Chereads / Reinkarnasi-Takdir / Chapter 23 - Bab 23

Chapter 23 - Bab 23

Hoa Lie dan Giancarlo pulang kembali ke markas pasukan Majapahit di Cipamali dengan tangan hampa. Perjalanan jauh ke ibukota Galuh Pakuan tidak menghasilkan apa-apa. Mereka hanya bisa menemui Panglima Narendra dan tidak diperkenankan menghadap Baginda Raja Lingga Buana.

Sang Panglima dengan tegas mengatakan bahwa urusan Putri Dyah Pitaloka adalah urusan Kerajaan Galuh Pakuan dan bukan Majapahit. Galuh Pakuan akan berusaha sekuatnya agar Putri Dyah Pitaloka kembali ke istana dan meminta Majapahit tidak ikut campur. Baginda Raja tidak membatalkan seserahan. Hanya saja waktunya akan menyesuaikan dengan kepulangan Putri Dyah Pitaloka ke istana.

Hoa Lie yang berkeras agar Galuh Pakuan mengijinkan orang-orang Majapahit melakukan pencarian di wilayah Galuh Pakuan, ditolak oleh Panglima Narendra dengan tegas. Hingga di satu titik, Panglima Narendra mengusir mereka pergi karena marah saat putri dari negeri China itu mengatakan satu hal yang menyinggung harga diri Galuh Pakuan.

"Paduka Panglima, harap diingat bahwa pembatalan atau penundaan seserahan akan mencoreng aib di muka Maharaja Majapahit. Paduka tahu bahwa aib bagi seorang raja besar adalah runtuhnya harga diri sebuah kerajaan. Jangan sampai itu terjadi. Paduka pasti tahu akibatnya."

Hoa Lie dan Giancarlo diantara keluar istana. Giancarlo sama sekali tidak berusaha mengatakan apa-apa karena sibuk mengagumi barang-barang di dalam istana yang membuat matanya menyala saking takjubnya. Barang-barang yang tak ternilainya harganya di zaman yang dia tinggalkan. Dia bisa menjadi super kaya hanya dengan membawa pergi 2 atau 3 barang saja.

Giancarlo berharap perang benar-benar terjadi antara Majapahit dan Galuh Pakuan. Akan lebih mudah baginya mendapatkan benda-benda tak ternilai harganya dari kedua istana kerajaan besar ini jika situasi rusuh dan kacau. Masalah kembali ke masa depan, itu urusan nanti. Yang penting dia sudah mendapatkan apa yang diinginkannya. Orang Italia itu tertawa girang dalam hatinya.

Hoa Lie berbeda lagi pandangannya. Gadis ini merutuk keputusan Panglima Narendra yang tidak memberinya izin menemui Baginda Raja Lingga Buana. Padahal dia sudah memutuskan untuk bercerita terus terang dengan apa yang akan terjadi di masa depan jika sampai Putri Dyah Pitaloka tidak segera ditemukan dan seserahan batal terjadi.

Kedua orang dari abad 21 itu kembali ke markas besar pasukan Majapahit di perbatasan. Di sana mereka melihat peningkatan jumlah pasukan secara luar biasa. Giancarlo sangat senang. Sedangkan Hoa Lie bersikap murung. Jika perang benar-benar terjadi, hal itu juga akan merubah jalannya sejarah yang memiliki juga efek pada sejarah China.

Setelah kepergian Hoa Lie dan Giancarlo, Panglima Narendra membuat keputusan untuk semakin memperkuat pasukannya di perbatasan. Laporan dari telik sandi membuatnya sangat cemas. Pergerakan besar pasukan Majapahit di perbatasan dilakukan secara terang-terangan. Para tokoh saktinya bahkan semua berkumpul di sana.

Panglima Narendra mengutus orang untuk menemui ketua Padepokan Leungeun Maut yang merupakan padepokan tempatnya menimba ilmu dahulu. Meminta padepokan tersebut untuk mengirimkan murid-muridnya yang terlatih ke ibukota Galuh Pakuan agar bisa dipersiapkan untuk memperkuat perbatasan.

Ki Galih Prawira yang merupakan ketua Padepokan Maung Sakti juga sudah menghadap kepadanya dan menyatakan kesiapan untuk mengirimkan semua anak murid Padepokan Maung Sakti dalam menghadapi perang yang semakin mendekat waktunya. Panglima Narendra mengiyakan. Mengesampingkan masalah pembelotan. Galuh Pakuan sedang butuh banyak tenaga. Padepokan Maung Sakti bisa diandalkan karena mempunyai ratusan murid yang punya kemampuan olah kanuragan baik.

Resi Guntur dan Resi Pangrango juga sudah diberangkatkan ke timur. Bergabung bersama Resi Papandayan dan Resi Galunggung di sana. Untuk menandingi tokoh-tokoh Majaphit seperti Pendekar Santi Aji, Resi Amarta, Mpu Rakha Bumi dan yang lainnya, semua Resi Opat Gunung dikerahkan ke perbatasan.

Bahkan Panglima Narendra mendengar selentingan kabar bahwa Mahapatih Gajah Mada berhasil membujuk Nyai Wilis untuk bergabung dengan pasukan Majapahit. Entah kabar itu benar atau tidak, karena Panglima Narendra mengerti betul Nyai Wilis tidak pernah mau ikut campur urusan kerajaan. Bisa saja kabar itu dihembuskan oleh para telik sandi Majapahit untuk melemahkan mental Galuh Pakuan. Nyai Wilis adalah satu dari sedikit tokoh dengan tingkatan tertinggi di Tanah Jawa. Selain Resi Gunung Sagara dan Mpu Saloko Gading.

Satu hal yang membuat Panglima Narendra senang adalah laporan dari telik sandi yang menyebutkan bahwa Resi Saloko Gading sudah lama menghilang dari Istana Majapahit. Jika resi itu ada di antara mereka yang siap berperang dan Galuh Pakuan tidak berhasil membujuk Resi Gunung Sagara untuk turun gunung, maka pihak Galuh Pakuan berada dalam bahaya besar. Gabungan kekuatan Resi Saloko Gading dan Nyai Wilis bisa sangat mengerikan. Panglima Narendra hanya berharap kabar tentang Nyai Wilis adalah sebuah kebohongan dan Resi Saloko Gading benar-benar menghilang.

-----

Di Padepokan Sekar Halimun yang sangat misterius, Kedasih sedang duduk berbincang dengan Nyai Halimun. Dalam waktu yang sangat singkat, Nyai Halimun berusaha keras untuk menjadikan Kedasih seorang ahli sihir yang kuat dan mumpuni. Meskipun sering cekcok, namun Nyai Halimun mengikuti pesan yang disampaikan Eyang Halimun.

"Wanita itu akan ikut menentukan jalannya takdir. Kau harus mempersiapkan dia dengan sebaik-baiknya."

Karena itulah Nyai Halimun mengerahkan segala kemampuannya untuk membentuk Kedasih dalam waktu yang sangat singkat. Dia sangat mempercayai ramalan Eyang Halimun. Apapun alasannya.

"Kemampuanmu meningkat pesat Kedasih. Dari yang sebelumnya tidak mengenal sihir sama sekali, kau telah menjelma menjadi seorang wanita yang bisa menandingi kepandaian sihir seorang ahli yang sudah lama mendalami sihir." Nyai Halimun menatap wanita di depannya. Bagaimana bisa wanita ini ikut menentukan jalannya takdir?

Kedasih mengucapkan terimakasih. Dia sangat senang bisa mempelajari sihir hebat Nyai Halimun. Dia tidak menyangka bisa berubah drastis dari seorang dosen ilmu sejarah menjadi orang yang mampu memanggil angin badai dan kilat petir. Kedasih ingat betul peristiwa di kereta Bandara YIA. Dia terkagum-kagum meski meringkuk ketakutan ketika Puteri Merapi mengundang kedatangan mendung pekat, kilat dan petir untuk menyerang mereka di kereta. Sekarang dia bisa melakukannya.

"Kau sangat berbakat Kedasih. Untuk menyempurnakan apa yang sudah kau pelajari, kau akan menjalani ritual terakhir malam ini di mata air Pengasihan."

Kedasih terperanjat. Setelah melewati waktu beberapa minggu di sini, dia tahu bahwa mata air Pengasihan adalah tempat paling keramat di wilayah Padepokan Sekar Halimun. Tidak seorangpun diizinkan pergi ke tempat itu karena jika salah-salah orang itu akan tersedot jiwanya. Menjadi kosong dan hilang ingatan selamanya. Hanya Nyai Halimun yang boleh pergi ke mata air itu. Sekarang Nyai Halimun akan membawanya ke tempat keramat itu untuk mengadakan ritual. Wah! Kedasih sangat bersemangat terbawa oleh rasa penasarannya yang tinggi.

--***