem pelan. Dia sudah merasakannya sedari tadi. Ada seseorang yang sedang berniat buruk terhadap mereka.
Belum lama dari saat Citra berbisik, angin bertiup kencang di depan mereka. Seseorang berdiri bersedekap dan memandangi mereka dengan pandangan menyelidik namun jelas terlihat mengancam.
Seseorang itu sosok orang tua dengan janggut berwarna merah hingga ke dada. Rambutnya yang panjang putih kemerahan juga dibiarkan tergerai. Menambah kesan seram dan mengerikan.
"Apakah kalian yang telah melukai pembantuku dan murid-muridnya? Apakah kalian juga yang telah berani meremehkan Padepokan Lebak Naraka?" Suara itu dalam dan parau. Terdengar sangat menakutkan.
Citra langsung bisa menebak siapa yang sedang mengambil sikap bermusuhan dengan mereka ini meski belum pernah sekalipun dia bertemu dengan Aki Naraka yang sangat misterius itu. Gadis ini bangkit berdiri dan berkata lembut.
"Maafkan kami Aki Naraka. Tentu kami tidak akan berbuat sejauh itu jika saja anak buahmu tidak memulainya terlebih dahulu."
Raja memperhatikan dengan cermat setelah nama Aki Naraka disebut oleh Citra. Ini rupanya dedengkot padepokan yang sangat misterius itu. Sekali lihat saja Raja tahu bahwa orang tua ini mempunyai kemampuan yang jauh lebih tinggi dibanding kakek juling yang sempat dihajarnya dan disebut sebagai pembantu oleh kakek ini. Pembantu? Pantas saja.
Aki Naraka memang tidak pernah mengangkat murid. Meskipun Padepokan Lebak Naraka ada di bawah kepemimpinannya, namun sebenarnya yang menjalankan adalah pembantunya yang bernama Ki Saguling. Orang sakti yang aneh ini tidak mau mengajarkan ilmu secara langsung kepada semua anak murid padepokan. Dia hanya sekedar memberi petunjuk melalui buku dan kitab yang berisi gambar-gambar.
Ki Saguling juga tidak menerima pelajaran langsung dari Aki Naraka. Oleh sebab itulah ilmunya melenceng jauh dari ilmu asli Aki Naraka yang berada di kitab.
Aki Naraka menggosok-gosokkan kedua tangannya. Ajaib, dari kedua tangannya keluar api yang menyala-nyala. Raja terperangah. Citra terkejut. Dan Sin Liong terkaget-kaget karena begitu bangun ada seorang kakek sangat tua yang mengancam mereka dengan api yang menyala-nyala dari kedua telapak tangannya.
Raja bersiaga. Ilmu orang tua ini jauh lebih tinggi dibanding kakek juling. Mungkin setara dengan Resi Opat Gunung Kerajaan Galuh Pakuan, atau tiga tokoh sakti Majapahit yang pernah dihadapinya.
Api pertama menyambar Raja. Sedangkan serangan api kedua melesat cepat ke arah Citra. Raja bergerak. Sambil menghindar dari serangan api, pemuda itu menyambar pinggang Citra dan melompat jauh ke belakang. Persis di sebelah Sin Liong yang bersiaga penuh.
"Lindungi Citra." Raja berkata pendek kepada Sin Liong sebelum tubuhnya berkelebat menerjang Aki Naraka.
Ketua Padepokan Lebak Naraka yang jarang menemui tandingan itu terkejut bukan main merasakan hawa pukulan Raja sedingin es. Kakek tua itu menyambut serangan Raja. Terjadilah pertarungan dahsyat dengan hanya diterangi api unggun di hutan yang terpencil itu.
Silih berganti kedua orang itu saling serang. Belum satupun pukulan yang mengenai lawan. Raja merubah pendapatnya. Aki Naraka bahkan mungkin lebih tangguh dibanding Resi Galunggung maupun Resi Papandayan. Serangan-serangannya aneh dan berbahaya. Terutama karena selalu menimbulkan hawa panas membakar. Tidak salah namanya Aki Naraka dan padepokannya disebut Lebak Naraka. Orang tua ini memang menyertakan api neraka pada setiap pukulannya.
Namun Raja tetap bukan tandingan Aki Naraka. Setelah saling jual beli pukulan berkali-kali, perlahan namun pasti Aki Naraka mulai terdesak. Orang tua itu selain kalah tenaga dan kalah ilmu, juga kalah perbawa. Raja seakan-akan semakin lama semakin terlihat bugar. Sedangkan Aki Naraka semakin lama semakin nampak kepayahan.
Pada satu kesempatan, Raja berhasil mendaratkan pukulan yang mengenai leher Aki Naraka. Kakek sakti itu menggereng hebat. Antara marah dan kesakitan. Tubuhnya sempoyongan nyaris jatuh. Rupanya Raja tidak berhenti sampai di situ. Pemuda itu bersiap mengirim pukulan dahsyat yang bisa mengirim kakek itu ke neraka yang sebenarnya. Citra menjerit lantang.
"Raja! Jangan!"
Suara Citralah yang menghentikan Raja mengirimkan pukulan maut. Pemuda itu melompat mundur dengan sorot mata mengerikan. Merah menyala.
--*